Minggu, 08 Mei 2011

KHAWARIJ DAN BARA’AH KAMI DARI ‘AQIDAH DAN MANHAJ MEREKA

Sekilas Keadaan Khawarij Dan Bara’ah Kami Dari ‘Aqidah Dan Manhaj Mereka

Kemunculan Khawarij Dan Keyakinan-Keyakinan Serta Kelompok-Kelompok Mereka Yang Paling Masyhur

Khawarij adalah jamak dari kharijah yaitu: Thaifah (kelompok), mereka adalah kaum mubtadi’un yang sesat, mereka dinamakan demikian karena khuruj (keluar) mereka dari ad dien al haq dan karena khuruj mereka dari sikap taat kepada pemimpin kaum muslimin serta karena sikap khuruj mereka terhadap kaum muslimin pilihan.

Dan asal mula kemunculan bid’ah mereka adalah di masa khilafah Ali Ibnu Abi Thalib radliyallahu ‘anhu.

Adapun akarnya, maka ia ada semenjak jaman Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, Al Bukhari telah meriwayatkan dari Abu Sa’id radliyallahu ‘anhu berkata:

بينا النبي صلى الله عليه وسلم يقسم، جاء عبد الله بن ذي الخويصرة التميمي فقال: اعدل يا رسول الله. فقال: ويلك ومن يعدل إذا لم أعدل ؟ قال عمر بن الخطاب: دعني أضرب عنقه. قال: ( دعه، فإن له أصحاباً يحقر أحدكم صلاته مع صلاته وصيامه مع صيامه، يمرقون من الدين كما يمرق السهم من الرمية.. ) الحديث إلى قوله: (آيتهم رجل إحدى يديه مثل ثدي المرأة، يخرجون على حين فرقة من الناس).

“Tatkala Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melakukan pembagian, tiba-tiba datang Abdullah Ibnu Dzil Khuwaishirah At Tamimiy, terus ia berkata: “Wahai Rasulullah berlaku adillah,” maka beliau berkata: “Kasihan kamu, dan siapa yang berlaku adil bila saya tidak adil?” Umar Ibnul Khaththab berkata: “Biarkan saya penggal lehernya”, Beliau berkata: “Biarkan dia, karena dia itu memiliki teman-teman yang mana seorang dari kalian menganggap remeh shalatnya dibandingkan shalat dia dan (menganggap remeh) shaumnya dibandingkan shaum dia, mereka itu keluar dari dien ini sebagaimana panah keluar dari busurnya…” hingga sabdanya: “Tanda mereka seorang laki-laki yang salah satu tangannya seperti puting payudara wanita, mereka keluar saat terjadi perpecahan di antara manusia.”

Hadits ini menuturkan bahwa akar firqah ini dan dorongan-dorongan kejiwaannya telah ada semenjak zaman Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan adapun permulaan kemunculan dan keluarnya adalah pada masa perpecahan dan peperangan yang terjadi antara Ali dengan para seterunya, yaitu bahwa itu terjadi dari imbas tragedi Al Jamal dan Shiffin dan perhelatan-perhelatan yang terjadi di antara kaum muslimin setelah terbunuhnya Utsman radliyallahu ‘anhu, dan sungguh benar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam saat bersabda:

(يخرجون على حين فرقة من الناس)

“Mereka keluar saat terjadi perpecahan di antara manusia”

Karena sejarah menghikayatkan dan mengkisahkan kepada kita apa yang dikabarkan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam secara detail.

(Dan asal itu bahwa sebagian Ahlul Iraq mengingkari perlakuan sebagian kerabat Utsman, maka mereka dengan hal itu mencela Utsman, dan dikatakan kepada mereka itu ‘Al Qurra’ karena sangat rajinnya mereka membaca Al Qur’an dan ibadah, namun mereka itu mentakwil Al Qur’an dengan makna yang bukan dimaksud darinya, mereka bersikeras dengan pendapatnya, dan berlebih-lebihan dalam sikap zuhud dan khusyu’ serta yang lainnya). Fathul Bari (Kitab Istitabatil Murtaddin…) (Bab qatlil Khawarij wal mulhidin…).

Tatkala Utsman radliyallahu ‘anhu terbunuh, mereka berperang di barisan Ali dan mereka meyakini kepemimpinannya. Mereka berperang bersamanya melawan Ahlul Jamal yang dipimpin oleh Thalhah dan Az Zubair radliyallahu ‘anhuma, sedang bersama mereka ada A’isyah ummul mu’minin radliyallahu ‘anha, mereka keluar menuntut para pembunuh Utsman, maka Ali menang dalam peperangan, dan Thalhah terbunuh di dalamnya, dan Az Zubair pun terbunuh setelah pulang darinya. Para Al Qurra itu meyakini kekafiran Utsman dan para pengikutnya serta kekafiran Ahlul Jamal.

Kemudian giliran Mu’awiyah – sedang ia adalah gubernur Syam saat itu – menuntut darah Utsman juga, dan ia mengirim surat kepada Ali untuk menyerahkan para pembunuh Utsman kepadanya terus ia mau membai’atnya setelah itu, sedangkan Ali berkata: “Masuklah ke dalam apa yang manusia telah masuk di dalamnya, kemudian ajukan mereka kepada saya tentu saya putuskan pada mereka dengan al haq”, tatkala itu berlangsung lama maka Ali keluar bersama Ahlul Iraq yang disertai Al Qurra itu untuk memerangi Ahlusy Syam, maka Mu’awiyah juga keluar dengan penduduk Syam untuk memerangi Ali, terus keduanya bertemu di shiffin, maka perang di antara kedua pihak berlangsung berbulan-bulan, hampir saja Ahlusy Syam menuai kekalahan, maka mereka mengangkat mushhaf-mushhaf di atas tombak seraya berseru “Kami mengajak kalian kepada Kitabullah Ta’ala” sedangkan Ali ingin melanjutkan perang, maka sejumlah besar dari pasukan Ali – terutama Al Qurra – meninggalkan perang dengan sebab itu dalam rangka tadayyun (meyakini itu bagian dari dien), dan mereka menekan Ali agar menerima tahkim, serta berdalil dengan firman-Nya Ta’ala:

“Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang Telah diberi bahagian yaitu Al Kitab (Taurat), mereka diseru kepada Kitab Allah supaya Kitab itu menetapkan hukum di antara mereka; Kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran).” (Ali ‘Imran: 23)

Dan mereka berkata: “Mereka mengajak kita kepada Kitabullah sedangkan kamu mengajak kita kepada pedang”.

Maka ia berkata kepada mereka: “Saya lebih mengetahui akan apa yang ada di dalam Kitabullah”.[1] Dan ia berkata: “Sesungguhnya saya hanya memerangi mereka supaya mereka tunduk kepada hukum Al Kitab, karena sesungguhnya mereka telah maksiat kepada Allah dalam apa yang Dia perintahkan mereka dengannya, mereka tinggalkan janji-Nya dan mereka campakkan Kitab-Nya…”

Maka sekelompok dari Al Qurra itu berkata: “Hai Ali penuhi panggilan Kitabullah bila kamu diajak kepadanya, dan kalau tidak maka kami serahkan kamu seluruhnya kepada mereka, atau kami lakukan kepadamu apa yang telah kami lakukan kepada Ibnu ‘Affan, sesungguhnya ia kami paksa untuk mengamalkan Kitabullah, maka kami membunuhnya, demi Allah sungguh kami akan melakukannya terhadapmu”,

Ali berkata: “Maka hapalkanlah dari saya larangan saya terhadap kalian, dan ingatlah selalu ucapan kalian terhadap saya” [2]

Terus mereka menyurati Ahlusy Syam tentang hal itu, maka Ahlusy Syam berkata: “Utuslah hakam (juri/juru damai) dari kalian dan hakam dari kami, dan hadir bersama mereka orang yang tidak ikut terjun perang, kemudian orang yang mereka lihat al haq bersamanya maka mereka mentaatinya…) maka Mu’awiyah menunjuk ‘Amr Ibnul ‘Ash, sedang Ali ingin mengutus Abdullah Ibnu ‘Abbas, namun ia dilarang Al Qurra, dan mereka berkata: “Kami tidak rela kecuali dengan Abu Musa Al ‘Asy’ariy, seraya mereka mensifatinya bahwa ia melarang manusia dari fitnah dan perang, dan Abu Musa ini telah menjauhi fitnah (‘uzlah) di sebagian tanah Hijaz, maka mereka menghadirkannya, dan mereka menulis di antara kitab: “Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, ini adalah yang telah diputuskan oleh Amirul Mu’minin…” maka ‘Amr Ibnul ‘Ash berkata: “Tulis namanya dan nama ayahnya, ia itu amir kalian dan bukan amir kami” maka Ali berkata: “Hapus Amirul Mu’minin, dan tulis ini adalah yang telah diputuskan oleh Ali Ibnu Abi Thalib…” kemudian mereka menulis kitab tahkim dan kedua belah pihak berpisah dengan catatan kedua juru damai dan yang menyertainya hadir setelah tenggang waktu yang telah mereka tetapkan di tempat pertengahan antara Syam dengan Iraq. Kedua pasukan pulang ke negeri mereka hingga terjadi keputusan, kemudian orang-orang mulai mengubur mayat orang-orang yang terbunuh, dan Ali melepaskan sejumlah tawanan Ahlusy Syam yang ada padanya, dan Muawiyah juga melakukan hal yang sama.

Abdurrahman Ibnu Ziyad Ibnu An’um berkata dan beliau menyebutkan Ahlu Shiffin, beliau berkata: “Mereka itu orang-orang arab yang satu sama lain saling mengenal pada masa jahiliyyah, kemudian mereka berhadap-hadapan di dalam Islam sedang mereka disertai hamiyyah (keegoan) dan sunnatul Islam, maka mereka terus bertahan dan malu dari lari. Dan mereka itu bila saling menahan diri, maka yang ini masuk ke kamp itu dan yang itu masuk ke kamp ini, terus mereka mengeluarkan para korban mereka dan menguburkannya.

Asy Sya’biy berkata: “Mereka itu ahlul jannah, satu sama lain saling berhadapan namun tidak seorangpun kabur dari seorang lawannya.” [3]

Kemudian awal percikan api pertama yang muncul sesudahnya pemikiran Khawarij dan aqidah-aqidah mereka yang berlebih-lebihan adalah bahwa Al Asy’ats Ibnu Qais yang mana ia itu tergolong orang yang menyaksikan Tahkim dari pasukan Ali berjalan melewati sekumpulan dari Bani Tamim dari kalangan Al Qurra itu, terus ia membacakan kepada mereka kitab Tahkim, maka seorang dari mereka yaitu Urwah Ibnu Jarir bangkit menghampirinya dan berkata: “Apakah kalian mengangkat orang untuk memutuskan dalam dienullah?” kemudian ia menebaskan pedangnya pada bagian belakang hewan tunggangan Al Asy’ats Ibnu Qais, terus ia melontarkan ucapan itu sebagai ucapan yang merupakan kunci fitnah Khawarij dan awal kemunculan mereka.

Ibnu Katsir berkata 7/279: “Dan kalimat ini telah diambil dari orang ini oleh kelompok-kelompok dari pengikut Ali dari kalangan Al Qurra, dan mereka berkata: “Tidak ada keputusan kecuali milik Allah” kemudian mereka dinamakan Al Muhakkimiyyah”.

Kemudian orang-orang bubar ke negeri masing-masing dari Shiffin, Muawiyah keluar dengan pasukannya menuju Damaskus, dan Ali pulang ke Kufah, kemudian tatkala memasukinya seseorang berkata: “Ali telah pergi dan kembali pulang tanpa membawa hasil apa-apa”, maka Ali radliyallahu ‘anhu berkata: “Orang-orang yang kami tinggalkan sungguh lebih baik daripada mereka itu,” beliau maksudkan seterunya dari Ahlusy Syam, kemudian ia melontarkan bait syair:

أخوك الذي إن أحرجتك ملمـةٌ من الدهر لم يبرحْ لبثك راحما

وليس أخوك بالذي إن تَشعّبت عليك أمورٌ ظل يلحاك لائمـا

Saudaramu adalah orang yang bila kesulitan zaman mengurungmu

Ia tetap menaruh kasih sayang terhadapmu

Dan saudaramu itu bukanlah orang yang bila bercabang-cabang

Atasmu berbagai urusan ia selalu menggunjingmu seraya mencela

Kemudian ia berlalu seraya dzikrullah hingga masuk istana keamiran di Kufah.

Dan beliau tatkala hampir mendekati masuk Kufah, sungguh telah memisahkan diri dari pasukannya sekitar 12.000 orang dan mereka singgah di tempat pemimpin mereka saat itu Abdullah Ibnul Kuwwa.

Dan sebab itu adalah bahwa mereka mengingkari terhadap Ali hal-hal yang menurut mereka bahwa ia melanggarnya, maka Ali radliyallahu ‘anhu mengutus kepada mereka Abdullah Ibnu Abbas, maka ia mendebat mereka sehingga mayoritas mereka rujuk, dan sisanya masih bersikukuh, kemudian Ali mendatangi mereka maka beliau menang atas mereka dengan hujjah. Maka Ibnul Kuwwa dan sekelompok yang bersamanya yang mentaati Ali meminta jaminan keamanan kepadanya, dan mereka masuk Kufah bersamanya, sedangkan sisanya memblok ke Nahrawan. Kemudian orang-orang yang masuk Kufah bersama Ali menebarkan isyu bohong bahwa Ali taubat dari hukumah (tahkim)[4] itu dan oleh sebab itu mereka kembali bersamanya, maka hal itu sampai kepada Ali, kemudian beliau khutbah dan mengingkari hal itu, maka mereka bersahutan dari pinggir masjid: “Tidak ada keputusan kecuali milik Allah,”

Maka ia berkata: “Kalimat haq yang dimaksudkan kebathilan dengannya, sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi ciri orang-orang, yang sesungguhnya saya mengetahui sifat mereka pada mereka itu, mereka mengatakan Al Haq dengan lisan-lisan mereka, namun tidak melewati ini, dan ia mengisyaratkan pada tenggorokannya…” [5]

Ibnu Jarir Ath-Thabari mengeluarkan dalam Tarikhnya[6] dengan isnad shahih dari Abu Ruzain berkata: “Dan tatkala terjadi Tahkim dan Ali pulang dari Shiffin, maka mereka pulang memisahkan diri darinya, kemudian tatkala sampai ke Nahr maka mereka menetap di sana. Ali dengan orang-orang masuk ke Kufah, sedangkan mereka singgah di Harura, kemudian Ali menemui mereka, terus ia mengajak bicara mereka sehingga terjadi kesepahaman di antara Ali dengan mereka, dan merekapun masuk Kufah. Kemudian seorang laki-laki mendatangi Ali seraya berkata: “Sesungguhnya orang-orang telah membicarakan bahwa kamu telah rujuk kepada mereka dari kekafiranmu, maka beliau menyampaikan ceramah kepada orang-orang setelah shalat dhuhur, beliau sebutkan urusan mereka serta mencelanya, maka mereka berloncatan dari pinggir masjid seraya berkata: “Tidak ada keputusan kecuali milik Allah,” dan seorang dari mereka menghampirinya seraya meletakkan dua jarinya di dua telinganya terus berkata:

“Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang yang sebelum kamu: “Sungguh jika kamu berbuat syirik tentu hapuslah amalanmu dan kamu sungguh tergolong orang-orang yang merugi.” (Az Zumar: 65)

Maka Ali berkata:

“Maka sabarlah kamu, Sesungguhnya janji Allah itu haq dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkanmu.” (Ar-Rum: 60)

Al Imam Ahmad mengeluarkan 1/86-87. Al Hakim 2/152-154, dan Al Baihaqiy 8/179 dari Abdullah Ibnu Syaddad berkata: (A’isyah radliyallahu ‘anha datang, tatkala kami duduk di sekitarnya sepulang beliau dari Iraq pada malam-malam Ali radliyallahu ‘anhu diperangi, tiba-tiba beliau berkata kepada saya: Hai Abdullah Ibnu Syaddad, apakah engkau mau jujur kepadaku tentang apa yang aku tanyakan kepadamu? Beri saya kabar tentang mereka yang dibunuh Ali! Saya berkata: Apa alasan saya tidak jujur kepada engkau, beliau berkata: Ceritakan kepada saya tentang kisah mereka.” Saya berkata: “Sesungguhnya Ali tatkala melakukan kesepakatan dengan Muawiyah dan setelah mengangkat al hakamain, maka keluar menentangnya delapan ribu dari para Qurra, terus mereka singgah di suatu tempat di pinggiran Kufah yang dinamakan Harura, dan sesungguhnya mereka mengingkari terhadap Ali. Mereka berkata: “Kamu telah melepaskan diri dari pakaian yang telah Allah pakaikan kepadamu dan telah Dia namakan dirimu dengannya, kemudian kamu ambil tindakan dengan menetapkan orang sebagai pemutus dalam dien Allah, sedangkan tidak ada putusan kecuali milik Allah. Dan tatkala sampai kepada Ali teguran mereka terhadapnya dan mereka meninggalkannya, maka beliau memerintahkan orang untuk mengumumkan: “Tidak boleh masuk menemui Amirul Mu’minin kecuali orang yang telah menguasai Al Qur’an”, kemudian tatkala rumah telah penuh dengan para ahli baca Al Qur’an, maka beliau meminta dihadirkan mushhaf yang besar terus Ali radliyallahu ‘anhu meletakkannya di hadapannya, kemudian beliau serta merta mengusapnya dengan tangannya seraya berkata: “Hai Mushhaf ajak bicara manusia!”. Maka orang-orang memanggilnya, mereka berkata: “Hai Amirul Mu’minin apa yang engkau tanyakan kepadanya, ia hanyalah kertas dan tinta, sedangkan kami berbicara dengan apa yang kami riwayatkan darinya, jadi apa yang engkau inginkan?”

Beliau berkata: “Teman-teman kalian yang khuruj, di antara aku dengan mereka ada Kitabullah, Allah ‘azza wa jalla berfirman tentang perempuan dan laki-laki: “Dan bila kalian takut perpecahan di antara keduanya, maka utuslah hakam dari keluarganya…” sedangkan umat Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam lebih agung kehormatannya daripada seorang perempuan dan laki-laki. Dan mereka berang kepada saya karena saya mengadakan kesepakatan dengan Muawiyah, dan saya menulis: Ali Ibnu Abi Thalib, sedangkan telah datang Suhail Ibnu ‘Amr sedangkan kami bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam di Hudaibiyyah tatkala beliau mengadakan perjanjian dengan kaumnya Quraisy, terus Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menulis بسم الله الرحمن الرحيم , maka Suhail berkata: Jangan tulis بسم الله الرحمن الرحيم , saya berkata: Maka bagaimana saya tulis? Dia berkata: tulis باسمك الله , maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Tulislah,” kemudian beliau berkata: Tulis “Dari Muhammad Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam,” maka dia berkata: “Seandainya kami mengetahui bahwa kamu ini Rasulullah, tentulah kami tidak menyelisihimu,” Maka ia menulis: Ini adalah yang disepakati Muhammad Ibnu Abdillah dengan Quraisy. Sedangkan Allah berfirman dalam Kitab-Nya: “Sungguh telah ada bagi kalian pada Rasulullah itu suri tauladan yang baik, yaitu bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir”, Terus Ali Ibnu Abi Thalib mengirimkan Abdullah Ibnu Abbas kepada mereka, maka saya keluar bersamanya hingga kami masuk ke tengah markas mereka, terus Ibnul Kuwwa berdiri menyampaikan ceramah kepada manusia, dia berkata: Hai para pembawa Al Qur’an, sesungguhnya ini adalah Abdullah Ibnu Abbas, siapa yang belum mengenalnya, maka saya akan memperkenalkan dia dari Kitabullah, ini adalah orang yang telah turun tentang dia dan kaumnya firman-Nya: “Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar,” maka kembalikanlah dia ke temannya dan jangan sampai kalian mempersilahkan dia menjelaskan Kitabullah ‘azza wa jalla,” ia berkata: “Maka para ahli ceramah mereka berdiri dan berkata: Demi Allah, sungguh kami akan mempersilahkan dia menjelaskan Kitabullah, kemudian bila dia datang kepada kami dengan kebenaran yang kami ketahui maka kami akan mengikutinya, dan apabila ia datang dengan kebathilan, maka kami akan membungkamnya dengan kebathilannya dan akan kami kembalikan dia kepada temannya. Kemudian mereka membiarkannya menjelaskan Kitabullah tiga hari, sehingga rujuk dari mereka empat ribu orang semuanya taubat, maka Ibnul Kuwwa membawa mereka sehingga memasukkannya kepada Ali radliyallahu ‘anhu, terus Ali mengutus utusan kepada yang lain, ia berkata: Sungguh masalah kita dan masalah orang-orang adalah seperti yang kita lihat, ambillah sikap sesuai kehendak kalian sehingga umat Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam kembali bersatu, dan diamlah di dalamnya sesuai kehendak kalian, di antara kami dan kalian ada jaminan kami akan menjaga kalian dari tombak-tombak kami selama kalian tidak membegal dan menumpahkan darah, karena sesungguhnya bila kalian melakukan hal itu, maka berarti kami telah umumkan perang terhadap kalian secara pengetahuan kita bersama, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang khianat.” Kemudian A’isyah radliyallahu ‘anha berkata: Hai Ibnu Syaddad, sungguh ia telah memerangi mereka? Maka ia berkata: Demi Allah beliau tidak mengirim pasukan sampai mereka membegal dan menumpahkan banyak darah dan membunuh Ibnu Khabbab dan menghalalkan Ahludzdzimmah…) hingga akhir hadits. (Al Hafidh Ibnu Katsir dalam Al Bidayah Wan Nihayah 7/281) isnadnya shahih.

Orang-orang yang diisyaratkan Ibnu Syaddad tentang pembunuhan Ibnu Khabbab, adalah kelompok yang memblok ke Nahrawan dan yang bersikeras dengan pendapatnya setelah Munadharah Ibnu Abbas dan Ali terhadap mereka, serta rujuknya sebagian mereka bersamanya ke Kufah, terus kembali kepada mereka juga sebagian orang yang telah rujuk ke Kufah sedikit demi sedikit, dan itu setelah celaan mereka yang lalu terhadap Ali radliyallahu ‘anhu, serta mereka mengangkat amir atas mereka seorang arab badui yang suka kencing di atas kedua tumitnya yang tidak memiliki nilai shuhbah (menemani Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam) dan tidak pula nilai keterdahuluan dalam Islam, yaitu Abdullah Ibnu Wahb Ar Rasibiy.

Ini setelah mereka mencela keamiran Ali dan yang sebelumnya Utsman!!

Sungguh dahulu mereka pernah berkata saat dikatakan kepada mereka: Kembalilah kalian kepada ketaatan terhadap Amirul Mu’minin! “Bila kalian datang kepada kami dengan orang seperti Umar tentu kami melakukannya!!” Maka Ali radliyallahu ‘anhu menyurati mereka agar rujuk, namun mereka bersikukuh menolak sampai Ali mau bersaksi atas dirinya bahwa ia telah kafir dengan sebab ridla akan tahkim, dan mau taubat dari sikapnya mencopot gelar Amirul Mu’minin dari dirinya, mereka berkata: “Bila kamu bukan Amirul Mu’minin berarti kamu Amirul Kafirin”.

Kemudian beliau mengutus utusan lagi kepada mereka, maka mereka bermaksud membunuh utusannya, bahkan ada yang mengatakan mereka itu membunuhnya[7], kemudian mereka sepakat atas suatu manhaj bahwa orang yang tidak meyakini keyakinan mereka itu dikafirkan dan dihalalkan darah, harta dan keluarganya!! Kemudian mereka pindah pada dunia praktek, mereka membegal orang-orang, membunuh orang yang melewati mereka dari kalangan kaum muslimin, dan menjarah ternak-ternaknya.

Suatu hari Abdullah Ibnu Khabbab Ibnul Art – sedang ia itu gubernur Ali atas sebagian wilayah negeri itu -[8] dengan disertai budak wanitanya Ummu Walad beliau melewati mereka, maka mereka berkata kepadanya: “Sampaikan kepada kami hadits yang pernah kamu dengar dari bapakmu dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam!” Beliau berkata: “Saya mendengar bapak saya berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(ستكون فتنة القاعد فيها خير من القائم، والقائم خير من الماشي، والماشي خير من الساعي، فمن استطاع أن يكون مقتولاً، فلا يكونن قاتلاً)

“Akan terjadi fitnah, yang duduk di dalamnya lebih baik daripada orang yang berdiri, dan yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, sedangkan yang berjalan adalah lebih baik daripada yang berlari, siapa yang mampu menjadi orang yang terbunuh, maka jangan sekali-kali menjadi orang yang membunuh”

Maka mereka menggiringnya bersama mereka, dan tatkala ia berjalan bersama mereka, tiba-tiba sebagian mereka menemui seekor babi milik sebagian ahludzdzimmah, kemudian sebagian mereka memukulnya sehingga kulitnya robek, maka yang lain berkata kepadanya: “Kenapa kamu lakukan ini sedangkan ia itu milik dzimmiy? Maka ia pergi kepada orang dzimmiy itu meminta kehalalan dan keridlaannya. Dan tatkala ia bersama mereka tiba-tiba jatuh sebutir kurma dari sebuah pohon, maka seorang dari mereka mengambilnya dan memasukkannya ke mulut dia, terus yang lain berkata kepadanya: “Tanpa izin dan tanpa penukaran?” maka orang itu memuntahkannya dari mulutnya.[9]

Maka Ibnu Khabbab berkata kepada mereka: “Saya lebih besar hurmahnya dari sebutir kurma itu!! Maka mereka pun memegangnya terus menyembelihnya, seorang laki-laki dari mereka yang disebut Masma’ menohoknya dengan pedang dia hingga mati… Dan pada penuturan Abul Abbas Al Muharrid dalam Al Kamil 2/135: “Sesungguhnya ia tatkala menjumpai mereka ada mushhaf di lehernya, maka mereka berkata: Sesungguhnya yang di leher kamu ini memerintahkan kami untuk membunuhmu”, Beliau berkata: Apa yang dibiarkan hidup oleh Al Qur’an maka biarkanlah hidup, dan apa yang dimatikannya, maka matikanlah.

Maka mereka membunuhnya, darahnya pun mengalir di atas sungai seperti tali sandal ke pinggir lain, mereka membunuh anaknya dan mereka menghampiri perempuannya, ia pun berujar: “Saya sedang hamil, apa kalian tidak takut Allah”, maka mereka pun menyembelihnya dan membedah perutnya sembari mengeluarkan bayinya.

Berita itupun sampai kepada Ali, maka ia keluar dengan tentaranya menuju mereka, dan tatkala sudah dekat dari mereka, ia mengirim utusan kepada mereka: “Serahkan pembunuh Abdullah Ibnu Khabbab!! Maka mereka mengirim utusan kepadanya: Sesungguhnya kami semualah pembunuhnya, dan andai kami bisa menangkapmu kami juga bakal bunuh kamu”. Maka Ali pun mendatangi mereka dengan pasukannya, dan merekapun menghadangnya dengan segenap kekuatan mereka. Qais Ibnu Sa’ad Ibnu ‘Ubadah mendekati mereka terus menasehatinya, namun tidak bermanfaat. Begitu juga Abu Ayyub Al Anshariy, beliau memaki dan menghardik mereka, namun tidak berarti, kemudian giliran Ali radliyallahu ‘anhu menasehati mereka dan menakut-nakuti mereka, serta berkata kepada mereka sebelum memulai perang: “Apa dendam kalian terhadap aku?” Mereka berkata kepadanya: “Dendam pertama kami kepada kamu adalah kami ikut perang di hadapanmu pada perang Al Jamal, kemudian tatkala kami kalahkan Ashhabul Jamal, kamu bolehkan bagi kami apa yang kami dapatkan di markas mereka, namun kamu larang kami dari menawan para wanita dan anak-anak mereka, bagaimana kamu halalkan harta mereka tapi wanita dan anak-anaknya tidak?” Maka Ali berkata: “Saya halalkan bagi kalian harta mereka hanya sebagai ganti dari apa yang mereka rampas/jarah dari baitul mal kota Bashrah sebelum kedatangan saya kepada mereka, sedangkan wanita dan anak-anak tidaklah memerangi kita, dan mereka itu dihukumi Islam dengan status Darul Islam, dan tidak ada riddah dari Islam yang muncul dari mereka, sedangkan tidak boleh memperbudak orang yang tidak kafir, dan setelahnya andaikata saya halalkan para wanita bagi kalian, siapa di antara kalian yang mau mengambil Aisyah dalam bagiannya?” Maka orang-orang pun malu dari hal ini. Kemudian mereka berkata kepadanya: “Kami dendam kepadamu karena sebab penghapusan Amir Al Mu’minin pada namamu dalam surat perdamaian antaramu dengan Muawiyah, tatkala Muawiyah menentangmu dalam hal itu”. Ali berkata: “Saya melakukan apa yang telah dilakukan sepertinya oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Hudaibiyah…” (hingga ucapan mereka): “Kenapa kamu serahkan putusan kepada al hakamain dalam hak yang padahal ia adalah milikmu?” Maka Ali menjawab: “Saya mendapatkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menyerahkan putusan kepada Sa’ad Ibnu Mu’adz tentang Bani Quraidhah, dan seandainya beliau mau tentu tidak melakukannya, dan saya juga mengangkat hakam”… dan beliau ingatkan mereka bahwa merekalah yang dulu mengajaknya kepada hal itu serta beliau justru yang telah melarang mereka dari hal itu, namun mereka tidak menerima, kemudian merekalah sekarang mengkafirkannya dengan hal itu!! Kemudian ia berkata: “Apakah pada kalian masih ada hal lain selain ini?” maka mereka diam, dan mayoritas mereka berkata: “Dia benar, demi Allah”. Dan mereka berkata: “Taubat”. Dan delapan ribu dari mereka meminta jaminan keamanan kepadanya, sedangkan yang empat ribu tetap memerangi Ali bersama Abdullah Ibnu Wahb Ar Rasibiy dan Hurqush Ibnu Zuhair.

Ali memerintahkan Abu Ayyub Al Anshariy untuk mengangkat panji jaminan aman buat Khawarij sebelum perang, dan mengatakan kepada mereka: “Siapa yang datang ke panji ini maka ia aman, serta siapa yang pulang ke Kufah dan Madain maka ia aman, sesungguhnya kami tidak butuh dari kalian kecuali kepada orang yang telah membunuh ikhwan kami”.

Maka banyak kelompok dari mereka pergi, sehingga tidak tersisa dari mereka kecuali seribu orang, dan Ali pun berkata kepada orang-orangnya: “Tahan diri dari mereka sampai mereka yang memulai (menyerang) kalian”, maka majulah Khawarij seraya bersahutan: “(Tidak ada putusan kecuali milik Allah….. ayo maju ….. ayo maju ke surga …..)”.

Maka Ali radliyallahu ‘anhu berkata: “Perangi mereka, demi Dzat Yang jiwaku ada di Tangan-Nya tidak terbunuh sepuluh dari kita, maka tidak selamat sepuluh dari mereka. Dan terbunuh sembilan orang saat itu dari pasukan Ali[10], sedang Hurqush Ibnu Zuhair menampakkan ketegarannya di hadapan Ali seraya berkata: “Hai Ibnu Abi Thalib kami tidak menginginkan dengan memerangi kamu ini kecuali Wajah Allah dan negeri akhirat”, maka Ali berkata kepadanya: “Justru perumpamaan kalian adalah seperti apa yang difirmankan Allah ‘azza wa jalla:

“Katakanlah: “Apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang Telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.”(Q.S. Al Kahfi: 103-104).

Di antaranya kamu demi Tuhan ka’bah, kemudian ia melakukan penyerangan kepadanya dengan teman-temannya. Dan Abdullah Ibnu Wahb pun terbunuh dalam perang tanding dan Dzu Atstsadyah tersungkur dari kudanya, sehingga Khawarij terbunuh saat itu dan tidak ada yang lolos dari mereka kecuali sembilan orang.

Dan Ali berkata kepada para sahabatnya saat itu: “Cari Dzatstsadyah”, kemudian mereka menemukannya di bawah daliyah dan mereka melihat di bawah tangannya dekat ketiak seperti payudara wanita, maka Ali berkata: “Maha benar Allah dan benar Rasul-Nya”,[11] dan dalam hadits Dzil Khuwaishirah yang lalu dalam penuturan Khawarij, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Tanda mereka adalah seorang laki-laki yang salah satu tangannya seperti payudara wanita”, atau berkata: “Seperti sepotong daging yang bergerak lenyap dan muncul, mereka keluar saat terjadi perpecahan di antara manusia”, Abu Sa’id: “Saya bersaksi bahwa saya mendengar dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan saya bersaksi bahwa Ali telah membunuhi mereka sedangkan saya bersama beliau, didatangkan laki-laki sesuai sifat yang dijelaskan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam”.

Ini adalah khulashah kisah awal firqah yang muncul dari Khawarij, yaitu Al Muhakkimah.

Dan keyakinan mereka adalah: Mengkafirkan Ali dan Utsman, juga Ashhabul Jamal, Muawiyah dan para pendukungnya, Al Hakamain dan orang yang ridla dengan Tahkim, dan mengkafirkan setiap yang memiliki dosa dan maksiat.

Al Bukhari telah meriwayatkan dalam shahihnya di Kitab Istitabatul Murtaddin….. (Bab Membunuh Khawarij dan Mulhidin setelah Iqamatul Hujjah atas mereka) dari Ali Ibnu Abi Thalib radliyallahu ‘anhu berkata: “Bila saya menyampaikan suatu hadits kepada kalian dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, demi Allah sungguh saya jatuh dari langit lebih saya cintai daripada saya berdusta atas nama beliau. Dan bila saya menyampaikan kepada kalian hadits tentang apa yang terjadi antara saya dengan kalian maka sesungguhnya perang itu tipu daya, dan saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(سيخرج قوم في آخر الزمان أحداث الأسنان، سفهاء الأحلام، يقولون من خير قول البرية، لا يجاوز إيمانهم حناجرهم يمرقون من الدين كما يمرق السهم من الرمية، فأينما لقيتموهم فاقتلوهم فإن في قتلهم أجراً لمن قتلهم يوم القيامة)..

“Akan keluar suatu kaum di akhir zaman, masih muda belia lagi buruk pemikirannya, mereka mengatakan dari sebaik-baiknya qaulul bariyyah, iman mereka itu tidak melewati kerongkongan mereka, keluar dari dien ini seperti panah keluar dari busurnya, di mana saja kalian dapatkan mereka maka bunuhlah mereka, karena dalam membunuh mereka itu terdapat pahala bagi orang yang membunuh mereka di hari kiamat”.

Dan Ali telah membunuhi mereka di Nahrawan di akhir kekhalifahannya tahun tiga puluh delapan.

Kemudian setelah itu mereka sembunyi-sembunyi di sisa kekhalifahan Ali, sampai di antara mereka Abdurrahman Ibnu Muljam yang membunuh Ali radliyallahu ‘anhu pada shalat shubuh.

Dan tatkala terjadi perdamaian Al Hasan dengan Muawiyah, maka sekelompok dari mereka melakukan revolusi, namun kemudian pasukan Syam menghabisi mereka di tempat yang dinamakan Najilah.

Kemudian mereka terkekang pada masa kegubernuran Ziyad dan anaknya Ubaidullah atas Irak sepanjang masa pemerintahan Muawiyah radliyallahu ‘anhu dan anaknya Yazid. Ziyad dan anaknya menangkap jama’ah dari mereka, kemudian ia habisi mereka antara dibunuh dan dipenjara yang berkepanjangan.

Dan tatkala Yazid meninggal dunia, dan terjadi perpecahan, serta kekhilafahan dijabat oleh Abdullah Ibnu Az Zubair, dan ditaati oleh semua daerah kecuali sebagian Ahlusysyam, serta Marwan memberontak kemudian mengklaim sebagai khalifah dan menguasai seluruh Syam hingga Mesir.

Khawarij muncul saat itu di Irak bersama Nafi’ Ibnul Azraq, dan akhirnya dikenal dengan nama Azariqah. Dan Khawarij tidak memiliki firqah yang lebih banyak jumlahnya dan lebih kuat daripada mereka. Mereka membaiat Ibnul Azraq dan menamakannya Amirul Mu’minin. Bergabung dengan mereka Khawarij Oman dan Yamamah, sehingga mereka menjadi lebih dari dua puluh ribu, mereka kuasai Ahwaz dan daerah-daerah di belakangnya dari negeri Persia dan Kirman, dan mereka menarik kharajnya. Terjadi antara mereka dengan para gubernur Abdullah Ibnu Az Zubair peperangan yang mana kemenangan di dalamnya diraih Azariqah, sehingga Abdullah Ibnu Az Zubair menulis surat kepada Muhlah Ibnu Shufrah sedang ia saat itu ada di Khurasan, memerintahkannya untuk memerangi mereka, maka Muhlah memeranginya dan mengalahkannya, dan Nafi Ibnu Al Azraq mati pada kekalahan itu, dan Azariqah membaiat sesudahnya Ubaidillah Ibnu Ma’mun At Tamimiy. Muhlah terus memerangi mereka hingga Ubaidillah ini terbunuh, kemudian setelah itu mereka membaiat Qathariy Ibnul Fuja-ah, dan mereka menyebutnya Amirul Mu’minin. Dan setelah itu peperangan antara mereka dengan Muhlah sebanding, Muhlah dan anak-anaknya serta para pengikutnya teguh memerangi mereka selama 19 tahun, sebagiannya di kekhalifahan Abdullah Ibnu Az Zubair dan sisanya di masa kekhalifahan Abdul Malik Ibnu Marwan dan kegubernuran Al Hajjaj atas Irak. Al Hajjaj mengakui Muhlah atas sikap memerangi mereka dan ia mengirim yang lainnya juga untuk mengejar-ngejar mereka sampai Allah mensucikan bumi dari mereka.

Dan ajaran Azariqah yang mereka sepakati adalah banyak diantaranya:

- Pendapat mereka bahwa orang-orang yang menyelisihi mereka dari umat ini adalah musyrikin, sedangkan Muhakkimah pertama mengatakan: “Sesungguhnya mereka itu kafir musyrik”.

- Diantaranya ucapan mereka bahwa orang-orang yang duduk tidak hijrah kepada mereka dan tidak berperang bersama mereka adalah musyrikin juga meskipun mereka itu sepaham dengan mereka, seraya berdalil dengan firman-Nya ta’ala:

“Sedangkan orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya, duduk berdiam diri saja.” (Q.S. At Taubah:90).

Dan dengan firman-Nya:

“Tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah,”(Q.S. An Nisa:77).[12]

Dan d iantaranya bahwa mereka mewajibkan menguji orang yang mendatangi markas mereka bila ia mengaku bagian dari mereka: yaitu dengan cara diserahkan kepadanya seorang tawanan dari orang-orang yang menyelisihi mereka dan mereka memerintahkan untuk membunuhnya, bila ia membunuhnya maka mereka membenarkan ia dalam pengakuannya sebagai bagian dari mereka, dan bila tidak membunuhnya maka mereka berkata: “Ini munafiq lagi musyrik”, dan mereka membunuhnya.

- Dan di antaranya mereka menghalalkan membunuh para wanita orang-orang yang menyelisihi mereka dan membunuh anak-anak kecil mereka, dan mereka mengklaim bahwa athfal (anak-anak kecil) itu musyrikin, serta mereka memastikan bahwa athfal orang-orang yang menyelisihi mereka itu kekal di neraka.

Dan mereka mengklaim bahwa negeri orang-orang yang menyelisihi mereka adalah negeri kufr, dan boleh di dalamnya membunuh athfal dan para wanita.

- Dan mereka sepakat atas takfier orang yang melakukan dosa besar dengan bentuk kufur yang mengeluarkan dari millah, dan dengannya ia kekal di neraka bersama kuffar, dan mereka berdalil dengan kekafiran iblis, mereka berkata: “Iblis tidak melakukan kecuali dosa besar dengan penolakannya dari sujud, maka ia kafir walaupun ia mengetahui keesaan Allah, begitulah mereka mengklaim padahal sesungguhnya kekafiran Iblis itu adalah kufur penolakan dan istikbar (keangkuhan) sebagaimana firman-Nya ta’ala:

“Kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”(Q.S. Al Baqarah: 34).

Dan ia telah menentang atas keputusan dan perintah Allah dengan ucapannya: “saya lebih baik daripada dia, Engkau telah ciptakan saya dari api dan telah ciptakan dia dari tanah”.

Dan mereka menghalalkan pelanggaran amanat yang mana telah Allah perintahkan untuk menunaikannya, dan mereka berkata: “Sesungguhnya orang-orang yang menyelisihi kami adalah musyrikin, sehingga kami tidak wajib menyampaikan amanat kepada mereka”.

Dan mereka mengingkari had rajam bagi pezina dengan anggapan tidak ada dalam Al Qur’an.

Dan mereka tidak menganggap nishab pencurian, sehingga mereka memotong tangan pencuri dalam pencurian sedikit dan banyak.[13]

Abul Hasan Al Asy’ariy berkata: “Azariqah mengklaim bahwa orang yang muqim di darul kufri adalah kafir, tidak ada jalan lain baginya kecuali keluar.”[14]

Kemudian muncul pengikut Najdah Ibnu ‘Amir Al Hanafiy di Yamamah, dan dikenal kelompok mereka itu dengan Najdat. Sedangkan sebab kemunculannya adalah bahwa Nafi Ibnul Azraq tatkala berlepas diri dari orang-orang yang duduk tidak ikut berperang dengannya (Al Qa’adah), padahal mereka itu sefikrah dengannya, dan dia menamakan mereka sebagai musyrikin, serta menghalalkan membunuh athfal dan para wanita orang-orang yang menyelisihi mereka, maka jama’ah dari para pengikutnya meninggalkannya atas dasar itu dan mereka pergi ke Yamamah, kemudian mereka disambut oleh Najdah Ibnu ‘Amir dalam pasukan dari kalangan Khawarij yang (asalnya) ingin bergabung dengan pasukan Ibnul Azraq, maka mereka mengabarinya dengan ihdats (bid’ah) Ibnul Azraq dan mereka mengembalikan pasukan itu ke Yamamah serta di sana mereka membai’at Najdah Ibnu ‘Amir.

Mereka mengkafirkan orang yang mengkafirkan al qa’adah dari mereka dan dari hijrah kepada mereka.

Mereka mengkafirkan orang yang mengatakan keimamahan Nafi (Ibnul Azraq).

Kemudian setelah beberapa waktu mereka berselisih juga dalam hal-hal yang dahulu pernah mereka dendamkan kepada Najdah, sehingga mereka menjadi tiga firqah.

Di antara kesesatan Najdah di samping yang telah lalu adalah:

Bahwa ia menggugurkan had khamr.
Dan berpendapat bahwa bila memandang pandangan kecil atau dusta dengan dusta yang kecil serta ia berlaku terus-terusan atas hal itu, maka ia musyrik.
Dan mengklaim bahwa neraka dimasuki oleh orang yang menyelisihi dia dalam diennya.
Dan bahwa orang yang berzina, mencuri dan meminum khamr seraya tidak berterus-terusan di atasnya, maka dia itu muslim bila tergolong orang-orang yang sejalan dengan dia dalam diennya.

Kemudian ia mengirim sebagian pengikutnya dalam suatu pasukan yang dipimpin oleh anaknya, terus mereka menghanimah dan menawan dari penduduk Qathif, kemudian mereka memakan dari ghanimah dan menggauli para wanita (tawanan) sebelum pembagian. Kemudian tatkala kembali kepadanya dan mengkabarinya, maka ia mengingkari hal itu atas mereka, kemudian mereka berkata: “Kami tidak mengetahui bahwa hal itu tidak boleh bagi kami”, maka ia pun mengudzur mereka karena kejahilannya.

Dan ia berpendapat bahwa orang yang membolehkan adzab atas mujtahid yang keliru dalam ahkam sebelum tegak hujjah atasnya maka ia kafir.[15]

Tatkala ia mendatangkan baru hal-hal ini, maka mayoritas pengikutnya menganggap hal-hal itu adalah ihdats dan ibtida’ dalam dien Khawarij, kemudian mereka memintanya agar bertaubat, dan berkata kepadanya: “Keluarlah ke mesjid dan taubatlah dari ihdats kamu ini”, maka ia lakukan itu.

Kemudian sekelompok dari mereka menyesal atas permintaan taubatnya itu, dan mereka bergabung dengan orang-orang yang mengudzur dia, terus berkata kepadanya: “Engkau ini al imam dan memiliki hak ijtihad, dan sebenarnya kami tidak berhak meminta engkau bertaubat (yang lalu), maka sekarang taubatlah engkau dari taubatmu (yang lalu)!! Dan suruhlah orang-orang yang pernah memintamu bertaubat agar mereka bertaubat, dan kalau tidak, maka kami pasti tinggalkan kamu”, maka ia pun melakukan itu, sehingga para pengikutnya berpecah dan mayoritas mereka mencopotnya, serta akhirnya mereka menjadi tiga kelompok sebagaimana yang telah kami katakan, dan ia dibunuh oleh salah satu kelompok ini tahun 69 H.

Firqah-firqah Khawarij ini bercabang-cabang dan menjadi banyak, setiap kali satu kelompok berselisih dalam suatu masalah, maka kelompok itu pecah menjadi banyak firqah, dan setiap kaum berlepas diri dari selain mereka… dan begitulah seterusnya.

Penulis kitab Al Farqu Bainal Firaq menuturkan bahwa mereka mencapai dua puluh firqah, dan beliau sebutkan nama-namanya serta beliau jelaskan bahwa sebagiannya berpecah menjadi berbagai firqah juga.[16]

Diantaranya Akhnasiyyah: Pengikut seorang yang dikenal dengan Al Akhnas, yaitu salah satu dari enam firqah yang pecah dari firqah Tsa’alibiyyah: Pengikut Tsa’labah Ibnu Misykan. Di antara bid’ah Akhnasiyyah adalah ucapan mereka: (Wajib tawaqquf dari menghukumi semua orang yang ada di Dar Taqiyyah, kecuali orang yang telah kita ketahui darinya keimanan maka kita loyal kepadanya atas dasar itu, atau kekafiran maka kita bara’ darinya…)[17]
Di antara firqah Khawarij juga adalah Baihasiyyah, mereka dinisbatkan kepada Abu Baihas, dan di antara ucapan mereka: “(Bila imam kafir maka rakyatnya kafir)”. Dan muncul dari Baihasiyyah ini dua firqah yang dikenal dengan ‘Aufiyyah?, satu firqah berkata: “siapa yang kembali dari kami dari negeri hijrahnya dan dari jihad kepada kondisi qu’ud (duduk tidak jihad), maka kami bara’ darinya”. Dan satu firqah berkata: “Justru kami tetap loyal kepadanya, karena ia kembali kepada hal mubah”. Dan kedua firqah ini berkata: “Bila imam telah kafir maka semua rakyatnya kafir juga, baik yang ghaib maupun yang menyaksikan.”[18]
Dan di antara kelompok Khawarij adalah Ibadliyyah: Pengikut Abdullah Ibnu Ibadl, di antaranya Ibadliyyah Oman. Dan pecah di antara mereka menjadi banyak firqah yang semuanya sependapat bahwa orang-orang kafir umat ini, yaitu orang-orang yang menyelisihi mereka itu berlepas diri dari syirik dan iman. Jadi mereka itu bukan mu’minin dan bukan musyrikin, namun mereka itu kuffar, dan mereka menyelisihi selain mereka dari kalangan yang mengkafirkan dengan dosa besar, di mana mereka sepakat bahwa orang yang melakukan dosa besar adalah telah kafir dengan bentuk kufur nikmat dan bukan kufur millah. Dan mereka membolehkan menikahi orang-orang yang menyelisihi mereka dari Ahlul Kiblat.

Mereka mengatakan bahwa Dar Mukhalifin mereka dari penganut Islam adalah Dar tauhid kecuali markas sulthan, maka ia adalah Dar baghy. Oleh sebab itu para ulama menilai mereka sebagai Khawarij yang paling minimal ghuluwnya dan lebih dekat kepada Ahlussunnah.

Sikap tasahul mereka yang relatif dibanding sikap Ghuluw firqah-firqah Khawarij yang lain itu melahirkan firqah-firqah Tawaqquf yang merupakan madzhab pertengahan di antara Khawarij… seperti Akhnasiyyah dan yang lainnya.

Dan di antara kelompok Khawarij juga adalah Syabibiyyah: Pengikut Syabib Ibnu Yazid Asy Syaibaniy, sedangkan madzhabnya adalah madzhab Baihasiyyah[19] namun kekuasaan dan kekuatannya tidak berkumpul dengan kelompok dari kalangan Khawarij.

Pada awal mulanya ia keluar dari Maushul, maka Al Hajjaj mengirim kepadanya lima panglima, terus ia membunuhnya satu demi satu. Dan keadaannya terus seperti itu sampai kekalahan menimpa Al Hajjaj pada dua puluh pasukan dalam waktu dua tahun. Terus ia (Syabib) bergerak menuju Kufah, ia memerangi Al Hajjaj dan mengepungnya, dan ia menyerang Kufah di malam hari dengan disertai seribu orang Khawarij dan juga disertai ibunya Juhaizah dan isterinya Ghazalah[20] di tengah dua ratus wanita Khawarij yang semuanya menenteng tombak dan membawa pedang. Ia menuju Mesjid Al Jami, dia membunuh para penjaganya dan orang-orang yang i’tikaf di dalamnya, terus ia mengangkat Ghazalah ke atas mimbar sehingga ia khutbah. Sedangkan Al Hajjaj bertahan di rumahnya karena bala tentaranya berpecah-pecah sampai pasukannya berkumpul kepadanya setelah shubuh. Syabib shalat bersama para pasukannya di mesjid, dia dalam dua raka’at shubuh membaca Al Baqarah dan Ali Imran.

Kemudian ia berhadapan dengan Al Hajjaj berikut bala tentaranya, dan terjadilah pertempuran di pasar Kufah, para pengikut Syabib banyak yang terbunuh dan Syabib akhirnya terpaksa mundur dengan pasukannya ke Anbar, namun mereka dikejar pasukan Al Hajjaj dan pasukan Al Hajjaj memotong jembatan Dujail yang akan dilalui mereka, sedang Syabib ada di atas jembatan itu, sehingga ia dengan kudanya tenggelam dan ia mengucapkan: “Itulah ketentuan Al ‘Aziz Al ‘Alim” dan itu tahun 77 H.

Para pengikutnya di sisi jembatan Dujail yang lain membaiat Ghazalah, dan itu dikarenakan Syabibiyyah membolehkan imamah seorang wanita bila mampu mengurusi urusan mereka, sedangkan Ghazalah ini memiliki keberanian dan kepiawaian yang sangat hebat, di mana Al Hajjaj pernah kabur darinya di sebagian peperangan, sehingga ia dicela oleh sebagian penyair dengan ucapannya:

أسد عليّ وفـي الحروب نعامـة فتخاء تنفر من صغير الصافر

هلا برزت إلى غزالة في الوغى بل كان قلبك في جناحي طائر

Singa di hadapan saya tapi di medan laga ia burung unta

Penakut yang lari dari burung kecil

Kenapa kamu tidak hadapi Ghazalah di pertempuran

Tapi nyatanya hatimu ada di kedua sayap burung

Kemudian pasukan Al Hajjaj membunuhnya dan membunuh mayoritas tentaranya serta menawan sisanya.

Dan masih ada sisa-sisa Khawarij sepanjang Daulah Umawiyyah dan awal Daulah ‘Abbasiyyah, ini sebagai kelompok-kelompok yang menentang daulah. Adapun sebagai keyakinan-keyakinan yang terpencar yang dianut oleh individu-individu, maka saya tidak mengira ia telah terputus semenjak ia muncul hingga hari ini.

Ini adalah global keadaan Khawarij… berbagai golongan dan berbagai kelompok dengan ajaran-ajaran yang beraneka ragam, namun yang disepakati di antara mereka di antaranya:

Pengkafiran Ali, Utsman, Ashhabul Jamal, Al Hakamain, orang yang ridla dengan tahkim dan membenarkan al hakamain atau salah satunya, (Dan mereka tidak menganggap sah pernikahan kecuali atas dasar itu).[21]
Khuruj terhadap penguasa yang zalim.

Ini adalah pernyataan Abul Hasan Al Asy’ariy dalam Maqalat Al Islamiyyin 1/156 dan sebagian mereka menambahkan:

Ijma mereka atas takfier para pelaku dosa besar.

Abdul Qahir Al Baghdadi berkata: “Dan yang benar adalah apa yang dihikayatkan guru kami Abul Hasan dari mereka…”

Dan ia mengingkari ijma Khawarij atas takfier para pelaku dosa besar, dan menuturkan bahwa Najdat berkata: “Sesungguhnya pelaku dosa besar dari kalangan muwafiqin (orang-orang yang sejalan dengan) mereka adalah kafir nikmat dan bukan kufur dien di dalamnya”. Dan suatu kaum dari Khawarij telah berkata: “Sesungguhnya takfier itu hanyalah dengan sebab dosa-dosa yang di dalamnya tidak ada ancaman khusus, adapun yang ada had di dalamnya atau ada ancaman dalam Al Qur’an maka pelakunya tidak dilebihi atas nama yang ada di dalamnya, seperti menamainya: Pezina, Pencuri, dan yang serupa itu”. (Al Farqu Bainal Firaq hal 73).

Saya berkata: “Dan tidak penting bagi kita apa yang mereka ijmakan atas hal itu atau tidak mereka ijmakan, akan tetapi itu adalah pendapat jumhur mereka yang paling masyhur, jadi ia tergolong ushul mereka.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dan inti pendapat Khawarij adalah bahwa mereka mengkafirkan dengan sebab dosa. Terus mereka meyakini dosa sesuatu yang bukan dosa, dan mereka berpendapat hanya mengikuti Al Kitab tidak As Sunnah yang menyelisihi dhahir Al Kitab meskipun sunnah itu mutawatir. Mereka mengkafirkan mukhalif (orang yang menyelisihi) mereka, dan mereka menghalalkan darinya karena sebab riddah dia menurut mereka apa yang tidak mereka halalkan dari kafir ashliy, sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:

يقتلون أهل الإسلام، ويدعون أهل الأوثان”

“Mereka memerangi Ahlul Islam dan membiarkan ahlul autsan”,

Dan karena itu mereka kafirkan Utsman, Ali dan para pendukungnya, mereka kafirkan ahlu shiffin dari kedua pihak, serta hal serupa itu berupa pendapat-pendapat yang buruk”. Majmu Al Fatawa cet Dar Ibnu Hazm 3/221.

Tahqiq pendapat tentang macam memerangi Khawarij

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah menjelaskan di dalam Ash Sharimul Maslul setelah menuturkan hadits Ali yang lalu dari shahih Al Bukhari, di mana di dalamnya ada ucapan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:

( فأينما لقيتموهم فاقتلوهم فإن في قتلهم أجرا.. )

“Di mana saja kalian menjumpainya maka bunuhlah mereka, karena terdapat pahala dalam membunuh mereka…”

Dan hadits-hadits yang lainnya yang memotivasi untuk membunuh Khawarij, dan mensifati mereka bahwa mereka itu seburuk-buruknya orang yang terbunuh di kolong langit, dan memerintahkan untuk membunuhnya seperti pembunuhan ‘Aad: Bahwa memerangi Khawarij yang diperintahkan dalam hadits-hadits ini bukan tergolong jenis menghadang orang yang menyerang atau memerangi bughat; beliau berkata: “Karena mereka (bughat) itu hanyalah disyari’atkan memeranginya sampai kekuatan mereka hancur dan mereka menghentikan diri dari kerusakan dan masuk dalam ketaatan, mereka tidak dibunuhi di mana saja mereka dijumpai, tidak pula dibunuhi seperti pembunuhan ‘Aad, mereka juga bukan seburuk-buruknya orang yang terbunuh di kolong langit, mereka tidak diperintahkan untuk dibunuh, namun di penghujungnya hanya diperintahkan untuk diperangi, maka diketahuilah bahwa yang mewajibkan mereka (Khawarij) dibunuh adalah sikap muruq (keluar) darinya, sebagaimana itu ditunjukkan oleh sabdanya dalam hadits Ali:

يمرقون من الدين كما يمرق السهم من الرميه، فأينما لقيتموهم فاقتلوهم”

“Mereka muruq dari dien ini sebagaimana panah keluar/lepas dari busurnya, di mana saja kalian jumpai mereka maka bunuhlah mereka”.

Jadi beliau membangun perintah membunuh itu atas sikap muruq mereka, sehingga diketahuilah bahwa itu faktor yang mengharuskan untuknya” hingga ucapan beliau: “Dan Ali radliyallahu ‘anhu hanyalah tidak membunuhi mereka di awal mereka muncul adalah karena belum jelas baginya bahwa mereka itu adalah kelompok yang disifati itu sampai mereka menumpahkan darah Ibnu Khabbab dan menjarah ternak orang, sehingga nampak pada mereka ucapan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:

“يقتلون أهل الإسلام ويدعون أهل الأوثان”

“Mereka membunuhi ahlul Islam dan membiarkan ahlul autsan”,

Maka beliau mengetahui bahwa merekalah al mariqun, dan karena seandainya beliau membunuhi mereka sebelum muharabah maka tentulah bisa jadi kabilah-kabilah mereka marah dan meninggalkan Ali radliyallahu ‘anhu. Dan kebutuhan beliau terhadap bersikap lunak (mudarah) pada pasukannya dan meraih hati mereka adalah seperti keadaan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hajat beliau di awal mula terhadap sikap meraih hati kaum munafiqin…” hal 183-184.

Dan di tempat lain beliau jelaskan bahwa qital terhadap mereka adalah tergolong jenis orang-orang yang menolak sebagian ajaran Islam, seperti orang-orang yang menolak membayar zakat.

Beliau berkata dalam Al Fatawa 28/281: “Sesungguhnya qital orang-orang yang menolak membayar zakat dan Khawarij serta yang serupa mereka bukanlah seperti qital ahlul Jamal dan Shiffin, dan inilah yang ditegaskan dari jumhur ulama mutaqaddimin, serta ialah yang mereka tuturkan dalam i’tiqad Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan ia adalah madzhab penduduk Madinah seperti Malik dan yang lainnya, serta madzhab para imam hadits seperti Ahmad dan yang lainnya…” hingga ucapannya: “Karena Nash dan Ijma telah membedakan antara ini dan itu, dan sirah Ali radliyallahu ‘anhu juga membedakan antara ini dan itu. Beliau memerangi Khawarij dengan nash Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan senang dengan hal itu, serta tidak seorang sahabatpun menyelisihinya. Adapun perang di hari Shiffin, maka sungguh telah nampak darinya ketidaksukaan dan celaan atasnya. Beliau berkata tentang Ahlul Jamal dan yang lainnya: “Ikhwan kita membangkang terhadap kita, pedang telah mensucikan mereka”, dan beliau menshalatkan orang-orang yang terbunuh dari dua pasukan…”

Kemudian beliau tuturkan sebagian hadits-hadits tentang Khawarij, sebagiannya telah lalu, beliau berkata (282): “Sesungguhnya umat sepakat atas celaan terhadap Khawarij dan vonis sesat terhadap mereka. Namun mereka berselisih dalam hal takfier mereka, menjadi dua pendapat yang masyhur dalam madzhab Malik dan Ahmad, dan dalam madzhab Asy Syafi’iy –juga- ada pertentangan dalam hal takfier mereka.”

Oleh sebab itu ada dua pendapat dalam madzhab Ahmad dan yang lainnya….

Salah satunya: Mereka itu bughat.

Kedua: Mereka itu kuffar seperti murtaddin, boleh membunuh mereka di awal tindakan, boleh membunuh tawanannya, mengejar mereka yang lari, dan orang yang ditangkap di antara mereka disuruh taubat, kemudian bila taubat (dia diterima) dan bila tidak maka dibunuh.

Sebagaimana madzhab beliau tentang orang-orang yang menolak membayar zakat, bila mereka memerangi imam atas penolakan itu, apakah mereka itu dikafirkan disertai pengakuan akan kewajiban zakat itu? Ada dua riwayat.

Dan ini semuanya termasuk hal yang menjelaskan bahwa qital yang dilakukan (Abu Bakar) Ash Shiddiq terhadap orang-orang yang menolak membayar zakat dan qital Ali terhadap Khawarij tidaklah seperti qital yaumal jamal dan shiffin. Ucapan Ali dan yang lainnya tentang Khawarij menuntut bahwa mereka itu bukan kuffar seperti murtaddin dari Ashlul Islam, dan inilah yang ditegaskan dari Al Imam Ahmad dan yang lainnya. Dan namun demikian mereka itu hukumnya tidak seperti Ahlul Jamal dan shiffin, tapi mereka itu macam ketiga, dan inilah pendapat yang paling shahih di antara tiga pendapat tentang mereka). Majmu Al Fatawa cet Dar Ibnu Hazm 28/281-283 dan lihat juga 4/276-277.

Pendapat tentang pengkafiran Khawarij

Para ulama berselisih tentang pengkafiran (ikfar/takfier) Khawarij, dan telah kami ketengahkan kepada anda di awal kitab ini ihtijaj sebagian orang yang mengkafirkan mereka di antara ulama dengan hadits-hadits yang mengancam orang yang mengkafirkan saudara muslimnya dengan kekafiran.

Dan telah lalu ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah bahwa ulama telah berselisih tentang takfier mereka menjadi dua pendapat yang masyhur dalam madzhab Malik dan Ahmad, dan dalam madzhab Asy Syafi’iy – juga – ada perselisihan tentang takfier mereka.

Oleh sebab itu tentang mereka ada dua pendapat dalam madzhab Ahmad dan yang lainnya.

Pertama : Mereka itu bughat.

Kedua : Mereka itu kuffar seperti murtaddin.

Namun mayoritas Fuqaha dan Jumhur Ahlus sunnah tidak mengkafirkan Khawarij karena takwil mereka, bahkan Al Khaththabiy mengklaim ijma atas hal itu, beliau berkata: “Ulama kaum muslimin ijma bahwa Khawarij walaupun sesat adalah satu firqah dari firqah-firqah kaum muslimin, mereka membolehkan nikah dengan mereka dan makan sembelihan mereka, serta mereka itu tidak dikafirkan selama memegang ashlul Islam”.[22]

Ibnu Baththal berkata: “Jumhur ulama berpendapat bahwa Khawarij itu tidak keluar dari jajaran kaum muslimin, berdasarkan sabdanya -yaitu dalam hadits- “yatamaraa fil fauqi” karena tamari itu termasuk keraguan, dan bila terjadi keraguan dalam hal itu maka tidak dipastikan atas mereka vonis keluar dari Islam, karena orang yang telah tsabit baginya ikatan Islam dengan yakin maka tidak keluar darinya kecuali dengan yakin, berkata: “Dan Ali telah ditanya tentang ahli Nahrawan, apa mereka telah kafir? Maka beliau menjawab: “Dari kekafiran mereka telah lari.”.” Dari Fathul Bari.

Saya berkata: “Ucapan Ali ini diriwayatkan dari banyak jalan yang satu sama lain saling menguatkan, dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf 15/332 dari jalan Ibnu Syihab, ia berkata: “Saya sedang di samping Ali, terus ia ditanya tentang Ahlu Nahrawan, apakah mereka musyrikun? Beliau menjawab: “Dari syirik mereka lari”. Dikatakan: Kalau begitu mereka apakah munafiqun? Beliau menjawab: “Sesungguhnya munafikun itu tidak mengingat Allah kecuali sedikit”. Dikatakan: “Apa mereka itu?” Beliau jawab: “Kaum yang memberontak kepada kami.”

Dan ini dibawa kepada orang-orang yang ada pada zamannya dari kalangan Muhakkimah. Dan semisalnya apa yang dijadikan hujjah oleh para fuqaha untuk tidak takfier ahlul ahwa yang di antaranya Khawarij, berupa sikap sahabat dan tabi’in memberikan warisan kepada ahli waris Harura dan mengubur mereka di pekuburan kaum muslimin serta pemberlakuan ahkamul Islam atas mereka.[23]

Terutama sesungguhnya di antara orang yang datang setelah mereka itu ada orang-orang yang ghuluw dalam keyakinan mereka yang rusak, di mana mereka mengingkari shalat yang lima waktu sebagaimana yang dituturkan Ibnu Hazm, dan mereka berkata: “Yang wajib itu shalat di pagi hari dan shalat di sore hari”. Dan di antara mereka ada orang yang menambahkan semacam ajaran Majusi kepada ajaran mereka, di mana mereka membolehkan nikah dengan cucu perempuan dari anak laki-laki, dan keponakan perempuan. Di antara mereka ada yang mengingkari keberadaan surat Yusuf dari Al Qur’an[24], dan mengklaim bahwa orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah adalah mu’min di sisi Allah walaupun meyakini kekafiran dengan hatinya.

Sedangkan yang benar adalah membedakan dan merinci antara pemilik-pemilik pendapat ini dengan yang lainnya.

Dan atas dasar ini, bisa saja orang yang mengkafirkan Khawarij memaksudkan dengan hal itu macam orang-orang yang ghuluw ini.

Ibnu Hazm berkata: “Dan yang paling buruk keadaannya adalah kaum ghulat yang tadi disebutkan, dan yang paling dekat dengan pendapat ahlul haq adalah Ibadliyyah.”

* Tinjauan-Tinjauan Bersama Sifat-Sifat Khawarij *

Dan Orang-Orang Yang Paling

Serupa Dengan Mereka

(1) Tinjauan Pertama

Dari ringkasan sejarah dan aqa’id yang lalu nampak sekali ciri-ciri paling menonjol pada firqah yang sesat ini, sifat-sifatnya dan perilaku-perilakunya. Di sini saya akan mengisyaratkan kepada yang paling pentingnya, sebagai bentuk bara’ah darinya dan tahdzir bagi pencari kebenaran dari memiliki sifat darinya sedangkan ia tidak merasa:

Di antaranya kelancangan mereka dan sikap ngawur mereka dalam takfier kaum muslimin, bahkan takfier manusia pilihan dan pemuka umat ini dari kalangan sahabat dan para pengikut mereka dari ahlul qurun al mufadldhalah, dan yang paling terdepan adalah Utsman, Ali, Aisyah, Thalhah, Az Zubair, Abu Musa Al Asy’ariy, Amr Ibnul ‘Ash, Muawiyyah dan yang lainnya radliyallahu ‘anhum ajma’in. Dan Ibnu Umar telah mensifati mereka, bahwa mereka itu (manusia yang paling buruk, mereka mengambil ayat-ayat yang turun tentang kuffar terus mereka menjadikannya terhadap al mu’minin).[25]

Dan mereka membangun di atas hal itu penghalalan darah, harta dan kemaluan, terus mereka membunuh mukhalifin mereka, menghanimah hartanya dan memperbudak para wanitanya. Dan telah lalu khabar tentang sikap mereka membunuh Ibnu Khabbab dan merobek perut istrinya yang hamil.

Dan di sisi lain kelancangan yang berlebihan atas kaum muslimin ini, mereka berhias diri dengan sikap wara’ yang dingin terhadap kuffar dan musyrikin. Telah lalu bahwa mereka padahal membunuh Ibnu Khabbab, namun mereka bersikap wara’ dan sebagian mereka menasehati sebagian yang lain tentang sebutir kurma milik (kafir) mu’ahid dan babi milik orang kafir dzimmiy, sehingga mereka meminta penghalalan dari pemiliknya. Dan ini sebagai pembenaran sifat yang diberikan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam terhadap mereka, bahwa mereka itu (membunuhi ahlul Islam dan membiarkan ahlul autsan).

Al Qurthubi berkata dalam Al Mufhim setelah menuturkan sifat ini: (Dan ini semuanya tergolong pengaruh ibadah orang-orang jahil yang dada mereka tidak lapang dengan cahaya ilmu dan mereka tidak berpegang pada tali yang kokoh dari ilmu, serta cukuplah sesungguhnya tokoh mereka telah menolak perintah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan menuduhnya tidak adil, kita memohon keselamatan dari Allah).[26]

Di antara itu adalah sikap keras, tajam, kasar mereka dan kelancangannya terhadap kaum muslimin pilihan dengan klaim tauladan muthlaq dan mencari-cari kekeliruan dengan buruk sangka dan tanpa cari kejelasan, suatu yang menunjukkan kepada kesesatan dan ujub dengan diri, congkak terhadap muslimin, meremehkan mereka dan memandang kepada mereka dari atas, karena asal mereka adalah Dzul Khuwaishirah At Tamimiy, dia berani dan lancang serta berkata kepada manusia terbaik shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Berlaku adillah,” dan dalam satu riwayat: “Saya lihat kamu tidak adil,” dan diriwayat lainnya: “Sesungguhnya ini adalah pembagian yang tidak diinginkan dengannya wajah Allah.”

Sehingga tidak aneh bila setelah ini mereka mengatakan kepada Ali dengan sebab sikap setuju beliau atas penulisan namanya dalam Kitab Tahkim tanpa gelar Amirul Mu’minin: (Bila kamu bukan Amirul Mu’minin, maka berarti kamu Amirul Kafirin), ini padahal merekalah dahulu yang mendesaknya untuk menerima tahkim dan berkata kepadanya: (Penuhilah Kitabullah bila kamu diajak kepadanya, dan kalau tidak maka kami akan serahkan kamu seluruhnya kepada mereka, atau kami perlakukan kamu seperti apa yang telah kami lakukan terhadap Ibnu ‘Affan)!! Maka tepatlah pada mereka sifat-sifat yang dilontarkan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:

قوم أشداء أحداء ذلقة ألسنتهم بالقرآن)

(Kaum yang keras lagi kasar lagi kental lisan-lisan mereka dengan Al Qur’an). Padahal syari’at ini menganjurkan keras dan kasar terhadap kuffar mu’anidin, dan mengajak pada sifat lembut dan sayang terhadap kaum muslimin, namun Khawarij membalikkan itu. Sungguh Abu Ya’la telah meriwayatkan 3/1007 dari Anas secara marfu’:

(إن فيكم قوماً يتعبّدون حتى يعجبوا الناس ويعجبهم أنفسهم، يمرقون من الدين كما يمرق السهم من الرمية).

(Sesungguhnya di tengah kalian ada orang-orang yang rajin beribadah sehingga mereka membuat manusia terkagum dan diri mereka sendiri terkagum dengannya, mereka muruq dari dien ini seperti panah lepas dari busurnya).

Dan di antara bentuk merasa bangga diri Khawarij dengan diri mereka sendiri dan dengan pimpinannya adalah pujian mereka terhadapnya, padahal mereka itu makhluk yang paling buruk, yang dalam waktu yang sama mereka mencela, menghina bahkan mengkafirkan sahabat pilihan radliyallahu ‘anhum ajma’in.

Asy Syathibi berkata dalam Al I’tisham 2/268 saat membicarakan tanda-tanda ahluzzaigh (orang-orang sesat), dan beliau telah menuturkan Khawarij: (Sesungguhnya mereka itu mencela orang yang telah dipuji Allah dan Rasul-Nya serta As Salafush shalih telah sepakat untuk memuji dan menyanjung mereka, dan mereka memuji orang yang mana as salafush shalih telah sepakat mencelanya, seperti abdurrahman Ibnu Muljam pembunuh Ali radliyallahu ‘anhu dan mereka membenarkan tindakan dia membunuh Ali serta mereka berkata: Sesungguhnya tentangnya turun firman-Nya ta’ala:

“Dan di antara manusia ada orang yang menjual dirinya dalam rangka mencari ridla Allah” (Al Baqarah; 207)

Dan adapun yang sebelumnya yaitu firman-Nya:

“Dan di antara manusia ada orang yang membuat kamu terkagum ucapannya tentang kehidupan dunia ini…” (Al Baqarah: 204)

Maka sungguh ia turun tentang Ali radliyallahu ‘anhu. Sungguh mereka telah dusta – semoga Allah binasakan mereka -. Umran Ibnu Hithan[27] berkata dalam memuji Ibnu Muljam:
يا ضربة من تقي ما أراد بها إلا ليبلغ من ذي العرش رضوانا

إنـي لأذكره يومـاً فأحسبه أوفى البريـة عند الله ميزانـا

Oh pukulan dari orang yang bertaqwa yang tidak mengharap dengannya

Melainkan agar ia sampai kepada keridlaan dari Pemilik Arasy

Sungguh aku mengingatnya suatu hari maka aku menilainya

Manusia yang paling penuh timbangannya di sisi Allah.

Dan sungguh telah dusta ia semoga Allah melaknatnya). Dan semisal itu silahkan lihat bait-bait syair Abdul Qahir Al Baghdadi dalam bantahan terhadapnya di Kitab Al Farqu Bainal Firaq hal: 93.

Di antaranya cepatnya mereka melontarkan hukum (vonis) tanpa memahami dalil-dalil syar’iy atau tanpa mengerti akan maksud Allah di dalamnya serta sisi-sisi penunjukannya yang shahih. Akal mereka itu pemahamannya buruk sebagaimana yang dilebelkan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam terhadap mereka “bodoh pemikirannya”[28], maka telah menghalangi diri mereka dari mengambil faidah dari penjelasan As Sunnah terhadap Al Qur’an sehingga mereka ngawur, satu sama lain saling mengkafirkan dalam beberapa masalah serta saling mengajak taubat darinya, kemudian nampak bagi mereka kekeliruan mereka, atau mereka pindah kepada pendapat lain, terus mereka saling mengajak taubat dari taubat (yang lalu), dan kalau tidak maka mereka menjadi kafir dan begitulah. Itu semua karena kelemahan pemahaman mereka dan sikap ngawurnya dalam jalan-jalan Istidlal.

Al Mubarrid menyebutkan dalam Al Kamil bahwa maula (budak) Bani Hasyim datang kepada Nafi Ibnul Azraq, terus ia berkata kepadanya: “Sesungguhnya athfal kaum musyrikin itu di neraka, dan sesungguhnya orang yang menyelisihi kami adalah musyrik, sehingga darah athfal itu halal bagi kami”, maka Nafi berkata kepadanya: “Kamu telah kafir dan kamu telah menyerahkan diri kamu”.[29]

Ia berkata kepadanya: “Bila saya tidak mendatangkan hal ini kepadamu dari Kitabullah maka bunuhlah saya; Nuh berkata:

“Nuh berkata: Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma’siat lagi sangat kafir”. (Nuh: 26-27).

Maka Nafi bersaksi bahwa mereka semuanya di neraka, dan ia memandang boleh membunuh mereka, serta berkata: “Darnya adalah dar kufr kecuali orang yang menampakkan imannya, dan tidak halal sembelihan mereka, menikahi mereka serta tidak saling mewarisi dengan mereka…”

Perhatikanlah bagaimana mereka menempatkan ucapan Nuh yang menetap -‘Alaihis Salam- di tengah kaumnya selama 950 tahun, namun demikian mereka itu setiap kali Nuh mengajaknya maka mereka meletakkan jari-jarinya di telinga-telinga mereka, mereka menutupkan baju-baju mereka ke kepala mereka dan menyombongkan diri dengan secongkak-congkaknya, dan Allah telah mewahyukan kepadanya, “Sesungguhnya tidak akan beriman dari kaummu kecuali orang yang telah beriman” ; mereka menempatkan ucapan Nuh itu pada kaum muslimin dari generasi terbaik dan athfal mereka…!! Karena sekedar muncul di sini istidlal yang keliru menurut benak mereka yang mandul tanpa bashirah dan pengkajian yang tepat atau pemahaman yang sehat.

Dan ini pembenaran sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:

يقرؤون القرآن لا يجاوز تراقيهم

“Mereka membaca Al Qur’an sembari itu tidak melewati kerongkongan mereka”,

An Nawawi berkata: (Yang dimaksud adalah bahwa mereka tidak memiliki bagian di dalamnya kecuali lewatnya pada lisan mereka, tidak sampai ke kerongkongan mereka apalagi bisa sampai ke hati mereka, karena yang dituntut adalah memahaminya dan mentadabburinya dengan berpengaruhnya di hati).

Sikap berlebih-lebihan, ghuluw dan mempersulit diri dalam ahkam syar’iyyah, serta mempersempit apa yang telah Allah lapangkan atas kaum muslimin, dan memerintahkan mereka dengan hal yang sulit yang padahal Allah telah mengangkatnya dari umat ini. Di mana mereka mewajibkan sebagiannya shalat yang tertinggal atas wanita yang haidl di masa haidlnya, mereka memotong tangan pencuri dari ketiaknya dan mereka tidak memperhatikan nishab pencurian di mana mereka memotong tangan pada pencurian sedikit dan banyak, dan mereka mewajibkan hijrah kepada mereka, sebagian mereka mengkafirkan al qa’adah yang tidak memerangi kaum muslimin bersama mereka walaupun al qa’adah itu sepaham dengan paham mereka yang rusak itu, sebagian mereka tidak mengudzur termasuk wanita dalam meninggalkan hijrah kepada mereka, sungguh mereka telah mengkafirkan seorang wanita yang sepaham dengan mereka yang dipaksa oleh keluarganya untuk menikah dengan laki-laki yang tidak sepaham dengan mereka, dan mereka berkata: “Tidak ada alasan baginya kecuali hijrah kepada mereka, karena orang yang muqim di darul kufri maka dia itu kafir, tidak ada jalan bagi dia menurut mereka kecuali keluar”.[30]

Oleh sebab itu kaum muslimin di generasi pertama mengira terhadap setiap orang yang mempersulit apa yang telah Allah lapangkan, bahwa ia tergolong bagian mereka, sebagaimana meriwayatkan Al Bukhari dan Muslim sedangkan lafadh miliknya dari Mu’adzah, ia berkata: saya bertanya kepada Aisyah:

سألت عائشة: ما بال الحائض تقضي الصوم ولا تقضي الصلاة؟ فقالت: أحرورية أنت؟ قلت: لست بحرورية ولكني أسأل. فقالت: كان يصيبنا ذلك فنؤمر بقضاء الصوم ولا نؤمر بقضاء الصلاة).

“Apa gerangan wanita haidl mengqadla shaum dan tidak mengqadla shalat? Maka Aisyah berkata: Apakah kamu Haruriyyah? Saya berkata: Saya bukan Haruriyyah tapi saya bertanya. Maka ia berkata: “Kami mengalami hal itu, maka kami diperintahkan untuk mengqadla shaum dan tidak diperintahkan untuk mengqadla shalat”.

Dan di antara sifat mereka juga adalah selalu mengikuti ayat-ayat mutasyabihat dan mereka tidak memahami ayat-ayat muhkamat darinya.

Ath Thabari telah mengeluarkan dalam Tahdzibul Atsar dengan sanad yang shahih sebagaimana yang dikatakan Al Hafidh[31] dari Ibnu Abbas, dan disebutkan Khawarij di hadapannya, maka beliau berkata: “Mereka itu beriman dengan yang muhkam dan binasa pada yang mutasyabihnya”.

Oleh sebab itu para sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bila mereka mendapatkan sesuatu dari hal itu pada sebagian orang, maka mereka menduga orang itu bagian dari Khawarij, sebagaimana dalam hadits Shabigh Ibnu ‘Isl, dari Abu Utsman An Nahdiy, seorang laki-laki dari Bani Yarbu’ atau dari Bani Tamim bertanya kepada Umar Ibnul Khaththab radliyallahu ‘anhu tentang Adzdzriyat, Al Mursalat, dan An Nazi’at atau tentang sebagiannya, maka Umar berkata: “Coba buka tutup kepalamu,” ternyata ia memiliki wafrah[32], maka Umar berkata: “Demi Allah, seandainya saya melihatmu digundul, tentu saya pukul kepalamu ini”, kemudian Umar menulis surat kepada Ahlul Bashrah; jangan kalian duduk-duduk dengan dia”. Abu Utsman berkata: “Seandainya ia datang sedangkan kami seratus orang, tentu kami berpencar,” Syaikhul Islam berkata dalam Ash-Sharim hal 88: Al Umawiy dan yang lainnya meriwayatkannya dengan isnad shahih.

Dan begitu juga pandangan Tabi’in dan dugaan mereka, Malik dalam Al Muwaththa dan Said Ibnu Manshur meriwayatkan dalam sunannya juga Al Baihaqiy 8/96 dari Rabi’ah Ibnu Abi Abdirrahman, saya berkata kepada Sa’id Ibnul Musayyib: “Berapa pada satu jari wanita? (yaitu diyatnya)”, ia menjawab: “Sepuluh ekor unta,” saya berkata: “pada dua jari?” Beliau jawab: “Dua puluh,” saya berkata: “Pada tiga jari?” Beliau jawab: “tiga puluh.” Saya bertanya: “Pada empat jari? Ia berkata: “Dua puluh.” Maka saya berkata: “Tatkala besar lukanya dan dahsyat musibahnya malah berkurang ‘aqlnya (diyatnya)?!” Said berkata: “Apakah orang Irak kamu?” Saya menjawab: “Bukan, tapi ‘alim yang mencari kejelasan atau orang jahil yang sedang belajar,” ia berkata: “Ialah sunnah wahai keponakanku”.

Dan itu dikarenakan (diyat) luka wanita setara dengan (diyat) luka laki-laki sampai pada sepertiga diyat, kemudian bila sampai pada sepertiga maka ia kembali pada setengah diyat luka laki-laki, karena diyat wanita adalah separuh diyat laki-laki. Dan dalam hal ini lihat Kitabuddiyyat dalam Al Mughniy dan kitab fiqh lainnya.

Tatkala Said melihat sikap bertele-tele si penanya akan hal itu maka ia mengira orang itu memprotes sunnah dan mencari hal yang mutasyabih, dan oleh sebab itu beliau menanyainya: Apakah orang Irak kamu? Sedangkan Irak saat itu adalah sumber fitnah dan markas Khawarij.

Ini sejenis dengan ucapan Aisyah radliyallahu ‘anha tatkala ditanya oleh Mu’adzah tentang sebab wanita haidl tidak mengqadla shalat: “Apakah kamu Haruriyyah?”

Sebab Umar radliyallahu ‘anhu berkata kepada Shabigh (seandainya saya melihatmu digundul, tentu saya pukul kepalamu) karena di antara sifat mereka yang selalu mereka komitmen dengannya juga adalah menggundul botak kepala mereka, sebagaimana sifat mereka ini ada dalam hadits-hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya apa yang diriwayatkan Ahmad 3/197 dari Anas secara marfu’:

( يكون في أمتي اختلاف وفرقة، يخرج منهم قوم يقرؤون القرآن لا يجاوز تراقيهم سيماهم التحليق والتسبيت، فإذا رأيتموهم فأنيموهم)

“Akan ada di tengah umatku perselisihan dan perpecahan, dari mereka keluar suatu kaum yang membaca Al Qur’an, ia tidak melewati tenggorokan mereka, ciri mereka adalah di gundul (tahliq) dan tasbit, bila kamu melihat mereka maka tidurkanlah mereka)”.

Tasbit adalah menghabisi rambut yang pendek, dan makna yang sama ni’al sabtiyyah: Yaitu sandal yang bulu-bulunya dilenyapkan dari kulitnya.[33]

Di antara sifat mereka juga adalah penghiasan kebathilan mereka, pendekatannya serta pengkaburannya dengan Al Haq, oleh sebab itu terpedaya oleh mereka dan menjadi pengikut mereka kalangan juhhal dan orang-orang yang dangkal pemahamannya yang tidak memiliki pandangan yang tajam atau furqan. Tatkala mereka mendesak Ali untuk menerima tahkim mereka berdalil dengan firman-Nya ta’ala: “Apakah engkau tidak melihat kepada orang-orang yang telah diberi sebagian dari Al Kitab, mereka diajak untuk (merujuk) kepada Kitabullah…..”

Dan setelah tahkim, mereka kafirkan Ali seraya berdalil dengan firman-Nya:

“Dan siapa yang tidak memutuskan dengan apa yang telah Allah turunkan maka mereka itulah orang-orang yang kafir” (Al Maidah: 44)

Dan mereka mengganggu Ali dalam khutbahnya, mereka menimpalinya seraya berdalih dengan firman-Nya:

“Tidak ada putusan kecuali milik Allah”, (Yusuf: 40)

Maka Ali berkata: Kalimat haq yang dimaksudkan kebathilan dengannya.” Dan saat para amir mereka ceramah, mereka menyalakan perasaan semangat mereka dengan menyebutkan surga dan istisyhad, dan mereka mengatakan tentang kaum muslimin: (Keluarlah bersama kami dari negeri yang dhalim penduduknya ini)…. Ibnu Katsir telah mensifati mereka bahwa (mereka itu tergolong bentuk Bani Adam yang paling aneh) dan itu tatkala beliau menuturkan provokasi sebagian ahli ceramah mereka terhadap mereka untuk memerangi Ali dengan ucapannya: (Pukullah wajah dan kening mereka dengan pedang sampai Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang ditaati, kemudian bila kalian menang dan Allah ditaati sebagaimana yang kalian inginkan maka Dia memberi kalian pahala orang-orang yang taat, dan bila kalian terbunuh maka apa yang lebih utama dari kembali kepada ridla Allah dan surga-Nya).

Ibnu Katsir menuturkan dari sahabat Abu Ayyub Al Anshari, dan beliau itu termasuk panglima pasukan Ali, beliau berkata: (Saya menusuk seorang laki-laki dari Khawarij dengan tombak, terus saya tembuskannya dari punggungnya, dan saya berkata: “Bahagialah wahai musuh Allah dengan neraka”, maka ia berkata: Kamu akan tahu siapa di antara kita yang lebih berhak masuk neraka).

Al Hafidh Ibnu Hajar berkata dalam Al Fath (Kitab Istitabatul Murtaddin…..) (Bab qatlil Khawarij wal Mulhidin….) pada sifat mereka dalam al hadits bahwa mereka (mengatakan dari Khairi Qaulil Bariyyah) setelah mengisyaratkan pada ucapan orang yang berkata bahwa itu dari hati dan bahwa yang dimaksud dari Qauli Khairil Bariyyah adalah Al Qur’an, beliau berkata: (Dan ada kemungkinan bahwa sesuai dhahirnya, dan yang dimaksud adalah ucapan yang bagus secara dhahir, sedangkan bathinnya berbeda dengan (dhahirnya) itu, seperti ucapan mereka: “Tidak ada putusan kecuali milik Allah”, terhadap jawaban Ali…).

Di antara sifat mereka juga adalah banyaknya kontradiksi pada mereka dan cepat berbalik arah.

Mereka telah memaksa Ali untuk menerima tahkim, kemudian mereka mengkafirkannya dan khuruj terhadapnya dengan sebab tahkim!! Dan tatkala dikatakan kepada mereka: “Kembalilah kalian kepada tha’ati amirul mu’minin!” Mereka berkata: (Bila kalian datang kepada kami dengan orang seperti Umar tentu kami melakukan), kemudian tidak lama malah mereka mengangkat amir mereka Abdullah Ibnu Wahb Ar Rasibiy, seorang arab badui yang bukan sahabat, bukan orang yang terdahulu keislamannya dan tidak memiliki keutamaan. Mereka mengkafirkan Aisyah Ummul Mu’minin karena ia keluar ke Bashrah dan mereka mengingkari keluarnya tanpa mahram, dan mereka membacakan kepanya firman Allah ta’ala:

“Dan tinggallah kalian di rumah-rumah kalian”. (Al Ahzab: 33)

Padahal beliau keluar bersama saudaranya Abdurrahman dan keponakannya Abdullah Ibnu Az Zubair, juga setiap kaum muslimin adalah mahram baginya, karena semua mereka adalah anak-anaknya, kemudian sesungguhnya Syabibiyyah yang di antara mereka ada yang mengingkari Aisyah atas hal itu dan mengkafirkannya, mereka malah mengangkat Ghazalah sebagai amir mereka, dia dan sekelompok wanita Khawarij keluar untuk memerangi Hajjaj dan pasukannya!! Ini tergolong pemilahan mereka antara hal-hal yang serupa karena mengikuti hawa nafsu, padahal mereka itu (tergolong orang-orang yang paling kencang memakai qiyas).[34]

Dan di antara sifat mereka adalah cepat cerai berai, berpecah belah, berblok-blok dan berfaksi-faksi menjadi kelompok-kelompok dan firaq yang beraneka ragam karena hal sepele. Perselisihan far’iy apapun memungkinkan dengan sebabnya sebagian mereka bara’ dari sebagian yang lain dan saling mengkafirkan.

Wa Ba’du:

Ini adalah ciri-ciri dan sifat-sifat tercela, keyakinan dan pemikiran yang sesat, yang wajib atas setiap pencari kebenaran yang berupaya untuk menjadi bagian dari ashshab dan tentara Ath Thaifah Adh Dhahirah Al Manshurah Al Qaimah Bi Dienillah untuk menjauhkan dirinya darinya dan hati-hati darinya dan dari keburukannya.
قد هيّؤوك لأمرٍ لو فطنت له فاربأ بنفسك أن ترعى مع الهمل

Mereka telah mempersiapkanmu untuk suatu yang andai kamu mengetahuinya

Maka jauhkanlah dirimu bermain-main dengan pengangguran.

Setiap orang yang mengetahui kami dan mengetahui dakwah dan metode kami maka ia mengetahui bara’ah kami dan bara’ah dakwah kami bifadlillah ta’ala dari itu semuanya, dan bahwa kami tergolong orang yang paling menghati-hatikan darinya, bahkan di antaranya ada hal yang sebagian orang mendebat kami tentangnya, aniaya terhadap kami dan mencela kami, serta sebagian mereka mengkafirkan kami, karena sikap bara’ah kami dan tahdzir kami darinya. Namun demikian kami tidak pernah bermudahanah dengan orang dekat atau orang jauh atas hal itu, atau mengakuinya seharipun terhadap suatupun dari sifat-sifat tercela dan keyakinan-keyakinan sesat itu.

Dan setiap orang yang menghiasi diri dengan sikap obyektif dari kalangan khushum (lawan-lawan) kami mengakui akan hal itu dan bersaksi bagi kami akan hal itu.

Namun demikian, di antara hal yang mesti diingat terus di sini adalah bahwa tidak sah memvonis setiap orang yang memiliki suatu dari sifat-sifat tercela itu bahwa ia tergolong Khawarij, namun yang benar adalah bahwa seseorang tidak boleh dicap Khawarij sehingga ia memegang ushul Khawarij yang dengannya mereka sesat dan menyelisihi Ahlus sunnah.

Kaidah-kaidah Kulliyyah (dasar yang menyeluruh) yang mereka ada-adakan, seperti:

- Takfier para sahabat.

- Takfier para pelaku dosa besar dari kaum muslimin.

- Memerangi Ahlul Islam, dan menghalalkan darah, harta serta kehormatan mereka, namun membiarkan Ahlul Autsan.

- Dan yang lainnya yang telah kami isyaratkan.

Asy Syathibiy berkata dalam Al I’tisham 2/233 sedang beliau berbicara tentang masalah-masalah yang ada dalam hadits firqah-firqah yang menyelisihi Al Firqah An Najiyah -dan ia telah lalu-: (Masalah yang kelima: Sesungguhnya firqah-firqah ini hanyalah menjadi firqah-firqah dikarenakan menyelisihi Al Firqah An Najiyah dalam makna kully dalam dien ini dan dalam suatu kaidah dari kaidah-kaidah syari’at, bukan dalam hal juz’iy (cabang/bagian) dari juz’iyyat (dien ini), karena juz’iy dan far’u (cabang) yang ganjil tidaklah terlahir darinya penyelisihan yang dengan sebabnya terjadi perpecahan yang beraneka ragam kelompok, dan perpecahan itu hanyalah terlahir saat terjadi penyelisihan dalam al umur al kulliyyah…) hingga ucapannya: (Dan berlaku seperti berlakunya al qaidah al kulliyyah banyaknya juz’iyyat, karena ahli bid’ah bila memperbanyak dari membuat furu’ yang baru maka hal itu kembali dengan membawa pertentangan atas banyak hal dari syari’at ini, sebagaimana al qaidah al kulliyyah menjadi penentang juga. Dan adapun juz’iy maka ia berbeda dengan hal itu, bahkan terjadinya hal itu dari seorang mubtadi’ dianggap sebagai ketergelinciran dan kekeliruan baginya). Dan lihat juga hal: 287.

Maka dari sini diketahui bahwa orang yang selaras dengan Khawarij atau ahluz zaigh wadldlalal lainnya dalam suatu hal, tidaklah selayaknya dinisbatkan kepada mereka kecuali bila ia selaras dengan mereka dalam ushulnya dan qawaa’id kulliyyah mereka yang menyelisihi thariqah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, bukan orang yang selaras dengan mereka dalam sebagian furu’ atau akhlak yang tercela, seperti kasar, ngotot dan tergesa-gesa dalam melontarkan hukum-hukum syar’iy. Sesungguhnya ini meskipun ada pada Khawarij dan memang tergolong ciri yang menonjol bagi mereka, akan tetapi ia bukan tergolong qawaa’id mereka dan ushul kulliyyah yang khusus bagi mereka dan yang mereka ada-adakan dalam dien ini dan yang dengannya mereka menyelisihi Ahlus Sunnah.

Sedangkan akhlak ini bukanlah khusus bagi mereka dan bukan pula disandarkan atas mereka, akan tetapi terkadang ada pada selain mereka.

Mayoritasnya adalah semburan-semburan, reaksi-reaksi dan pantulan-pantulan pengaruh penyakit-penyakit hati yang terkadang ada pada selain mereka dari kalangan lemah iman dan faqir ilmu. Dan saya ingatkan ini karena sebagian para pemula dari kalangan thalabatul ilmi, engkau melihat mereka di awal perjalanannya bersikap mempersulit dan berlebih-lebihan dalam sebagian masalah yang belum mereka kuasai benar, dan bisa jadi mereka ngotot dalam pendapatnya dan tasyaddud dalam pemahamannya. Maka tidak halal -sedangkan keadaannya seperti ini- mencap mereka sebagai Khawarij karena sekedar hal itu, terutama sesungguhnya sifat yang tercela ini akan hilang pada umumnya bagi orang-orang yang jujur lagi ikhlas dengan khasyyah (takut kepada Allah) yang merupakan inti ilmu, sebagaimana Allah ta’ala mensifati para ulama dalam Kitab-Nya, dan hal itu bisa didapatkan dengan mentadabburi Firman Allah dan mengkaji hadits-hadits yang menghati-hatikan dari tanaththu’ dan ghuluw, dan (hadits-hadits) yang mengancam dari thalabul ilmi untuk tujuan membanggakan diri, riya, sum’ah, miraa (berbantahan) dan mendebat orang-orang dungu. Dan itu bisa dibantu dengan mentelaah ungkapan para ulama, membaca biografi mereka dan dengan mengetahui keadaan mereka, sifat-sifatnya dan akhlaknya.

Dan di dalam hadits dari Abdullah Ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma, berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

( لكل عمل شِرَّةٌ ولكل شرّة فترة، فمن كانت فترته إلى سنتي، فقد اهتدى، ومن كانت فترته إلى غير ذلك فقد هلك) رواه ابن أبي عاصم وابن حبان في صحيحه. وفي رواية ( لكل عامل ).

(Setiap amalan itu ada saat giatnya, dan bagi setiap giat itu ada futurnya (lemahnya), siapa orang yang fatrah (futur)nya kepada Sunnahku maka ia telah mendapat petunjuk, dan siapa yang fatrahnya kepada selain itu maka ia telah binasa). Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Ashim dan Ibnu Hibban dalam shahihnya, dan dalam satu riwayat: (Bagi setiap orang yang beramal).

Ini menjelaskan bahwa sifat ini didapatkan pada suatu fase dari fase-fase bagi mayoritas orang. Dan orang yang Allah inginkan kabarkan baginya, maka Dia subhanahu memalingkannya dari sifat itu dan menjaga darinya dengan mengupayakan jiwa untuk taat dan ittiba’ sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Dan yang wajib atas pencari kebenaran selagi ia telah mengetahui sifat-sifat Khawarij yang tercela, adalah ia menjauhi dari menyerupai mereka pada suatu darinya dan ia menghiasi diri dengan sifat-sifat ash shalihin, ciri al muttaqin dan tuntunan ulama rabbaniyyiin, apalagi ahlul haq dan ansharuddien dari kalangan ashhabuth thaifah al qaimah bi amrillah ta’ala, serta ia harus berhati-hati sekali dari lembah-lembah al ghuluw, hawa nafsu dan tafarruq yang bisa menggiring untuk keluar dari dien, karena sesungguhnya ghuluw dan hawa nafsu telah menggiring Khawarij itu padahal mereka itu rajin dan ahli ibadah kepada sikap muruq (dari dien), sehingga jadilah mereka seburuk-buruknya orang yang terbunuh di kolong langit pada zaman itu, padahal mereka dekat dengan zaman nubuwwah dan banyak para sahabat serta berada di generasi terbaik. Maka harus lebih takut darinya, hati-hati darinya dan dijauhi oleh orang yang datang sesudah mereka, atau orang yang ada pada zaman-zaman akhir ini yang mana ilmu sudah berkurang, kejahilan menjalar di dalamnya, dan orang-orang menjadikan tokoh-tokoh kesesatan sebagai panutan, serta masing-masing bangga dengan pendapatnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Sesungguhnya dienullah adalah pertengahan antara orang yang ghuluw di dalamnya dengan orang menjauh darinya. Allah ta’ala tidak memerintahkan suatu perintah-Nya kepada hamba-hamba-Nya melainkan syaitan merintang di dalamnya dengan dua hal yang mana dia tidak peduli dengan yang mana dia berhasil, apakah ifrath di dalamnya atau tafrith. Dan bila saja Al Islam yang mana ia adalah dienullah yang mana Dia tidak menerima dari seorangpun selain Islam; syaitan telah merintangi banyak kalangan yang intisab kepadanya, sehingga dia mampu mengeluarkannya dari ajarannya, bahkan ia mengeluarkan banyak kelompok yang tergolong orang yang paling ahli ibadah dan paling wara’ umat ini darinya, sampai mereka lepas darinya sebagaimana panah lepas dari busurnya.” 3/236.

Dan beliau menuturkan sebagian hadits-hadits tentang Khawarij yang lalu… terus berkata hal 237: “Bila saja pada masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para khalifahnya yang lurus telah intisab kepada Islam orang yang lepas darinya padahal ia rajin sekali beribadah, sampai Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memerangi mereka, maka diketahuilah bahwa orang yang intisab kepada Islam atau kepada Sunnah pada zaman ini bisa muruq (lepas) juga dari Islam dan Sunnah, sehingga mengklaim sunnah orang yang bukan ahlinya bahkan telah lepas darinya, dan itu dengan beberapa sebab:

- Diantaranya ghuluw yang telah Allah cela dalam kitab-Nya, di mana Dia berfirman: “Hai ahli kitab jangan kalian ghuluw dalam dien kalian…”

Dan firman-Nya ta’ala:

“Katakanlah: “Hai ahli kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”.”. Al-Maidah: 77.

Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“إياكم والغلو في الدين، فإنما أهلك من كان قبلكم الغلو في الدين” وهو حديث صحيح.

“Jauhilah ghuluw dalam dien, karena yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah ghuluw dalam dien.” Dan ia hadits shahih.

- Diantaranya perpecahan dan perselisihan yang telah Allah ta’ala sebutkan dalam kitab-Nya Yang Maha Agung.

- Dan di antaranya hadits-hadits yang diriwayatkan dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan ia adalah dusta atas nama beliau dengan kesepakatan ahli ilmu, yang didengar oleh orang jahil sebagai hadits, terus dia membenarkannya karena selaras dengan dugaan dan hawa nafsunya.

Sedangkan asal kesesatan itu adalah mengikuti praduga dan hawa nafsu, ebagai mana firman-Nya ta’ala tentang orang-orang yang Dia cela:

“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan Sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.” (An-Najm: 23).

Dan berfirman tentang haq Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:

“Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm: 1-4).

Allah telah sucikan beliau dari kesesatan dan ghiwayah (kesesatan) yang mana keduanya adalah kejahilan dan kezaliman.

Orang sesat adalah orang yang tidak mengetahui al haq.

Sedang al ghawi (orang yang sesat) adalah yang mengikuti hawa nafsunya.

Dan Dia kabarkan bahwa ia tidak berkata dari sumber hawa nafsu, namun ia adalah wahyu yang Allah wahyukan kepadanya.

Dia mensifatinya dengan ilmu dan mensucikannya dari hawa nafsu.” Al Fatawa cet. Dar Ibnu Hazm 3/238.

(2) Tinjauan Kedua

Wajib memperhatikan dan membedakan dalam musthalah khuruj antara al kharijin (orang-orang yang keluar menentang) ‘alal hukkam (terhadap penguasa) baik karena kezaliman pemerintah atau karena ingin kedudukan dan kekuasaan, dengan Khawarij pemilik bid’ah aqidah dan ushul yang menyelisihi Ahlus Sunnah yang telah lalu dibicarakan. Khawarij itu keinginan mereka pertamanya bukanlah kekuasaan, sungguh engkau telah mengetahui sikap zuhud mayoritas mereka akan dunia ini dan kecenderungan mereka yang sangat terhadap tanassuk (ketaatan) dan ibadah serta kematian demi aqidah-aqidah mereka yang sesat itu, kemudia mereka itu tidak menentang penguasa saja seperti yang telah engkau lihat, akan tetapi keluar menyerang seluruh kaum muslimin, mereka tidak membedakan antara orang baik dengan orang buruk, justeru mereka menghalalkan membunuh mereka, menjarah hartanya dan memperbudak para wanitanya. Ini dilakukan setelah mereka memvonis mereka kafir, dan mayoritas mereka tidak mengecualikan athfal dari itu semua, jadi faktor-faktor pendorong bagi mereka adalah keyakinan yang ganjil lagi sesat dan menyimpang.

Adapun yang lain, yaitu yang memberontak terhadap penguasa, atau yang keluar menentang dalam rangka mencari kekuasaan, bukan untuk mengajak kepada keyakinan, dan mereka itu ada dua macam:

- Pertama, mereka yang keluar menentang dalam rangka marah karena dien dan dalam rangka mengingkari kezaliman para penguasa, sebab mereka tidak mengamalkan sunnah, atau karena mereka mengakhirkan shalat, maka mereka itu adalah ahlul haq, dan para ulama menilai di antara mereka itu Al Husen Ibnu Ali radliyallahu ‘anhuma, Ahlul Madinah dalam tragedi Al Harrah, dan Al Qurra yang khuruj terhadap Al Hajjaj bersama Abdurrahman Ibnu Asy’ats serta yang lainnya.

- Dan macam kedua adalah yang keluar dalam rangka mencari kekuasaan saja, baik mereka memiliki syubhat atau tidak, dan mereka itu al bughat.[35]

Saya berkata: Bila saja para ulama menilai orang yang kharij (keluar menentang) terhadap penguasa yang zalim dalam rangka mengingkari kemungkaran mereka adalah bagian dari ahlul haq dan para ulama tidak menyamakannya dengan Khawarij mariqin sama sekali, padahal sesungguhnya jumhur ahlus sunnah memandang mesti sabar terhadap para pemimpin meskipun aniaya dan tidak memandang perlu khuruj atas mereka selama mereka tidak menampakkan kekafiran yang nyata, maka apa gerangan dengan orang yang khuruj terhadap para penguasa sedangkan ia telah melihat dengan jelas kekafiran yang nyata dan kemusyrikan yang terang yang beraneka warna dan bentuk? Maka apa boleh mencap orang yang membela dienullah ini dengan cap Khawarij? Sebagaimana yang dilakukan oleh banyak kalangan yang telah Allah hapus bishirahnya serta telah Dia kunci mata hatinya, di mana mereka mencap setiap orang yang merongrong atau menentang para thaghut musyarri’in dan para penguasa yang musyrik yang menetapkan undang-undang kafir, dengan cap Khawarij, meskipun mereka itu tergolong Ahlussunnah pilihan dan afadlilul mujahidin, dan baik sikap penentangan mereka terhadap para thaghut itu atau sikap khurujnya terhadap mereka dan terhadap kekafirannya itu dengan pena atau dengan lisan, atau dengan kekuatan dan senjata.

Dan masalahnya tidak berhenti pada fitnah yang bathil dan tuduhan yang dusta ini saja, namun engkau dapatkan dari mereka itu orang-orang yang memancing para thaghut untuk memusuhi para muwahhidin itu, mereka memanas-manasinya dengan mereka, membantunya untuk membungkam mereka dan menghabisi dakwahnya, serta memberikan mereka masukan tentang cara menghentikan jihad mereka.

Seandainya mereka itu benar dalam klaimnya dan kaum muwahhidin itu memang Khawarij seperti klaim mereka, maka alangkah baiknya andaikata mereka itu menghiasi diri dengan akal dan pemahaman ulama Maghrib dalam mempertimbangkan antara mafasid, di hari saat mereka keluar untuk memerangi Bani ‘Ubaid Al Qadah di bawah panji Abu Yazid Al Khariji, dan tatkala sebagian orang mencela mereka karena memerangi mereka di bawah panji orang Khawarij, mereka berkata: (Kami memerangi bersama orang yang maksiat kepada Allah, orang yang kafir kepada Allah…) Dan hari itu Abu Ishaq Al Faqih berkata: (Mereka itu ahlu kiblat, sedangkan mereka (Banu Ubaid) itu bukan ahlu kiblat, kemudian kalau kami telah mengalahkan mereka, maka kami tidak akan masuk di bawah panji Abu Yazid, karena ia seorang Khawarij). Bagaimana itu sedangkan para pengusung dakwah yang penuh berkah ini telah bara’ dari aqidah dan cara Khawarij mariqin sebagaimana bara-ah serigala dari darah Yusuf ‘Alaihi Salam, maka kenapa bila kaum khawalif itu lemah dan duduk tidak mau membantu mereka serta merasa cukup dengan kehinaan dan basa-basi serta cenderung rukun kepada musuh-musuh Allah, mereka itu (kenapa tidak) menahan lisan mereka dari dusta, mengada-ada dan fitnah:
أقلّـوا عليـهم لا أبا لأبيـكمو من اللوم أوسدّوا المكان الذي سدوا

Kurangilah celaan terhadap mereka

Atau tempatilah posisi yang mereka isi

(3) Tinjauan Ketiga

Dikarenakan telah nampak di hadapan kamu apa yang telah lalu, maka mesti (diketahui) bahwa di antara manusia yang paling serupa dengan Khawarij dan yang lebih serupa dengan mereka dengan sebab sifat-sifat mereka dan akhlak-akhlak mereka yang tercela –dan tidak saya maksudkan I’tiqad- adalah mereka para pengekor dari kalangan yang intisab kepada ilmu dan dien yang cocok banyak dari mereka menyandang sifat-sifat Khawarij yang tercela. Dan sifatnya yang paling menonjol adalah sifat yang disandangkan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam buat mereka dalam hadits muttafaq ‘alaih bahwa mereka itu “membunuhi Ahlul Islam dan membiarkan ahlul autsan”. Mereka orang-orang yang telah diisyaratkan kepadanya dari kalangan yang damai terhadap thaghut dan perang terhadap muwahhidin dan terhadap dakwah serta jihad mereka, atau silahkan katakan mereka itu Murjiah bersama para thaghut lagi Khawarij terhadap para muwahhidin: sering sekali kami melihat mereka memanas-manasi para thaghut dengan para du’at yang menentang undang-undang dan kekafiran-kekafiran mereka, mereka menganjurkan para thaghut untuk menghabisi kaum muwahhidin, serta menyusunkan fatwa-fatwa yang memperindah hal itu dan menganggapnya bagus[36], bahkan menjadikannya sebagai bagian amal dan qurbah terbaik kepada Allah, karena mereka menemakan para muwahhidin sesekali sebagai bughat!! Seolah mereka itu membangkang terhadap Ali Ibnu Abi Thalib radliyallahu ‘anhu atau para pemimpin adil lainnya…!!

Terkadang mereka menamainya Khawarij, terus mereka mengkafirkannya dengan hal itu sesuai pendapat sekelompok ahlul ilmi yang mengkafirkan Khawarij, sehingga para pengekor itu dengan sebab itu menjadi lebih buruk dari Khawarij mariqin.

Karena Khawarij mengkafirkan dengan sebab maksiat dan dosa, sedangkan para pengekor itu mengkafirkan dan menganggap sesat (para muwahhidin) dengan sebab murni tauhid serta bara’ah dari syirik dan tandid.

Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada Ibnul Qayyim saat berkata tentang orang-orang macam mereka:
بالذنب تأويلا بلا إحسان
هو غاية التوحيد والإيمان
قد جاء بالآثار والقرآن
أخذواالظواهرمااهتدوا لمعان
نسبوا إليه شيعة الإيمان
سيفين سيف يد وسيف لسان
وهم البغاة أئمة الطغيان
فساقَ ملّته فمن يلحاني
والله ما الفئتان مستويان
وبين مكفر العصيان!
وكلاكما فئتان باغيتان
هذا وبينكما من الفرقان
لم يفهموا التوفيق بالإحسان
ـبه التي هي فكرة الأذهانمنــهم للحـق والإيـمان

على الحديث الموجب التبيان

عـليهـما، أفأنتـم عدلان؟
من لي بشبه خوارج قد كفّروا
وخصومنا قد كفرونا بالذي
ومن العجائب أنهم قالوا لمن
أنتم بذا مثل الخوارج إنهم
فانظرإلى ذاالبهت هذا وصفهم
سلّواعلى سنن الرسول وحزبه
والله ما كان الخوارج هكذا
كفرتمُ أصحابَ سنّتِه وهمْ
إن قلتُ هم خيرٌ وأهدى منكم
شتان بين مكفرٍ بالسنةِ العليا
قلتم تأولنا كذاك تأوّلوا
وكلاكما للنص فهو مخالف
هم خالفوا نصاً لنصٍ مثله
لكنكم خالفتم المنصوص للشـفبأي شـيء أنتم خير وأقرب

هم قدموا المفهوم من لفظ الكتاب

لكنـكم قدمتـم رأي الرجال
لاحَ الصباحُ لمن له عينان
بالعدل والإنصاف والميزان
برآءُ إلا من هدى وبيان أم هم إلىالإسلام أقرب منكم؟
والله يحكم بينكم يوم الجزا
هذا ونحن فمنهم بل منكم

Apa saya serupa dengan Khawarij yang telah mengkafirkan

dengan sebab dosa secara takwil tanpa ihsan

sedang khusun kami telah kafirkan kami dengan suatu

yang ia adalah puncak tauhid dan iman

Dan yang aneh adalah sungguh mereka berkata kepada orang

yang telah datang dengan Atsar dan Al Qur’an:

“Kalian dengan ini seperti Khawarij karena mereka

mengambil hal-hal dhahir seraya tidak memahami maknanya”

Coba lihatlah fitnah bohong ini, inilah pencapan mereka

mereka nisbatkan kalangan yang beriman kepadanya

mereka hunus terhadap sunnah Rasul dan para pengikutnya

dua pedang, pedang tangan dan pedang lisan.

Demi Allah, Khawarij itu tidaklah seperti ini

Dan mereka itulah bughat terhadap para penguasa durjana

Kalian kafirkan para pengikut sunnahnya, sedang mereka[37]

(kafirkan) orang-orang fasiq millahnya, maka siapa mendebatku.

Bila aku katakan mereka itu lebih baik dan lebih lurus dari kalian

Demi Allah dua kelompok itu tidak sama

jauh perbedaan antara yang mengkafirkan dengan sebab sunnah yang tinggi

Dengan yang mengkafirkan dengan sebab maksiat.

Kalian katakan:”Kami mentakwil”, Begitu juga mereka mentakwil

Sedang kalian berdua adalah dua kelompok yang aniaya

Kalian keduanya menyelisihi nash

Namun terdapat perbedaan antara kalian berdua

Mereka menyelisihi nash dengan nash serupa

Yang mereka tidak paham cara menyatukan dengan baik

Namun kalian telah selisihi al manshush karena

Syubhat yang mana ia adalah fikrah benak kalian[38]

Dengan dasar apa kalian lebih baik dan lebih dekat

daripada mereka kepada al haq dan al iman

Mereka dahulukan al mafhum dari lafadl Al Kitab

terhadap al hadits yang memberikan penjelasan

Namun kalian dahulukan pendapat orang

terhadap keduanya, maka apa kalian adil?

Ataukah mereka kepada Islam lebih dekat daripada kalian?

Telah nampak waktu pagi bagi yang memiliki dua mata

Allahlah memutuskan di antara kalian di hari pembalasan

dengan adil, obyektif dan timbangan.

Inilah sedang kami dari mereka bahkan dari kalian

berlepas diri kecuali dari petunjuk dan bayan.

Inilah sungguh telah jelas di hadapanmu dalam uraian yang lalu mu’amalah Ali dan orang-orang yang bersamanya terhadap Khawarij haqiqiyyin mariqin, di mana mereka tidak mendhalimi sedikitpun dari hak-haknya, mereka mengajaknya munadharah, dan mensuratinya berulang kali sebelum qital, serta tidak memulai memerangi mereka sampai mereka membunuh kaum muslimin dan menjarah harta dan ternak mereka. Dan sebelum perang dilakukan mereka menyeru mereka: “Siapa yang menjauhi qital atau musuh Kufah dan Madain maka dia aman”, kemudian juga perlakuannya dalam memerangi mereka, bahwa mereka tidak menghanimah hartanya, tidak merampasnya bahkan justru mengembalikannya kepada auliyanya serta memberikannya kepada ahli waris mereka. Ini semua disertai adanya hadits-hadits yang menganjurkan untuk membunuh mereka di mana saja didapatkan, dan menyerupakannya dengan pembunuhan ‘Aad, serta bahwa mereka itu seburuk-buruknya orang-orang yang terbunuh, juga bahwa terdapat pahala dalam membunuh mereka.

Dan semua itu dari Ali radliyallahu ‘anhu, sebagai bentuk tatsabbut, dan kehati-hatian dalam darah orang-orang yang intisab kepada millah, dan kegembiraannya tidak dahsyat dengan membunuh mereka kecuali saat yakin bahwa mereka itu orang-orang yang dimaksud dalam banyak hadits saat beliau menemukan Dzuts Tsadyah di antara para korban terbunuh, kemudian meskipun demikian beliau saat ditanya tentang mereka: “Apakah mereka itu musyrikin?” beliau berkata: “Dari syirik mereka lari”. Terus ditanya: “Apakah munafiqun?” beliau berkata: “Sesungguhnya munafiqin tidaklah mengingat Allah kecuali sedikit”.[39]

Mana fiqh salaf radliyallahu ‘anhum, wara’ mereka dan obyektifitas mereka termasuk terhadap Khawarij mariqin; dari sikap aniaya dan kezaliman khawalif (orang-orang kemudian) yang berlaku aniaya terhadap kaum muwahhidin pada zaman kita ini.

(4) Tinjauan Keempat

Di antara keserupaan kaum khawalif yang suka menebar berita bohong dengan Khawarij adalah istidlal mereka dengan nushushul Kitab dan As Sunnah tanpa pemahaman, atau pengkajian atau pandangan, serta penempatan ucapan ulama bukan pada tempatnya.

Mereka menyerupai Khawarij dalam sifat yang dilabelkan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa mereka “membaca A Qur’an sembari tidak melewati tenggorokan mereka” yaitu tidak melewatinya untuk sampai ke hati yang mana ia adalah tempat akal dan pemahaman.

Di mana kaum khawalif menelusuri bantahan-bantahan salaf terhadap Khawarij, dan mengambil takwil mereka bagi kekafiran yang ada pada firman-Nya ta’ala “Dan siapa yang tidak memutuskan dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang kafir” saat Khawarij menempatkannya terhadap setiap orang yang maksiat kepada Allah, bahkan mereka menempatkannya dan juga ayat-ayat yang semisalnya -sebagaimana yang lalu- terhadap Al Hakamain, Ali, Muawiyyah dan para pengikut mereka.

Terus para khawalif itu (baca salafi maz’um) mengambil ucapan-ucapan salaf tentang bantahan mereka terhadap perbuatan Khawarij ini, terus menukilnya kepada selain tempatnya yang tepat, dan menempatkannya terhadap kaum murtaddin dan musyrikin dari kalangan para thaghut hukum yang telah melakukan beraneka warna dan ragam kekafiran yang nyata dan kemusyrikan yang jelas, yang panjang penjabaran, penjelasan serta penelusurannya.

Terus mereka menjadikannya dengan perbuatan dan tadlis mereka ini; (sebagai kufrun duna kufrin) atas lisan salaf yang padahal pada zaman mereka sama sekali tidak pernah ada bandingan-bandingannya.

Dan ini diambil oleh orang-orang dari kalangan tokoh mereka atas dasar kurang amanah dalam hal bergaul dengan dalil-dalil dan nushush, sebagaimana yang kami ketahui mereka. Dan umumnya mereka serabutan di dalamnya karena kekurangan pemahaman mereka, tipisnya fiqh mereka serta kelemahan pengetahuan mereka terhadap dilalat ayat Al Kitab dan asbab nuzulnya, sebagaimana ia keadaan Khawarij, ini dengan berbaik sangka terhadap mereka.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah: (Dan bid’ah-bid’ah pertama seperti bid’ah Khawarij, itu terjadi hanya berasal dari buruknya pemahaman mereka akan Al Qur’an, padahal mereka tidak bersengaja menentangnya, namun mereka memahami dari apa yang tidak ditunjukkan oleh nash itu, kemudian mereka mengira bahwa itu mengharuskan takfier para pelaku dosa, karena orang mu’min itu adalah orang yang baik lagi bertaqwa. Mereka berkata: “Orang yang bukan baik lagi bertaqwa maka dia itu kafir dan kekal di neraka”, terus mereka berkata: Utsman, Ali dan yang loyal kepada keduanya bukanlah kaum mu’minin, karena mereka memutuskan dengan selain apa yang telah Allah turunkan. Sehingga bid’ah mereka itu memiliki dua muqaddimah:

Pertama: Bahwa orang yang menyelisihi Al Qur’an dengan amalan atau dengan pendapat yang ia keliru di dalamnya maka ia kafir.

Dan kedua: Bahwa Utsman, Ali dan yang loyal kepada keduanya adalah seperti itu…) Majmu Al Fatawa cet Dar Ibnu Hazm 13/20.

Saya berkata: Tatkala para sahabat membantah mereka dan mendebatnya dalam macam pemahaman-pemahaman yang sakit ini, maka datanglah al mujadilun ‘anith thawaghit (para pembela para thaghut), terus mereka mengambil bantahan para sahabat itu dalam konteks kondisi itu, seperti ucapan mereka (kufrun duna kufrin) atau (bukan kekafiran yang kalian yakini) dan ucapan serupa yang disandarkan kepada mereka sedang sebagiannya pada sanad-sanadnya ada perbincangan, kemudian mereka menempatkan itu terhadap kemusyrikan para musyari’in (pembuat hukum/UU) yang nyata dan kekafiran para pakar undang-undang yang nyata jelas.

Syaikhul Islam berkata juga 13/112: Awal perpecahan dan munculnya bid’ah di dalam Islam adalah setelah terbunuhnya Utsman dan pecahnya kaum muslimin, kemudian tatkala Ali dan Mu’awiyyah sepakat atas tahkim, maka Khawarij mengingkari dan berkata: “Tidak ada putusan kecuali milik Allah”, serta mereka meninggalkan jama’atul muslimin. Maka Ibnu Abbas diutus kepada mereka, kemudian beliau mendebat mereka, maka setengah mereka rujuk…) hingga ucapannya: (…bahkan mereka berkata: Sesungguhnya Utsman, Ali dan yang loyal kepada keduanya telah memutuskan dengan selain apa yang telah Allah turunkan “Dan siapa yang tidak memutuskan dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang kafir” terus mereka kafirkan kaum muslimin dengan hal ini dan yang lainnya.

Sedangkan Takfier mereka itu dibangun di atas dua muqaddimah yang bathil:

Pertama : Bahwa ini menyelisihi Al Qur’an.

Kedua : Bahwa orang yang menyelisihi Al Quran adalah kafir, walaupun ia keliru atau merasa dosa seraya meyakini wajib dan pengharaman).

Perhatikan ini baik-baik dan pahami benar, karena sesungguhnya takfier Khawarij terhadap kaum muslimin dan para imam mereka yang memberlakukan syari’at Allah, tatkala itu terjadi karena berdasarkan muqaddimah yang rusak lagi bathil ini, maka salaf seperti Ibnu Abbas dan yang lainnya[40] mendebat mereka dan membantah mereka dengan bantahan yang lalu, dan oleh sebab itu Ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma berkata sebagaimana yang telah lalu tentang Khawarij:

هم شرار الخلق انطلقوا إلى آيات أنزلت في الكفار فجعلوها على المؤمنين).

(Mereka itu makhluk yang paling buruk, mereka mengambil ayat-ayat yang diturunkan tentang kuffar terus mereka menjadikannya terhadap mu’minin).

Terus datang kaum khawalif itu yang mana mereka adalah orang yang paling serupa dengan kebodohan pemikiran Khawarij dan kekurangpahaman mereka serta kekerdilan fiqh mereka, dan mereka mengambil ungkapan-ungkapan salaf tentang kaum muwahhidin dengan dosa, terus mereka menjadikannya buat para thaghut murtaddin dan buat kaum musyrikin wal mulhidin, dengannya mereka membentengi dari kekafirannya yang nyata dan kemusyrikannya yang jelas, serta dengannya mereka mendorong pada leher orang yang mengkafirkannya dari kalangan muwahhidin!![41]

(5) Tinjauan Kelima

Dan di antara penyerupaan orang-orang tersebut terhadap Khawarij juga adalah penamaan mereka dan penyebutan mereka terhadap thaghutnya yang membuat hukum dan kaum murtaddin dengan sebutan imamul muslimin atau amirul mu’minin, pembai’atan mereka terhadapnya dan tidak mempertimbangkan satupun dari syarat-syarat imamah syar’iyyah, atau memperhatikan keterpenuhan hal itu pada mereka, bahkan mereka itu lebih buruk dari Khawarij dalam hal itu. Di mana engkau telah mengetahui bahwa awal Khawarij membai’at setelah mereka keluar dari keamiran Ali dan celaan terhadap keamiran Utsman, seorang arab badui yang tidak terpenuhi padanya syuruthul imamah, namun dia muslim, dan bahwa mereka menamakan selain orang Quraisy dari kalangan yang tidak diijmakan umat sebagai amirul mu’minin, dan dengan itu sungguh mereka telah menyelisihi Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagaimana yang dikatakan Al Qadli ’Iyadl:

(اشتراط كون الإمام قرشياً مذهب العلماء كافة، وقد عدّوها في مسائل الإجماع، ولم ينقل عن أحد من السلف رضي الله عنهم أجمعين فيه خلاف، وكذلك من بعدهم في جميع الأمصار، قال: ولا اعتداد بقول الخوارج ومن وافقهم من المعتزلة)

(Pensyaratan status imam dari Quraisy adalah madzhab ulama seluruhnya, dan mereka telah menghitungnya dalam masailul ijma, dan tidak dinukil dari seorangpun dari salaf radliyallahu ‘anhum penyelisihan dalam hal ini, dan begitu juga orang-orang sesudah mereka di seluruh negeri, beliau berkata: Dan tidak dianggap pendapat Khawarij dan yang sejalan dengan mereka dari kalangan Mu’tazilah).[42]

Saya katakan: Bila Khawarij tidak mempertimbangkan syarat Quraisyiyyah dalam imamah, dan sebagian mereka tidak melarang dari imamah wanita sebagai mana yang dilakukan Syabibiyyah, tapi mereka tidak terperosok sama sekali dalam lobang yang mana kaum khawalif terperosok di dalamnya, karena mereka membolehkan imamah bagi kaum murtaddin, dan mereka membai’atnya sebagai para imam bagi kaum muslimin!! Sehingga dengan itu mereka tidak menyisakan satupun dari syarat-syarat imamah syar’iyyah melainkan mereka menggugurkannya, dan yang paling teratas adalah Al Islam, sehingga dengan hal itu dalam hal ini mereka lebih buruk dan lebih buruk dari Khawarij, di mana mereka membaiat kaum murtaddin dan musyrikin dari kalangan ath thawaghit al musyari’in wal muhakkimin (yang memberlakukan) undang-undang kafir, yang mana mereka itu memerangi dienullah dan ajaran-Nya lagi loyalitas terhadap kuffar barat dan timur. Mereka serahkan tangan mereka dan hati mereka terhadapnya, terus menggolongkan setiap orang yang khuruj terhadap mereka atau menentang mereka seraya berupaya mengingkari dan merubah kekafiran dan kebathilan mereka sebagai bagian dari bughat!! dan Khawarij!!
أولى ليدفع عنه فعل الجاني
ولذاك عند الغِرّ يشتبهان فرموهم بغياً بما الرامي به
يرمي البريء بما جناه مباهتاً

Mereka tuduh mereka secara aniaya dengan tuduhan yang mana si penuduh

lebih berhak, untuk menolak/melindungi perbuatan orang yang aniaya darinya.

Ia menuduh orang yang terbebas dengan apa yang ia perbuatnya secara menfitnah

Oleh sebab itu keduanya hampir serupa bagi yang meneliti.

6. Tinjauan Keenam

Mesti dikarenakan telah nampak di hadapan anda dari uraian yang lalu bahwa sikap aniaya dan perbuatan sebagian Ghulat Murji-atil ‘Ashri dan para duat jahmiyyah masa kini yang membela-bela para thaghut dan anshar mereka, lagi memerangi para muwahhidin dan dakwahnya, menjadikan mereka dengan sebab itu lebih buruk dari Khawarij, itu label yang sering sekali mereka alamatkan kepada para muwahhidin, padahal kaum muwahhidin hanya keluar menentang kuffar dan murtaddin, dan mereka tidak khuruj terhadap para pemimpin yang adil dari kaum muslimin dan mu’minin. Jadi khuruj mereka itu ketaatan murni, karena ia realisasi ‘amaliy bagi tauhid serta bara’ah dari syirik dan tandid.

Maka tidak ragu lagi bahwa kaum khawalif itu dengan sikap aniayanya terhadap kaum muwahhidin karena ketaatannya ini adalah lebih buruk dan lebih sesat lagi lebih busuk dari Khawarij yang aniaya kepada kaum muslimin karena sebab maksiat dan dosa sesuai klaim mereka.

Maka tidaklah aneh bila Syuraih Al Qadli berkata tentang murjiah:

هم أخبث قوم).

“Mereka itu kaum yang paling busuk”.

Dan Az Zuhriy berkata:

ما ابتدعت في الإسلام بدعة أضر على أهله من الإرجاء).

“Tidak dilakukan bid’ah di dalam Islam yang lebih berbahaya terhadap pemeluknya kecuali Irja”.

Dan berkata Yahya Ibnu Katsir dan Qatadah:

ليس شيء من الأهواء أخوف عندهم على الأمة من الإرجاء).

“Tidak ada suatu dari ahwa yang lebih mereka takutkan terhadap umat ini daripada irja”.

Ibrahim An Nakhaiy berkata:

لَفتنتهم – يعني المرجئة-أخوف على هذه الأمة من فتنة الأزارقة)… أي الخوارج

“Sungguh fitnah mereka -yaitu murjiah- adalah lebih ditakutkan atas umat ini dari fitnah Azariqah…) yaitu Khawarij.[43]

Ini padahal sesungguhnya perbuatan Murjiah terdahulu dengan Ahlus Sunnah hanya terbatas di awal mulanya pada masalah nama dan lafadh, yaitu perbedaan dalam definisi iman saja, serta dalam masalah masuknya amalan dalam penamaannya. Namun demikian tidak seorangpun dari para pendahulu mereka mengajak kepada sikap tafrith dalam amal atau meninggalkan amalan fardlu, apalagi dari sikap menutupi dengan paham irjanya kekafiran orang-orang kafir, kemusyrikan kaum musyrikin dan ilhad kaum murtaddin… tidak sama sekali, justeru di antara mereka ada ahli ibadah dan kaum zuhud, serta di tengah mereka ada ‘amilun dan mujtahidun.[44]

Namun irja setelah itu telah menjadi jalan untuk menyampaikan kepada madzhab Ghulatul Murjiah yang dikafirkan oleh sebagian salaf; dan yang tumbuh darinya irja kufriy yang tegas-tegasan penganutnya pada hari menyatakan bahwa (tidak berbahaya beserta adanya klaim tashdiq atau keyakinan yang benar suatupun dari mukaffarat dhahirah baik bersifat ucapan ataupun perbuatan sebagaimana berpaling dari jenis amal dan berpaling dari dien serta melepaskan diri dari faraidl secara total tidaklah berbahaya terhadapnya pula).

Dan ini adalah dalil yang menunjukkan kuatnya firasat salaf radliyallahu ‘anhum dan kuatnya bashirah mereka di mana mereka sangat dasyat pengingkarannya terhadap murjiah awa-il (pertama), padahal mereka itu tidak menampakkan sedikitpun dari kekafiran dan tidak pula melegalkan atau membolehkannya.

Namun salaf mengetahui dengan pandangan mereka yang tajam dan mendapatkan bahwa madzhab ini akan menghantarkan tanpa ragu lagi kepada keberlepasan dari dien dan meloloskan diri dari syari’atnya.

Pengaruh irja yang buruk pada hari ini serta tingkah laku Afrakhul Murjiah (Neo Murji-ah), keduanya menguatkan terhadap hebatnya pemahaman dan ketanggapan salaf, karena irja senantiasa terus menyimpang dengan penganutnya sehingga mengeluarkan ghulat mereka dari dien dan menjerumuskan mereka ke dalam mukaffirat.

Dan masalahnya telah menghantarkan sebagian mereka kepada sikap memudahkan kekafiran, melegalkannya, menutupi kemusyrikan dan para pelakunya, menfatwakan kebolehannya dan kebolehan ikut serta di dalamnya atau kebolehan nushrahnya, melindunginya dan tawalli kepada para pelakunya.

Sehingga tidaklah mengherankan bila An Nakha’iy mengatakan dengan firasatnya tentang para pendahulu murjiah dan cikal bakal mereka: Sungguh fitnah mereka itu lebih ditakutkan terhadap umat ini daripada fitnah Azariqah”. Terutama sesungguhnya asal madzhab Khawarij sebagaimana ditegaskan Syaikhul Islam adalah (pengagungan Al Qur’an dan upaya mengikutinya)[45] namun mereka disesatkan oleh keberpalingan dari sunnah yang menjelaskan Al Qur’an, serta hal lainnya berupa perilaku mereka dan hawa nafsu mereka yang tercela yang telah lalu yang menyesatkan mereka. Adapun para ekor murjiah yang busuk, maka sesungguhnya mereka dengan talbis-talbisnya itu mengurai ikatan-ikatan Al Qur’an, Al Islam dan Al Iman satu demi satu, dan mereka mempermudah masalah pelanggaran hududullah, serta mengenteng-enteng dari melakukan pembatal-pembatalnya.

Maka mereka atas dasar ini lebih buruk dari Khawarij, nama yang selalu mereka tuduhkan kepada kaum muwahhidin.

7. Tinjauan ketujuh

Ini… dan ketahuilah di penutup pasal ini: bahwa tuduhan yang dialamatkan khushum tauhid terhadap ahluttauhid dan para du’atnya dengan label (Khawarij) yang dibenci oleh seluruh Ahlul Islam, ia adalah lagu lama bagi Ahlul bida, mereka mewarisinya dari satu sama lain. Ini adalah sunnatullah pada makhluk-Nya, yaitu Dia menjadikan para pewaris bagi setiap kaum.

Sebagaimana para Nabi memiliki para pewaris yang mengikuti tapak lacak mereka dan membela tauhid mereka -semoga Allah ta’ala menjadikan kita bagian dari mereka- maka begitu juga musuh dan lawan mereka memiliki para pewaris, kaum munafiqin memiliki pewaris, para penggembos memiliki pewaris, para mudallisin dan para mulabbisin juga memiliki para pewaris, mereka saling mewarisi kebathilan dan syubhatnya, serta saling menyebarkannya di setiap zaman, mereka menggunakannya dalam mempromosikan bid’ah-bid’ahnya dan dalam mencela terhadap ahlul haq dan ashhabuththaifah al manshurah.
فالبهت (عندهم) رخيص سعره حثواً بلا كيل ولا ميزان

Fitnah itu bagi mereka adalah murah harganya

Mereka meraup tanpa takaran dan timbangan

- Dan telah lalu bait-bait qashidah Nuniyyah Ibnu Qayyim yang diberi nama Al Kafiyah Asy Syafiyah Fil Intishar Lil Firqah An Najiyah), di dalamnya ada penjelasan bahwa mubtadi’ah biasa mencap Ahlus sunnah sebagai Khawarij.

- Di antara hal itu juga apa yang diriwayatkan Al Khallal dalam As Sunnah dari Al Imam Ahmad Ibnu Hanbal, bahwa ia berkata: (Telah sampai kepadaku bahwa Abu Khalid dan Musa Ibnu Manshur dan selain keduanya duduk-duduk di sisi itu, dan mereka mencela orang-orang yang mengkafirkan, serta mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami mengatakan dengan pendapat Khawarij” kemudian Abu Abdillah tersenyum seperti orang yang dongkol). Majmu’ah Fatawa Ibnu Taimiyyah 6/476 cet Dar Al Kitab Al Ilmiyyah.

- Dan di antara hal itu apa yang dinukil Asy Syathibiy dari Al Hafidh Abdurrahman Ibnu Baththah, setelah beliau mengeluhkan dari fitnah ahli zamannya dan orang-orang yang menyelisihinya, dan tuduhannya dengan berbagai tuduhan dan gelar, di mana beliau berkata: (saya dahulu berada pada suatu keadaan yang menyerupai keadaan Al Imam yang masyhur Abdurrahman Ibnu Baththah Al Hafidh bersama orang-orang zamannya, di mana beliau menghikayatkan tentang dirinya: saya heran dari keadaan saya di saat safar dan saat menetap baik bersama orang-orang terdekat maupun orang-orang yang jauh, baik bersama orang-orang yang kenal maupun orang-orang yang tidak kenal, sesungguhnya saya mendapatkan di Mekkah, Khurasan dan tempat lainnya, mayoritas orang yang saya temui di sana baik yang sejalan atau yang berseberangan, dia mengajak saya untuk mengikuti apa yang dia ucapkan, membenarkan ucapannya dan menjadi saksi baginya. Kemudian bila saya membenarkan apa yang dia katakan dan mengiyakannya, maka ia menamakan saya muwafiq, dan bila saya memprotes sesuatu pada ucapannya atau pada perbuatannya, maka ia menamakan saya mukhalif, dan bila saya menyebutkan pada satu dari hal itu bahwa Al Kitab dan As Sunnah menyelisihi hal itu maka ia menamakan saya kharijiy, dan bila saya bacakan kepadanya suatu hadits tentang tauhid maka ia menamakan saya musyabbih, dan bila tentang ru’yah (melihat Allah), maka ia menamakan saya salimiy, dan bila tentang Al Imam maka ia menamakan saya Murji’iy, serta bila tentang amalan maka ia menamakan saya Qadariy…”.

Hingga ucapannya: “…..Bila saya menyetujui sebagian mereka maka selainnya memusuhi saya, dan bila saya bermudahanah kepada seluruh mereka maka saya membuat murka Allah Tabaraka Wa Ta’ala, sedangkan mereka tidak bisa menolong saya sedikitpun dari adzab Allah, dan sesungguhnya saya berpegang teguh kepada Al Kitab dan As Sunnah, serta saya memohon ampun Allah yang tidak ada ilah kecuali Dia, dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Asy Syathibi berkata: (Inilah kelanjutan hikayat, seolah beliau rahimahullah berbicara atas nama lisan semua, jarang sekali engkau dapatkan ‘alim masyhur atau orang baik yang tenar melainkan ia telah digunjing dengan hal-hal ini atau sebagiannya, karena hawa nafsu sering merasuki mukhalif, bahkan penyebab keluar dari sunnah adalah jahil akannya dan hawa nafsu yang diumbar yang dominan terhadap ahlul khilaf, kemudian bila demikian keadaannya maka shahibussunnah dituduh bukan shahibussunnah dan terus ia dituduh buruk dan negatif agar gelar-gelar jelek itu disandangkan (kepadanya).

Dan telah dinukil dari penghulu para ahli ibadah setelah shahabat (Uwais Al Qarni) bahwa beliau berkata: (“Sesungguhnya al amru bil ma’ruf dan an nahyu ‘anil munkar, keduanya tidak meninggalkan bagi orang mu’min seorang temanpun, kita memerintahkan mereka dengan al ma’ruf, maka mereka malah mencerca kehormatan kita, dan mereka mendapatkan atas itu kawan-kawan pendukung dari orang-orang fasiq, sampai -demi Allah- mereka itu telah menuduh saya dengan tuduhan-tuduhan besar, dan demi Allah saya tidak meninggalkan untuk berdiri di tengah mereka dengan haqnya”). Al I’tisham1/31-33 secara ikhtishar.

Sama dengan itu juga apa yang disebutkan oleh Syaikhul Islam bahwa (Jahmiyyah dan Mu’tazilah hingga hari ini menamakan orang yang menetapkan suatu dari shifat sebagai musyabbih -sebagai bentuk dusta dan pengada-adaan dari mereka- sampai di antara mereka ada orang yang ghuluw dan menuduh para Nabi shalallahu ‘alaihim wa sallam dengan tuduhan itu, sampai berkata Tsumamah Ibnul Asyras salah seorang tokoh jahmiyyah: Tiga orang dari para Nabi Musyabihah, Musa di mana ia berkata “Tidak lain ia adalah cobaan-Mu”, dan Isa di mana ia berkata: “Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada Diri-Mu”, dan Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam di mana ia berkata: “Tuhan kita turun….”.

Sampai sesungguhnya seluruh Mu’tazilah mamasukkan seluruh para imam, seperti Malik dan pengikutnya, Ats tsauri dan pengikutnya, Al Auza’iy dan para pengikutnya, Asy Syafi’iy dan para pengikutnya, Ahmad dan para pengikutnya, Ishaq Ibnu Rahwiyah, Abu ‘Ubaidah dan yang lainnya dalam jajaran Musyabbihah.

Abu Ishaq Ibrahim Ibnu Utsman Ibnu Dirbas Asy Syafiy telah menyusun sebuah juz yang beliau namakan (Tanzihu Aimmatisy Syari’ah ‘Anil Alqab Asy Syani’ah) di dalamnya beliau menuturkan ucapan salaf dan yang lainnya dalam makna-makna bab ini, dan beliau sebutkan bahwa Ahlul Bida masing-masing kelompok dari mereka menggelari Ahlus sunnah dengan gelar yang dia buat-buat -dia mengklaim bahwa ia adalah shahih menurut pendapatnya yang rusak- sebagaimana kaum musyrikin dahulu menggelari Nabi dengan gelar-gelar yang mereka ada-adakan. Dan Rafidlah menamakan Ahlus sunnah sebagai Nawashib.[46]

Qadariyyah menamakan mereka Mujabbirah.

Murjiah menamakan mereka Syakkak (orang-orang yang ragu)[47]

Jahmiyyah menamakannya Musyabbihah.

Dan Ahlul Kalam menamakannya Hasyawiyyah, Nawabith (orang-orang yang ngaco dari para pemula), Ghutsa’ dan Ghutsr (orang-orang rendahan), serta gelar-gelar serupa. Sebagaimana Quraisy menggelarkan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan sebutan Orang gila, terkadang tukang syair, terkadang dukun dan terkadang orang yang mengada-ada.

Mereka berkata: Ini adalah tanda warisan yang shahih dan mutaba’ah yang sempurna…) Hingga ucapannya: (… Dan orang yang menghikayatkan ucapan-ucapan dari manusia, dan ia menamakan mereka dengan nama-nama yang diada-adakan ini berdasarkan aqidah dia yang mana mereka menyelisihinya di dalamnya, maka dia diserahkan kepada Tuhannya, sedangkan Allah selalu mengawasi, dan tipudaya yang buruk itu tidak mengenai kecuali terhadap pelakunya). Dari Majmu Al Fatawa, cet Dar Ibnu Hazm 5/72-74.

- Dan hal serupa juga dengannya adalah apa yang dikatakan murid beliau Al ‘Allamah Ibnul Qayyim dalam qashidahnya yang diberi nama (Al Kafiyah Asy Syafiyah Fil Intishar lil Firqah An Najiyah); (Pasal tentang Tanzihu Ahlil Hadits Wasy Syari’ah ‘Anil Alqab Al qabihah Asy syari’ah):
حاشاهم من إفك ذي بهتان
أولى ليدفع عنه فعل الجاني
ولذاك عند الغر يشتبهان
ومجسمين وعابدي أوثان وهم الروافض أخبث الحيوان)
بالنواصب شيعة الرحمن يرمونهم كذباً بكل عظيمة
فرموهم بغياً بما الرامي به
يرمي البريء بما جناه مباهتاً
سمّوهم حشوية ونوابتاً
وكذاك أعداء الرسول وصحبه
نصبواالعداوةللصحابة ثم سموا

- إلى قوله:
لكم يا معشر الإخوان
في الناس طائفتان مختلفان
والوارثون لضده فئتان
ما عندهم في ذاك من كتمان
هم أهلها لا خيرة الرحمن
وراّثة بالبغي والعدوان
فاسمع وعِهْ يا مَنْ له أذنان
شيئاً وقالوا غيره بلسان
بين الطوائف قسمة المنّان
سلوان من قد سُبَّ بالبهتان
ومشبهٍ لله بالإنسان
كمحمدٍ ومذممٍ اسمان
عن شتمهم في معزل وصيان
في اللفظ والمعنى هما صنوان
للمشبه هكذا الإرثان
أهلٌ لكل مذمةٍ وهوان
واسم الموحد في حمى الرحمن
ولدى المعطل هُنَّ غير حسان
من غير بوابٍ ولا استئذان
لا تشقنا اللهم بالحِرمان
بسرائرٍ منكم وخبث جنان
ورسوله بالعلم والسلطان
أحدٌ ولو جُمعت له الثقلان
قد جاء بالآثار والقرآن
أخذوا الظواهر ما اهتدوا لمعان هذا وثم لطيفة عجب سأبديها
لابد أن يرث الرسول وضده
فالوارثون له على منهاجه
إحداهما حرب له ولحزبه
فرموه من ألقابهم بعظائم
فأتى الألى ورثوهمُ فرموا بها
هذا يُحقّق إرث كلّ منهما
والآخرون أولو النفاق فأضمروا
هذي مواريث العباد تقسمت
هذا وثم لطيفة أخرى بها
تجد المعطّل لاعناً لمجسمٍ
واللهُ يصرفُ ذاك عن أهل الهدى
هم يشتمون مذمماً ومحمدٌ
صان الإله محمداً عن شتمهم
كصيانة الأتباع عن شتم المعطل
والسبُ مرجعه عليهم إذ همُ
وكذا المعطل يلعن اسم مشبهٍ
هذي حسانُ عرائسٍ زُفّت لكم
والعلمُ يدخل قلبَ كل موفقٍ
ويردّهُ المحرومُ مِنْ خُذْلانه
موتوا بغيظكمُ فربي عالمٌ
فاللهُ ناصر دينه وكتابه
والحق ركنٌ لا يقومُ لهدّه
وقد تقدم قوله:ومن العجائب أنهم قالوا لمن
أنتم بذا مثل الخوارج إنهم

Mereka menuduh mereka secara dusta dengan segala tuduhan besar

Sungguh jauh mereka dari tuduhan pembawa fitnah

Mereka menuduhnya secara aniaya dengan tuduhan yang mana si penuduh

lebih layak dengannya untuk menghindarkan darinya perbuatan si pelaku

Dia tuduh orang bebas dengan apa yang dia lakukan seraya memfitnah.

Oleh karena itu keduanya sama bagi yang memiliki cahaya

Mereka menamakannya Hasyawiyyah dan Nawabit

Juga Mujassimun dan Penyembah berhala, padahal mereka

dan begitu juga musuh-musuh Rasul dan sahabatnya

Adalah Rafidlah, hewan yang paling buruk[48]

Mereka pasang permusuhan pada sahabat terus mereka namai

Syi’aturrahman dengan sebutan Nawashib.

Hingga ucapannya:

Inilah dan di sana ada hal unik yang akan saya tampakkan

kepada kalian wahai ma’syaral ikhwan

Rasul dan lawannya mesti diwarisi

di tengah manusia oleh dua kelompok yang bertentangan.

Para pewaris beliau di atas minhajnya

dan para pewaris lawannya dua kelompok

yang satu memerangi beliau dan barisannya

dalam hal ini mereka tidak menutup-nutupi

Mereka menuduhnya dengan gelar-gelar yang sangat buruk

yang padahal merekalah yang lebih berhak bukan manusia pilihan Ar Rahman

Terus datang para pewaris mereka, kemudian dengannya mereka menuduh

para pewaris Rasul secara aniaya dan permusuhan

Ini merealisasikan warisan masing-masing dari keduanya

maka dengar dan pahamilah hai orang yang memiliki telinga dua

Dan yang lainnya kaum munafiqin, mereka sembunyikan

sesuatu dan mengatakan lain dengan lisan mereka

Inilah warisan para hamba yang terpilah

di antara banyak kelompok pembagian Al Mannan

Ini dan di sana ada keunikan lain yang dengannya

terhibur orang yang telah dihina dengan fitnah

Engkau dapati Mu’aththil melaknat orang mujassim

dan orang yang menyamakan Allah dengan manusia

Allah palingkan itu dari Ahlul huda

seperti Muhammad dan Mudzammam adalah dua nama[49]

Mereka mencela Mudzammam sedang Muhammad adalah

jauh dan terjaga dari celaan mereka

Al Ilah telah menjaga Muhammad dari celaan mereka

dalam lafadh dan makna keduanya berbeda

seperti keterjagaan para pengikut dari celaan Mu’aththil

terhadap Musyabbih, begitulah dua warisan

Humpatan kembali terhadap mereka karena mereka

pantas bagi setiap keburukan dan kehinaan.

Begitu juga Al Mu’aththil melaknat nama musyabbih

sedang nama muwahhid dalam lindungan Ar Rahman

Inilah gadis cantik pengantin disandang buat kalian

dan menurut Mu’aththil mereka itu tidak cantik

Ilmu itu masuk ke hati setiap orang yang Dia luruskan

tanpa ada penjaga pintu dan tanpa minta izin

Dan ia ditolak oleh orang yang terhalangi karena kehinaannya

Ya Allah jangan binasakan kami dengan keterhalangan”.

Matilah kalian dengan kedongkolan, karena Tuhanku mengetahui

segala rahasia dari kalian dan keburukan hati

Allah pasti menolong dien, dan Kitab-Nya

juga Rasul-Nya dengan ilmu dan kekuatan

Kebenaran itu adalah pilar yang tak mampu menghancurkannya

seorangpun walau jin dan manusia kumpul untuknya

Dan telah lalu ucapannya:

Sungguh tergolong aneh mereka mengatakan kepada orang

yang datang dengan atsar dan qur’an:

Kalian dengan ini seperti Khawarij, bahwa mereka

mengambil dhawahir namun tidak mengerti akan maknanya.

Hingga akhir bait-bait beliau rahimahullah yang berkaitan dengan itu.

Penutup

Kami Memohon Penutup Yang Baik Kepada Allah

Ketahuilah semoga Allah meneguhkan kami dan engkau di atas kebenaran yang nyata, bahwa telah tsabit dengan khabar yang benar bahwa akan selalu ada dari umat ini kelompok, atau golongan atau jamaa’ah yang tegak mempertahankan dien ini, membelanya, menolongnya, meninggikan hujjahnya dan melenyapkan darinya tahrif kaum muharrifin dan permainan kaum mubthilin, sampai datang keputusan Allah sedangkan mereka di atas itu.

Al Imam Ahmad, Al Bukhari, Muslim, dan Ashabussunan telah meriwayatkan hadits Ath Thaifah Al Manshurah Adh Dhahirah Al Qaimah bidienillah dari sekian belas sahabat dengan lafadh-lafadh yang berdekatan yang mencapai batasan mutawatir.[50]

Di dalamnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memberi kabar gembira bahwa:

لا تزال طائفة، [وفي رواية: عصابة، وفي أخرى: ناس، وفي غيرها: أمة] من أمتي، ظاهرين، [وفي رواية يقاتلون] على أمر الله، [وفي رواية: على الحق] لا يضرهم من كذّبهم ولا من خالفهم، [وفي رواية، لا يضرهم من خذلهم] حتى يأتي أمر الله وهم كذلك، [وفي رواية: حتى تقوم الساعة، وفي أخرى: حتى يقاتل آخرهم الدجال]).

(Aan senantiasa kelompok [dan dalam satu riwayat: “ishabah”, dan dalam riwayat lain: “manusia” dan yang lainnya: “umat] dari umatku menang nampak, [dan dalam satu riwayat: “berperang”] di atas perintah Allah [dan dalam satu riwayat: “di atas al haq”] tidak memadlaratkan mereka orang yang mendustakan mereka dan tidak pula orang yang menyelisihi mereka, [dan dalam satu riwayat: “tidak memadlaratkan mereka orang yang menggembosi mereka] sampai datang keputusan Allah sedang mereka seperti itu, [dan dalam satu riwayat: “sampai kiamat datang”, dan riwayat lain: “sampai akhir mereka memerangi dajjal”]).

Maka wajib atas pencari al haq untuk mengetahui/mengenal khashaish (tanda-tanda khusus), ciri-ciri dan sifat-sifat thaifah ini, untuk membedakannya dan bergabung dengannya, sehingga menjadi bagian jajarannya, ansharnya dan tentaranya yang bertauhid.

Di antara khashaish (ciri-ciri khusus)nya yang disebutkan dalam riwayat-riwayat yang beraneka ragam.

(1) Bahwa ia dhahirah di atas amrullah (al haq)

Adh dhuhur (nampak) di atas al haq, mencakup terang-terangan dengan dakwah dan keyakinan, menampakkannya dan menjelaskannya terang-terangan, membeberkannya dan tegas-tegasan dengannya tanpa mudahanah atau mudarah dan talbis.

Dan itu agar manusia mengenal al haq dengan gambaran yang paling bersinar, agar terpisah yang buruk dari yang baik, serta supaya terang sabilul mujrimin dengan jelasnya sabilul mu’minin, sebagaimana firman-Nya ta’ala:

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia; ketika mereka Berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kalian dari daripada apa yang kalian ibadati selain Allah, kami ingkari (kekafiran) kalian dan telah nyata antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja…” (Al Mumtahanah: 4)

Perhatikan firman-Nya ta’ala: “saat mereka berkata”, yaitu mereka telah menghadapi kaumnya dengan itu terang-terangan.

Dan juga firman-Nya: “dan telah nampak antara kami dengan kalian”, yaitu jelas dan nyata.

Syaikh Ishaq Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab, berkata saat beliau menjelaskan pentingnya menampakkan keyakinan, dakwah demi merealisasikan tauhid lahir bathin, nushratuddien dan memanas-manasi kaum musyrikin, beliau berkata:

( ولا يكفي بغضهم بالقلب، بل لابد من إظهار العداوة والبغضاء) وذكر آية الممتحنة السابقة- ثم قال: (فانظر إلى هذا البيان الذي ليس بعده بيان: حيث قال (بدا بيننا) أي ظهر، هذا هو إظهار الدين، فلابد من التصريح بالعداوة وتكفيرهم جهاراً، والمفارقة بالبدن، ومعنى العداوة أن تكون في عدوة، والضد في عروة أخرى. كما أن أصل البراءة المقاطعة بالقلب واللسان والبدن، وقلب المؤمن لا يخلو من عداوة الكفار، وإنما النزاع في إظهار العداوة…)أهـ (الدرر السنية في الأجوبة النجدية) جزء الجهاد ص (141).

(Dan tidak cukup membenci mereka dengan hati, namun mesti menampakkan permusuhan dan kebencian) dan beliau tuturkan ayat Al Mumtahanah tadi, terus berkata: (lihatlah pada penjelasan yang tidak ada penjelasan sesudahnya, di mana Dia berfirman: “telah nampak antara kami” yaitu jelas, inilah idhharuddien, maka mesti terang-terangan dengan sikap permusuhan dan mengkafirkan mereka secara jahr, serta memisahkan diri dengan badan. Sedangkan makna ‘adawah (permusuhan) adalah engkau berada di satu lembah dan musuh di lembah lain, sebagaimana asal bara’ah adalah memutuskan hubungan dengan hati, lisan dan badan. Hati orang mu’min tidak kosong dari sikap memusuhi kuffar, namun perselisihan itu hanya tentang idhharul ‘adawah (penampakkan permusuhan)…). Ad Durar As Sunniyyah fil Ajwibah An Najdiyyah, juz Al Jihad hal 141.

Syaikh Sulaiman Ibnu Sahman berkata dalam syairnya:
بالكفر إذ هم مَعشرٌ كفار
يا للعقول أما لكم أفكار
والحب منه وما هو المعيار
جهراً وتصريحاً لهم وجهار إظهار هذا الدين تصريح لهم
وعداوةٌ تبدو وبغضٌ ظاهرٌ
هذا وليس القلب كافٍ بُغضه
لكنما المعيار أن تأتي به

(ديوان عقود الجواهر المنضدة الحسان) ص (76، 77)

Idhharuddien ini adalah terang-terangan terhadap mereka

dengan vonis kafir karena mereka itu adalah kumpulan orang-orang kafir.

Dan permusuhan yang nampak juga kebencian yang jelas

Hai para pemilik akal, apa kalian memiliki pikiran

Ini tidaklah hati cukup kebenciannya

Dan kecintaan darinya, bukanlah ia sebagai patokan

Namun yang jadi patokan adalah engkau mendatangkannya

terang-terangan, tegas-tegasan di hadapan mereka serta kejelasan

(Diwan ‘U qud Al Jawahir Al Mundladah Al Hisan hal 76-77) [51]

- Dhuhur di atas amrullah mencakup juga: Keteguhan orang-orang thaifah ini di atas al haq dan dien yang diwariskan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, istiqamah di atas sabilul mu’minin dan berpegang pada aqidah dan thariqah serta tuntunan juga sifat Al Firqah An Najiyah: Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Inti itu, kepanya dan pondasinya adalah tahqiquttauhid, menegakkannya dan menyatakan bara’ah dari syirik dan para pelakunya, karena ia adalah dakwah Al Anbiya dan Al Mursalin seluruhnya, sebagaimana firman Allah ta’ala:

“Sesungguhnya Kami telah mengutus pada setiap umat ini rasul, (mereka mengatakan kepada umatnya): “Ibadahlah kalian terhadap Allah dan jauhi Thaghut” (An Nahl: 36)

Dan juga berfirman subhanahu:

“Dan tidak Kami utus sebelummu seorang rasulpun melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Sesungguhnya tidak ada ilah (yang haq) kecuali Aku, maka beribadahlah kalian kepada-Ku.”(Al Anbiya: 25)”

Ajaran para nabi dalam inti ini adalah satu, yang mana Allah ta’ala memerintahkan Nabi-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk istiqamah di atasnya dalam banyak ayat dari Kitab-Nya, di antaranya firman Allah ta’ala:

“Maka istiqamahlah kamu sebagaimana yang diperintahkan kepadamu, dan juga orang yang telah taubat bersamamu. Janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Dia melihat apa yang kamu kerjakan”. (Huud: 112)

Dan firman-Nya subhanahu:

“Dan begitulah Kami telah jadikan kamu di atas suatu ajaran dari urusan ini, maka ikutlah ajaran itu dan jangan kamu ikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui”. (Al Jatsiyah: 18)

Dan di antara ajaran dan urusan yang dipegang oleh Thaifah ini adalah berpegang teguh dengan Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, dan berlepas diri dari aqidah firqah-firqah yang sesat lagi menyelisihinya, yang tercakup di bawah keumuman firman-Nya ta’ala: “Dan janganlah kamu ikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui”. Ia adalah kelompok yang pertengahan, dalam Manhajnya, Aqidahnya, Jihadnya, Dakwahnya dan Perilakunya, ia tidak cenderung kepada ifrath dan tidak pula kepada tafrith dalam semua masalah dien ini; (Mereka -sebagaimana dikatakan Syaikhul Islam- adalah pertengahan dalam bab Sifat-Sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala antara Ahlut Ta’thil Al Jahmiyyah dengan Ahlut Tamtsil Al Musyabbihah, mereka pertengahan dalam bab Af’aalullah ta’ala antara Al Qadariyyah dengan Al Jabbariyyah, dan dalam bab Wa’idullah antara Murji’ah dengan Wai’idiyyah dari kalangan Qadariyyah dan yang lainnya, dan dalam bab Al Iman dan ad dien antara Haruriyyah dan Mu’tazilah dengan Murjiah dan Jahmiyyah, serta dalam hal sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam antara Rafidlah dengan Khawarij). Dari Al Aqidah Al Washthiyyah.

- Dan dhuhur ini mencakup juga; dhuhur (kemenangan) hujjah dan dakwah mereka atas lawan-lawan mereka, karena di antara makna dhuhur adalah ghalabah (menang), oleh sebab itu datang dalam sebagian riwayat-riwayat Hadits “Manshurin” dan dalam sebagian riwayat “qahrin li ‘aduwwihim” dan “dhahirin ‘ala man naawa-ahum”. Namun tidak mesti darinya kemenangan materi selalu, karena kemenangan dien ini dan dhuhur hujjahnya, kuat barahinnya, kepatenan syariatnya serta keberadaannya di atas agama-agama dan ajaran-ajaran lainnya adalah tergolong makna dhuhur, ‘uluw, ‘izzah dan kemenangan terbesar….. sampai Allah memberikan tamkin bagi dien ini dan pemeluknya di bumi ini. Dan kami dengan karunia Allah melihat langsung kemenangan dakwah ini serta ketinggian kalimat dan hujjahnya atas dakwah-dakwah lain yang menyimpang di zaman ini, sebagaimana memang keberadaannya seperti itu di setiap zaman. Ia adalah dakwah marfu’ah muthahharah mubarakah yang tidak membutuhkan dan penganutnya juga tidak membutuhkan kepada apa yang dijadikan sandaran oleh lawan-lawannya berupa sikap tadlis, talbis, dusta dan mempermainkan nushush, oleh sebab itu sangat cepat sekali mereka terbongkar dan syubhatnya berguguran saat ahlu dakwah ini mempecundangi mereka dengan halilintar Al Kitab dan As Sunnah.

Dan begitu juga keadaan para musuh dakwah ini dari kalangan thawaghit dan ansharnya, sering sekali kami hadapi mereka bi fadllillah ta’ala wa tatsbitih dengan dalil-dalil syar’iy, kami bongkar dalih-dalih mereka dan hiasan-hiasan mereka, dan kami gugurkannya dengan barahin Al Kitab Was Sunnah, sehingga mereka terbongkar dan mereka kelabakan, atau menundukkan kepala di hadapan kejelasan hujjah-hujjah dakwah yang tinggi ini dan di hadapan telanjang dan gugurnya kebohongan kebathilan mereka, sehingga mayoritas mereka beralih -bila tidak memiliki kekuasaan untuk mengancam dan menyiksa-[52] kepada pelontaran alasan rizki, dlarurat, tekanan realita, dan…. segudang alasan kaum munhazimin.

Bahkan mereka berlindung dengan hal seperti itu di hadapan sebagian ‘awam al muwahhidin. Dan saya ingat seorang ummiy dari al muwahhidin pernah mendebat mereka selalu dengan ucapannya: (Ia adalah dua kalimat: “sembahlah Allah dan jauhi thaghut” tidak butuh terhadap ke sana kemari dan putar-putar; apakah kalian menjauhi thaghut atau justru kalian melindungi dan membelanya??) maka merekapun tidak mendapatkan jawaban, bahkan mereka malah berupaya mengelak dan berlindung dengan alasan-alasan yang rapuh dan ini pembenaran ucapan Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah:

والعامّي من الموحّدين يغلب الألف من علماء المشركين، كما قال تعالى: ”وإن جندنا لهم الغالبون” فجند الله هم الغالبون بالحجة واللسان، كما أنهم الغالبون بالسيف والسنان) أهـ كشف الشبهات.

(Dan satu orang awam dari Al Muwahhidien bisa mengalahkan seribu dari ulama kaum musyrikin, sebagaimana firman Allah ta’ala: “Dan sesungguhnya tentara Kami akan mengalahkan mereka”. Tentara Allah itulah yang menang dengan hujjah dan lisan, sebagaimana mereka itu juga yang menang dengan pedang dan tombak). Kasyfusysyubuhat.

Dan ini semuanya tergolong kemenangan hujjah dan dakwah thaifah ini, serta penaklukkan mereka terhadap orang yang merintangi mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dialah Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dienul haq supaya Dia memenangkannya atas dien seluruhnya walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukainya.” (At Taubah: 33)

Dan Dia subhanahu berfirman:

“Maka Kami bantu orang-orang yang beriman atas musuh mereka menjadi orang-orang yang menang”. (Ash Shaff: 14)

Dan firman-Nya ta’ala:

“Dan Milik Allahlah kejayaan ini, dan bagi Rasul-Nya serta bagi kaum mu’minin”. (Al Munafiqin: 8)

Allah ta’ala hanyalah mengangkat keberadaan dakwah ini, membuat jaya thaifahnya serta meninggikan hujjah mereka, dengan ketaatan mereka, istiqamah di atas perintah Allah, keteguhan mereka di atas Al Haq yang diwariskan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan jihad mereka fisabilillah, sebagaimana firman Allah ta’ala:

“Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya”. (Fathir: 10)

Allah subhanahu menjelaskan bahwa istiqamah di atas amrullah dan amal shaleh yang menepati Al Haq, ialah yang mengangkat dakwah dan ucapan. Dan dengan ini sebagian ulama menafsirkan ucapan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang Khawarij: (mereka membaca Al Qur’an seraya ia tidak melewati tenggorokan mereka), yaitu tidak diangkat, tidak diterima, tidak ditampakkan dan tidak dijayakan, karena ia tidak dibarengi amal shaleh yang selaras dengan syari’at yang mengangkatnya, namun justru amal-amal mereka itu ghuluw dan keluar dari aturan syari’at serta aniaya terhadap kaum muslimin.

Dan ini sebagai bukti pembenaran firman-Nya ta’ala:

“Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya; adapun yang memberi manfaat bagi manusia, maka ia tetap di bumi”. (Ar Ra’du: 17)

(2) Dan di antara khashaish thaifah ini -semoga Allah menjadikan kami dan engkau bagian dari penganutnya- juga adalah bahwa ia adalah thaifah yang berperang di atas amrullah, bukan di atas amr (urusan/perintah) selain-Nya, ia berupaya untuk mengangkat syariat Allah dan membelanya dengan tangan, kekuatan dan senjata, di samping dengan ucapan, hujjah dan lisan. Di dalam lafadh An Nasai akan hadits ini dari Salamah Ibnu Nufail Al Kindiy radliyallahu ‘anhu, berkata:

كنت جالساً عند رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال رجل: يا رسول الله! أذال الناس الخيل، ووضعوا السلاح، وقالوا: لا جهاد، قد وضعت الحرب أوزارها. فأقبل رسول الله صلى الله عليه وسلم بوجهه، وقال: (كذبوا، الآن الآن جاء القتال، ولا يزال من أمتي أمة يقاتلون على الحق، ويزيغ الله لهم قلوب أقوام، ويرزقهم منهم، حتى تقوم الساعة، وحتى يأتي وعد الله، والخيل معقود في نواصيها الخير إلى يوم القيامة…) الحديث إلى قوله: (وعقر دار المؤمنين الشام) وهو في مسند أحمد أيضاً (4/104).

“Saya pernah duduk di samping Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka seorang laki-laki berkata: Wahai Rasulullah, orang-orang meninggalkan kuda[53] dan meletakkan senjata serta berkata: “Tidak ada jihad, perang sudah usai”. Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menghadapkan wajahnya dan berkata: (Mereka bohong, sekarang telah datang perang, dan akan senantiasa dari umatku suatu umat yang berperang di atas al haq, Allah palingkan bagi mereka hati-hati banyak kaum, dan Dia memberi rizki mereka dari kaum-kaum itu sampai tiba sa’ah dan sampai datang janji Allah. Dan kuda itu diikatkan kebaikan di ubun-ubunnya hingga hari kiamat…) hingga sabdanya: (Dan pusat darul mu’minin adalah Asy Syam). Ia ada pada Musnad Ahmad juga 4/104.

(3) Di antara kekhususan thaifah ini -semoga Allah menjadikan kami dan engkau bagian dari tintanya yang bertauhid- bahwa ia tidak merasa terganggu karena sedikitnya Al Anshar dan banyaknya orang-orang yang menyelisihi, orang-orang yang mendustakan, orang-orang yang menggembosi dan orang-orang yang menentang, sebagaimana sifat ini datang pada hadits ini:

(لا يضرهم من كذبهم ولا من خالفهم) و(لا يضرهم من خذلهم).

“Tidak membahayakan mereka orang-orang yang mendustakan mereka dan tidak pula orang yang menyelisihi mereka”, dan “tidak membahayakan mereka orang yang menggembosi mereka”.

Hal itu tidak membuat mereka berhenti dari melanjutkan jihad, dan tidak memalingkan dari sikap terang-terangan dengan dakwah mereka apa yang dilakukan oleh al khushum berupa takdzil (penggembosan), dusta, mengada-ada, celaan, dan pelabelan dengan gelar-gelar yang sangat busuk, seperti Khawarij, Takfiriy, Teroris, Militan dan tuduhan lainnya yang telah diisyaratkan sebagiannya.

Semua itu tidak menyimpangkan mereka dan manhaj thaifah ini yang paling mendasar yang mana ia adalah “amrullah” sebagaimana yang disebutkan dalam hadits. Dan mereka tidak melepaskan diri dari kebenaran mereka yang mereka pegang, atau menganut pemikiran-pemikiran dan keyakinan-keyakinan yang berupa reaksi balik terhadapnya yang dilakukan oleh lawan-lawan dan musuh-musuh mereka kepada diri mereka berupa teror pemikiran, atau teror mental atau teror phisik. Sama sekali tidak, karena aqidah mereka, manhaj mereka, dakwah mereka, jihad mereka dan qital mereka semua itu mereka ambil dari Amrullah dan syari’atnya yang bebas dari hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.

Oleh sebab itu pendukung thaifah ini tidak merasa kesepian dengan sedikitnya anshar mereka dan bersatunya semua yang ada di bumi atas sikap memusuhi mereka. Bagaimana mereka merasa kesepian sedangkan Pelindung mereka selalu bersama mereka:

“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang mana mereka itu berbuat baik”. (An Nahl: 128)

Dan telah dikatakan kepada sebagian salaf[54]: “Apa engkau tidak merasa kesepian? Dia menjawab: Bagaimana saya merasa kesepian sedangkan Dia berfirman: “Aku adalah teman duduk orang yang mengingatKu.”

Dan di dalam hadits qudsiy Allah ta’ala berfirman:

(أنا مع عبدي ما ذكرني وتحرّكت بي شفتاه)

“Aku selalu bersama hamba-Ku selama ia mengingatKu dan kedua bibirnya bergerak dengan (mengingat)Ku.”[55]

Sedangkan Al Firqah An Najiyah selalu mengingat Allah dan tidak lalai dari mengingat-Nya sekejap pun, karena mereka memikul keinginan besar untuk meninggikan dien-Nya dan nushrah dakwah-Nya di waktu pagi dan sore. Dan yang merasa kesepian itu adalah orang yang lemah hubunganya dengan Allah, sedikit ibadahnya dan jarang dzikirnya. Dan ini adalah termasuk bekal yang tidak diterlantarkan dan disepelekan oleh ashhabuth thaifah ini, Allah sendiri telah mensifati para pendahulu mereka, bahwa mereka:

“Menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya.” (Al Kahfi: 28)

Dan bahwa mereka itu:

“Sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar.” (Adz Dzariyat: 17-18)

Mereka itu memikul urusan dien ini dan keberhasilan dakwah yang mahal ini di dada mereka siang malam, mereka habiskan waktu dan umur mereka dalam jihad dalam rangka meninggikan dan menjayakannya, oleh sebab itu mereka tidak melupakan kebersamaan Penolongnya, Pelindungnya, Pemberi kejayaannya serta Pembelanya. Dan bagaimana merasa kesepian sedangkan Dia Subhanahu wa Ta’ala Pelindung mereka, Dialah sebaik-baik Penolong dan Pelindung.

Sebagaimana mereka tidak merasa kesepian karena sedikitnya Anshar para penempuh jalan ini di zaman mereka, selama mereka teringat akan orang-orang yang telah mendahului mereka di atas jalan yang mulia ini dari kalangan mu’min, muttaqin, mujahidin, syuhada dan para Nabi, serta orang terdepan mereka khatamul Anbiya shalallahu ‘alaihi wa sallam, panglima dan panutan mereka.

Selama mereka menghibur diri dan merasakan kebersamaan panglima yang agung ini dan sikap terdepan beliau di depan barisan dalam dakwah, jihad dan qital fi sabilillah, maka bagaimana dan mana mungkin mereka merasa kesepian?

Bukankah Allah tabaraka wa ta’ala berfirman:

“Muhammad itu Rasulullah, dan orang-orang yang bersamanya keras terhadap orang-orang kafir lagi kasih sayang di antara mereka,“ (Al Fath: 29)

Mereka itu dengan karunia dan taufiq Allah tergolong orang yang bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam meskipun mereka telah dihalangi waktu yang panjang, selagi mereka itu mengikuti tuntunannya, berpegang teguh pada sunnahnya lagi istiqamah di atas jalan dan dakwahnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah saat menjelaskan firman-Nya ta’ala:

“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)

Beliau berkata sesungguhnya (keberadaan Nabi berperang bersamanya atau terbunuh bersamanya ribbiyyun yang banyak tidaklah mesti bahwa Nabi ada di tengah mereka dalam peperangan, akan tetapi setiap orang yang mengikuti Nabi dan dia berperang di atas dien-nya maka berarti ia telah berperang bersamanya, dan inilah yang dipahami para sahabat, karena peperangan mereka terbesar adalah setelah wafat beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam, sampai mereka menaklukkan Syam, Mesir, Irak, Yaman, ‘Ajam, Romawi, Maghrib dan Masyriq. Dan saat itu nampaklah banyaknya orang yang terbunuh bersamanya, karena orang-orang yang berperang dan terbunuh sedang mereka di atas dienul Anbiya adalah banyak, sehingga dalam ayat ini ada pelajaran bagi seluruh mu’minin hingga hari kiamat, karena mereka seluruhnya beperang bersama Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan di atas diennya meskipun beliau telah meninggal.

Dan mereka itu masuk dalam firman-Nya:

“Muhammad itu Rasulullah, dan orang-orang yang bersamanya keras terhadap orang-orang kafir lagi kasih sayang di antara mereka,“ (Al Fath: 29)

Dan dalam firman-Nya:

“Dan orang-orang yang beriman sesudahnya, mereka hijrah dan berjihad bersama kalian”. (Al Anfal: 75)

Maka tidak disyaratkan keberadaan orang bersama yang ditaatinya itu dia bisa menyaksikan yang ditaatinya itu lagi memandang kepadanya). Majmu Al Fatawa cet. Dar Ibnu Hazm 1/48.

Hendaklah memahami ini baik-baik dan mencamkannya setiap orang yang ingin bergabung dengan kendaraan Ath Thaifah Al Qaimah Bi Dienillah ini, dan keterasingan mereka di antara manusia janganlah membuat dia merasa sepi… Dan semoga Allah merahmati Ibnul Qayyim saat berkata:
فالناس كالأموات في الحسبان
الغرباء حقاً عند كل زمان
والتابعون لهم على الإحسان
ومحارب بالبغي والطغيان
ذقت الأذى في نصرة الرحمن لا توحشنّك غربة بين الورى
أو ما علمت بأن أهل السنة
قل لي متى سلم الرسول وصحبه
من جاهل ومعاند ومنافق
وتظن أنك وارثٌ لهم وما

Janganlah keterasingan di antara manusia membuatmu merasa sepi

Karena manusia itu seperti mayat dalam perhitungan

Apa engkau tidak tahu bahwa Ahlussunnah itu

Orang-orang asing sebenarnya di setiap zaman

Katakan kepadaku kapan selamat Rasul dan sahabatnya

Juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan

Dari orang jahil, mu’anid, dan orang munafiq

Juga orang yang memerangi dengan sikap aniaya dan melampaui batas

Dan engkau mengira bahwa engkau pewaris mereka, sedangkan belum

Pernah merasakan kepedihan dalam membela (dien) Ar Rahman.

(4) Dan di antara Khashaish Thaifah ini -semoga Allah jadikan kami dan engkau bagian dari ‘asakirnya- adalah bahwa jihadnya, kemenangannya serta keberadaan orang yang menegakkan dien ini dan membelanya dari kalangan mereka adalah selalu berkesinambungan di setiap waktu dan kondisi, dan dalam kondisi adanya darul Islam atau tidak adanya hingga datangnya kiamat.

Dan telah lalu dalam lafadh-lafadh haditsnya suatu yang menunjukkan terhadap istimrariyyah (keberlangsungan) penegakan terhadap perintah Allah oleh thaifah ini, sebagaimana ini nampak dari sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Akan senantiasa” dan “Mereka selalu nampak menang” atau “Mereka menang hingga hari kiamat,” atau hingga “qiyamissaa’ah” atau “sampai datang amrullah”[56] dan “Sampai akhir mereka memerangi Dajjal.”

Tidak merintangi mereka atau menghalangi mereka atau menghentikan mereka dari nushrah dienillah ta’ala dan tauhid-Nya di mana saja mereka mampu; satupun dari syubhat, dan ucapan-ucapan bathil orang-orang yang duduk dari nushrah dien ini, mereka itu melaksanakan perintah Allah dan membelanya, serta mereka berperang dalam rangka menegakkan dan merealisasikan tauhid di setiap keadaan, baik ada Al Imam Al Qawwam (pemimpin yang mengayomi) urusan ahlul Islam ataupun tidak ada, dan baik ada dar dan daulah bagi kaum muslimin ataupun tidak ada.

Mereka itu selalu menegakkan amrullah dan syari’at-Nya dalam setiap kondisi, mereka membelanya dengan hujjah, lisan dan bayan, serta dengan kekuatan, perlengkapan dan senjata, sesuai keadaan, tempat dan kesempatan.

Orang yang tidak mampu di antara mereka dari kekuatan di suatu waktu tertentu maka ia tidak duduk meninggalkan i’dad maknawiy dan materi, dan dia tidak meninggalkan dakwah ilat tauhid, terang-terangan dengan nushratuddien dan melaksanakan kewajiban bayan di setiap tempat. Dan termasuk orang yang mustadl’af di antara mereka dan tidak mampu atas hal ini dan itu maka ia tidak akan tidak mampu dari membela dien ini dan pemeluknya walau dengan doa.

Nashruddien bagi mereka adalah seperti yang dikatakan Ibnul Qayyim:

هذا ونصر الدين فرض لازم لا للكفاية بل على الأعيان

بيد وإما باللسان فإن عجــز ت فبالتوجه والدعا بلسـان

Inilah sungguh membela dien ini ada kefardluan yang harus

bukan fardlu kifayah namun atas individu

Dengan tangan atau dengan lisan, kemudian andai kau tak kuasa

maka dengan tawajjuh dan doa dengan lisan.

Oleh sebab itu, dakwah mereka senantiasa nampak, dien mereka tegak, dan hujjah mereka menang lagi jelas sebagaimana yang dikabarkan Al Mushthafa shalallahu ‘alaihi wa sallam sampai datangnya hari kiamat.

Adapun khushum mereka dari kalangan Ahlul Bida’ atau musuh-musuhnya dari kalangan Ahlisy syirki Wal Bathil, maka dakwah-dakwah mereka itu terputus lagi berjatuhan, dusta dan syubuhat mereka itu terlempar, kebathilan mereka gugur dan perhiasan-perhiasan mereka terkalahkan, sebagaimana yang Allah ta’ala kabarkan:

“Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya; adapun yang memberi manfaat bagi manusia, maka ia tetap di bumi”. (Ar Ra’du: 17)

Oleh sebab itu Abu Bakar Ibnu ‘Iyasy berkata:

(… أهل السنة يموتون، ويحيى ذكرهم، وأهل البدعة يموتون، ويموت ذكرهم، لأن أهل السنة أحيوا ما جاء به الرسول صلى الله عليه وسلم؛ فكان لهم نصيب من قوله: (( ورفعنا لك ذكرك )). وأهل البدعة شنؤوا ما جاء به الرسول صلى الله عليه وسلم، فكان لهم نصيب من قوله: (( إن شانئك هو الأبتر )) أهـ عن مجموع الفتاوى (ط دار ابن حزم) (16/292).

(.. Ahlussunnah meninggal dunia namun hidup penyebutan mereka, sedangkan Ahlul Bid’ah mati dan mati pula penyebutan mereka, karena Ahlus Sunnah menghidupkan apa yang dibawa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga mereka mendapat bagian dari firman-Nya: “Dan Kami tinggikan bagimu penyebutanmu,” dan Ahlul bid’ah itu menjelekkan apa yang dibawa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga mereka memiliki bagian dari firman-Nya: “Sesungguhnya orang yang mencelamu itulah yang terputus.”). Dari Majmu’ Al Fatawa cet. Dar Ibnu Hazm 16/292.

Wa Ba’du:

Telah jelas bagi setiap orang yang obyektif yang membaca apa yang telah lalu dari ucapan kami dalam lembaran-lembaran ini: Bahwa kami bihamdillah wa taufiqihi tergolong orang yang sangat antusias sekali untuk tamassuk dan mengikuti thariqah Ashhab Ath Thaifah Adh Dhahirah Al Qaimah Bi Amrillah ini, yang mana mereka itu adalah Khawash (orang-orang khusus) Ahlussunnah Wal Jama’ah Ashhab Al Firqah An Nadiyah, kami memohon kepada-Nya ta’ala agar menerima kami dalam barisan mereka dan meneguhkan kami di atas jalan mereka, serta menggiring kami di bawah panji panglima mereka shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagaimana telah nampak bagi setiap orang yang mentela’ahnya bahwa kami mengikuti jejak mereka dan meniti langkah-langkah mereka dalam semua abwabuddien, dan di antara hal itu adalah bab-bab al wa’du dan al wa’id, al iman dan takfier yang mana lembaran ini ditulis tentangnya.

Dan bahwa kami tidak takfier manusia bil ‘umum sebagaimana yang difitnahkan oleh lawan dakwah yang penuh berkah ini terhadap kami, dan kami juga tidak mengkafirkan dengan satupun dari kekeliruan-kekeliruan dan keganjilan-keganjilan itu yang dengannya banyak dari kaum ghulat atau juhhal atau yang lainnya mengkafirkan.

Bahkan kami tidak mengkafirkan kecuali orang yang telah dikafirkan oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan nushush yang shahihah lagi sharihah, supaya kami menjadi sebagaimana yang Allah ta’ala perintahkan kepada kita orang-orang yang menegakkan karena Allah lagi menjadi saksi dengan adil, dan orang-orang yang menegakkan keadilan, lagi saksi-saksi karena Allah walau atas diri kita, kedua orangtua dan karib kerabat.

Dan kami bersaksi atas orang muhsin bahwa dia itu muhsin, dan terhadap orang yang berbuat buruk bahwa ia itu berbuat buruk, sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ath Thabraniy dalam Al Ausats dan Al Baihaqiy dalam Az Zuhd Al Kabir dari Abu Sa’id Al Khudriy secara marfu’:

( ألا إني أوشك أن أدعى فأجيب، فيليكم عُمّال من بعدي، يقولون ما يعلمون، ويعملون بما يعرفون، وطاعة أولئك طاعة، فتلبثون كذلك دهراً، ثم يليكم عمال من بعدهم، يقولون ما لا يعلمون، ويعملون ما لا يعرفون، فمن ناصحهم ووازرهم وشد على أعضادهم، فأولئك قد هلكوا وأهلكوا، خالطوهم بأجسادكم، وزايلوهم بأعمالكم، واشهدوا على المحسن بأنه محسن، وعلى المسيء بأنه مسيء).

“Ketahuilah sesungguhnya saya hampir saja dipanggil terus saya memenuhi panggilan, kemudian mengurusi kalian para pemimpin sesudahku, mereka mengatakan apa yang mereka ketahui, dan mengamalkan apa yang mereka kenali, maka taat kepada mereka adalah ketaatan, dan kalianpun dalam keadaan seperti itu sementara waktu, kemudian mengurusi kalian ‘ummat setelah mereka, mereka mengatakan apa yang tidak mereka ketahui dan mengamalkan apa yang tidak mereka ketahui, maka siapa yang setia kepada mereka, mendampingi mereka dan memperkokoh mereka, maka mereka itu telah binasa dan membinasakan. Perbaurilah mereka dengan jasad kalian dan jauhilah mereka dengan amalan kalian, serta persaksikanlah atas orang muhsin bahwa dia itu muhsin, dan atas orang yang berbuat buruk bahwa dia itu buruk.”

Inilah …. Sungguh setiap orang yang mentelaah lembaran-lembaran kami ini dan tulisan-tulisan kami yang lainnya, dia telah mengetahui bahwa semua yang kami bicarakan dalam bab-bab takfier, yaitu hanya tergolong kekafiran yang nyata jelas lagi terang yang diijmakan para ulama.

Dan kami saat mengkafirkan para thaghut dan ansharnya itu, hanyalah mengkafirkan mereka dengan murni syirik terhadap Allah dan peribadatan terhadap selain-Nya, yang berupa tuhan-tuhan yang diklaim lagi cerai berai, dengan cara menjadikan mereka sebagai arbab yang membuat hukum selain Allah, tawalliy kepada mereka dan tawalliy terhadap kemusyrikan mereka dan undang-undang kafir mereka, dan ia adalah bentuk mencari pemutus, musyarri’ (pembuat hukum) dan rabb selain Allah, dan memilih dien dan hukum selain Islam. Dan atas dasar ini kami hanya mengkafirkan mereka dengan sebab penohokan syahadat tauhid yang mana orang yang menohoknya dikafirkan dengan ijma kaum muslimin, serta takfier mereka itu bukan tergolong takfier dengan hal-hal yang muhtamal, atau takfier bil lazim wal ma-aal, atau takfier dengan keraguan atau dugaan atau perkiraan atau hal lainnya yang telah lalu tahdzir dan bara’ah kami darinya dalam akhtha’ut takfier (kekeliruan-kekeliruan takfier).

Sama sekali tidak… sungguh mereka itu telah masuk dalam pintu-pintu yang beraneka ragam dari al kufrul bawwah dan asy syirku ash sharrah yang menggugurkan ashlu dienil Islam dan syahadat laa ilaaha illallah.

Dan sebagiannya telah kami isyaratkan pada uraian yang lalu, dan kami juga sebutkan hal lain yang banyak dalam tulisan-tulisan kami yang lainnya, silahkan rujuk ke sana bila engkau ingin tambahan dalam hal ini, supaya engkau bertambah yakin akan sikap bara’ah kami dari apa yang dituduhkan oleh khushum dakwah ini terhadap kami, dari kalangan orang-orang masa kini, para pemandul dakwah dan kaum penebar berita bohong, berupa tuduhan ghuluw dalam takfier, atau madzhab Khawarij dan kaum Takfiriyyin lainnya.

Dan supaya engkau mengetahui benar akan kebathilan apa yang difitnahkan terhadap kami oleh musuh-musuh kami yang memiliki kekuasaan di pemerintahan kafir ini dari kalangan penguasa murtad dan kaki tangannya, berupa tuduhan takfierunnas bil ‘umum, agar dengannya mereka memalingkan manusia dan menyibukkannya dari apa yang selalu kami dengung-dengungkan berupa takfier para thaghut hukum dan yang lainnya dari kalangan al arbab al musyarri’in al mutafarriqin, anshar mereka dan para aparat pelindung qawanin mereka yang menghabiskan umurnya dan menyerahkan kekuatannya dalam melindungi, mengokohkan, dan menjaga undang-undang kafir itu, serta malaksanakannya dan mengaktifkan aturan-aturannya, hukum-hukumnya dan mahkamah-mahkamahnya.

Karena ia adalah peperangan kami dan perseteruan kami yang paling inti, yang mana kami telah bersumpah terhadap diri kami semenjak Allah memberi kami hidayah, untuk tidak berpaling darinya atau keluar dari lingkarannya. Dan orang yang mengecek tulisan-tulisan kami, ia melihatnya seluruhnya terfokus dan terbatas padanya atau tentang apa yang mencabang darinya.

Dan kami seharipun tidak pernah menyibukkan dengan pembicaraan takfierunnas bil ‘umum, atau menguji mereka, dan tidak tentang takfier lawan-lawan kami dan orang-orang yang mencela kami dari kalangan yang intisab kepada Al Islam dan dakwah dari orang-orang yang menyelisihi kami dalam takfier para thaghut dan ansharnya; selama mereka itu tidak membatalkan tauhid atau membela syirik dan tandid, atau melegalkannya atau membolehkan nushrahnya.

Dan oleh karena itu kami mengharapkan diri kami termasuk pasukan atau tentara Ath Thaifah Adh Dhahirah Al Qaimah Bi Dienillah ta’ala, dan kami mengajakmu untuk bergabung dalam barisannya serta bergabung dalam pasukan-pasukannya di mana saja mereka berada.

Lihatlah untuk manfa’at dirimu, karena pagi telah nampak bagi orang yang memiliki dua mata… dan mesti membedakan dan memilih.

Pilihlah bagi dirimu setelah ini, apa kamu tergolong mereka orang-orang yang menggembosi dakwah kami dan dien kami, atau kamu bergabung dengan Ashhab Ath Thaifah Adh Dhahirah Al Qaimah Bi Dienillah di mana saja mereka berada… Sehingga engkau menjadi bagian dari ‘Asakir dan ansharnya.

Pilihlah bagi dirimu… engkau menjadi musuh kami atau kekasih kami.

Dan pilihlah… engkau menjadi penolong bagi dakwah yang mahal ini atau menjadi penggembos…

Di sisi Pemilik ‘Arsylah manusia mengetahui apa beritanya.

Selesai diedit dengan karunia dan taufiq Allah di sel no. 1 di penjara Al Jufri di padang pasir Yordania. Dan itu di waktu dini hari malam 27 Ramadlan tahun 1419 Hijriyyah.

Ya Allah di pintu-Mu kami hentikan kendaraan kehinaan dan pengaduan…

Dan keharibaan-Mu kami keluhkan kelemahan dan kebutuhan…

Dan kepada ridla-Mu dan untuk diterimanya apa yang kami tulis, kami ucapkan dan kami amalkan, kami ulurkan tangan kesulitan dan kepayahan

Dan hanya kepada Engkau kami adukan perlakuan lawan-lawan kami yang mencela dakwah kami, yang memfitnah kami, Engkaulah Yang Maha Tahu rahasia…

Ya Allah jangan Engkau jadikan apa yang telah dituangkan benak kami ini suatu yang tertolak dengan pengusiran dan penjauhan.

Dan jangan Engkau jadikan apa yang digoreskan oleh jari-jari kami ini saksi atas kami di hari persaksian dilangsungkan…

Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemaaf lagi mencintai pemberian maaf, maka ampunilah daku…

Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemaaf lagi mencintai pemberian maaf, maka ampunilah daku…

Ya Allah jadikanlah penghujung hidupku syahadah yang dengannya aku dapatkan tingkatan tertinggi yang dekat dengan-Mu

Dan dengannya engkau putihkan wajahku saat wajah-wajah menjadi putih dan hitam di hari pemaparan di hadapan-Mu. Amiin.

Dan limpahkan Ya Allah shalawat dan salam terhadap Nabi-Mu dan Rasul-Mu Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya seluruhnya.

Ditulis oleh Al Faqir ila rahmati Rabbihi wa Mardlatih

‘Ashim



Daftar Pustaka

Al Ijabah li Iiradi Mastadrakathu Aisyah ‘Alash Shahabah, Az Zakkasyi, Al Maktab Al Islami, cetakan Ketiga, Beirut 1400 H.
Al Arba’in An Nawawiyyah (Matan) Dar Ibni Hazm Beirut.
Irsyadul Fuhul iIaa Tahqiq ‘Ilmil Ushul, Asy Syaukaniy, Mu’assasah Al Kutub Ats Tsaqafiyyah cetakan keenam Beirut.
Al Isti’ab Fi Ma’rifatil Ashhab, Ibnu Abdil Barr, Dar Al Kutub Al ‘Ilmiyyah cetakan Pertama Beirut.
Ushulul Fiqh, Abdul Wahhab Khalaf Darul Qalam, cetakan kedua belas, Kuwait.
Al I’tisham, Asy Syathibiy, Darul Khaniy: cetakan pertama Riyad.
I’lamul Muwaqqi’in ‘An Rabbil ‘Alamin, Ibnul Qayyim, Darul Fikr cetakan kedua Beirut.
Iqtidhaush Shirathil Mustaqim Mukhalafata Ashhabil Jahim, Ibnu Taimiyyah, Darul Khail, cetakan Pertama Beirut.
Badaiul Fawaid, Ibnul Qayyim, Darul Fikr.
Al Bidayah Wan Nihayah, Ibnu Katsir, Maktabah Al Ma’arif cetakan tahun 1408 H.
At Takhwif Minannar Wat Ta’rif Bihal Daril Bawar, Ibnu Rajab Al Hanbaliy Dar Ar Rasyid, cetakan kedua, Damaskus, Beirut.
At Targhib Wat Tarhib, Al Mundziriy, Dar Maktabah Al Hayah cetakan tahun 1411 H, Beirut.
Taisirul ‘Aziz Al Hamid Fi Syarhi Kitabit Tauhid, Sulaiman Ibnu Abdillah Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab, Al Maktab Al Islamiy cetakan kedelapan Beirut.
Jami’ul Bayan ‘An Ta’wili Aayil Qur’an, Ibnu Jarir Ath Thabari, Darul Fikri 1415 H Beirut.
Al Jami Fi Thalabil ‘Ilmisy Syarif, Abdul Qadir Ibnu Abdil Aziz, juz dua darinya saja (naskah photo copy dari cetakan pertamanya yang ada sebagian kekurangan di dalamnya).
Khalq Af’alil ‘Ibad, Al Bukhari, Tahqiq Badr Al Badr cetakan Ad Dar As Salafiyyah 1405 H, Kuwait.
Riyadlush shalihin, An Nawawi, Mu’assasah Al Kitab Ats Tsaqafiyyah, cetakan ketiga, Beirut.
Zadul Ma’ad Fi Hadyi Khairil Ibad, Ibnul Qayyim, Mu’assatur Risalah, cetakan keempat belas 1410 H (kurang juz 3 di penjara).
Az Zuhdu, Al Imam Ahmad, Darul Kitab Al ‘Arabiy cetakan kedua Beirut.
Az Zawajir ‘An Iqtirafil Kabair, Al Haitamiy, Darul Fikr, cetakan pertama.
As Sailul Jarrar Al Mutadaffiq ‘Ala Hadaiqil Azhar, Asy Syaukaniy, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah cetakan pertama, Beirut.
Syarhul Aqidah Ath Thahawiyyah, Ibnu Abil ‘Izzi, Al Maktab Al Islamiy, cetakan kesembilan, Beirut.
Syarhu Qashidah Ibnu Qayyim, Ahmad Ibnu Ibrahim Ibnu Isa, Al Maktab Al Islamiy, cetakan ketiga 1406 H.
Syarhu Kitab As Sair Al Kabir, As Sarkhasiy, Darul Kutub Al Ilmiyyah, Beirut, cetakan pertama 1417 H.
Asy Syifa Bi Ta’rif Huquqil Mushthafa, Al Qadli ’Iyadl, Darul Kutub Al Ilmiyyah, Beirut.
Ash Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul, Ibnu Taimiyyah, Al Maktabah Al Ashiriyyah cetakan 1415 H, Beirut.
Shahih Muslim Bi Syarhi An Nawawiy, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah cetakan pertama, Beirut.
Thariqul Hijratain wa Babus Sa’adatain, Ibnul Qayyim, Maktabatul Hayah, cetakan, Beirut 1980 M.
‘Aunul Ma’buud Syarh Sunan Abu Dawud, Abuth Thayyib Aabadiy, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah cetakan kedua, Beirut.
Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhariy, Ibnu Hajar, Maktabah Daris Salam Riyad, cetakan pertama 1418 H.
Fathul Qadir Al Jami Baina Fannai Ar Riwayah Wad Dirayah Min ‘Ilmit Tafsier, Asy Syaukani, Darul Ma’rifah, Beirut.
Al Farq Bainal Firaq, Abdul Qahir Al Baghdadi, Darul Ma’rifah, Beirut.
Al Fawaaid, Ibnul Qayyim, Darul Fiqr, Beirut cetakan 1408 H.
Qawaidul Ahkam Fi Mashalihil Anam, ‘Izzuddin Abdus Salam, Darul Ma’rifah, Beirut.
Majmu’atul Fatawa, Ibnu Taimiyyah, cetakan dar Ibni Hazm, tahqiq ‘Amir Al Jazzar dan Anwar Al Baz cetakan pertama, 20 jilid.[57]
Majmu’ah Fatawa, Ibnu Taimiyyah, cetakan Dar Al Kutub Al ‘Ilmiyyah (6) jilid.
Mukhtashar Al ‘Uluw, Adz Dzahabiy, Al Maktab Al Islamiy, cetakan kedua 1412 H.
Mudzakkirah Ushulil Fiqhi, Asy Syinqithiy, Al Maktabah As Salafiyyah, Al Madinah Al Munawwarah.
Ma’arij Al Qabul Bi Syarhi Sulamil Wushul, Hafidh Al Hakamiy, Dar Ibnu Qayyim, Dammam, cetakan kedua.
Al Mughniy ‘Ala Mukhtashar Al Kharqiy, Ibnu Qudamah Al Maqdisiy, Dar Al Kutub Al ‘Ilmiyyah cetakan pertama, Beirut.
Al Milal Wan Nihal, Asy Syahrastaniy, Darul Fikr, Beirut.
Millah Ibrahim Wa Dakwatul Anbiya, Abu Muhammad Al Maqdisiy, cetakan pertama.
Nailul Authar Syarh Muntaqal Akhbar, Asy Syaukaniy, Darul Fikr, Beirut 1414 H.
Al Wadlih Fi Ushulil Fiqhi lil Mubtadi’in, Muhammad Al Asyqar, Ad Dar Salafiyyah, Kuwait, cetakan pertama.
Di samping sebagian buku tulis ringkasan dan faidah-faidah yang dikutip dari kitab-kitab lain yang bertebaran di penjara-penjara lain.

[1] Al Milal Wan Nihal karya Asy Syahrastaniy hal: 114



[2] Al Bidayah Wan Nihayah 7/274

[3] Rujukan yang lalu 7/278, dan maksudnya adalah bahwa mereka meskipun saling berperang, namun mereka tetap menjaga hak Islam di antara mereka, tidak seperti Khawarij yang tumbuh dalam fitnah-fitnah itu.

[4] Yaitu apa yang terjadi berupa tahkim Al Hakamain di Shiffin.

[5] Dikeluarkan oleh An Nasai dalam Khashaaish Ali radliyallahu ‘anhu hal: 32 dari Abdullah Ibnu Rafi dengan isnad shahih.

[6] 4/54, dan Al Hafidh Ibnu Hajar berkata tentang Abu Ruzain: Benarnya adalah Abu Zurair, yaitu Abdullah Ibnu Zarair, dan ia itu tsiqah yang dituduh syi’ah.

[7] Sebagaimana yang disebutkan Ath Thabari, dan darinya Ibnu Katsir dalam Al Bidayah Wan Nihayah 7/288.

[8] Fathul Bari (Kitab Istitabatil Murtaddin…) (Bab Qatlil Khawarij Wal Mulhidin).

[9] Al Bidayah Wan Nihayah 7/288, dan dalam penuturan Ibnu Abi Syaibah, bahwa mereka berkata kepadanya: “Kurma seorang mu’ahid, dengan alasan apa kamu menghalalkannya??”

[10] Dan pada riwayat Muslim dari riwayat Zaid Ibnu Wahb Al Juhanniy, dan ia berada pada pasukan Ali, berkata: “Tidak terbunuh dari pasukan saat itu kecuali dua orang.”

[11] Mayoritas yang lalu dari Al Farqu Bainal Firaq dengan ikhtishar.

[12] Al Milal Wan Nihal karya Asy Syahrastany hal 125.

[13] Semua ini dinukil dari Al Farqu Bainal Firaq hal 83-84, dan Al Milal Wan Nihal hal 120-122 karya Asy Syahrastany dengan tasharruf.

[14] Maqalat Al Islamiyyin 1/88.

[15] Al Milal Wan Nihal karya Asy Syahrastany hal 123. Dan Najdat ini disebut juga sebagai ‘Adziriyyah, karena mereka mengudzur karena kejahilan dalam sebagian ahkam ijtihadiyyah.

[16] Hal 72 dst.

[17] Al Farqu Bainal Firaq hal 101, dan mereka maksudkan dengan Dar Taqiyyah adalah Dar orang-orang yang menyelisihi mereka dari kalangan kaum muslimin.

[18] Rujukan yang lalu hal 109

[19] Al Milal Wan Nihal, Asy Syahrastany hal 128.

[20] Dan dikatakan bahwa Ghazalah adalah ibu Syabib sedang Juhaizah adalah isterinya.

[21] Lihat Al Milal Wan Nihal, Asy Syahrastany hal 115.

[22] Dari Fathul Bari (Kitab Istitabatil Murtaddin…) (Bab Man taraka qitalal Khawarij).

[23] Sebagaimana dalam Asy Syifa karya Al Qadli ’Iyadl 2/275 dan telah lalu.

[24] Ini dan yang sebelumnya dinisbatkan kepada Firqah Maimuniyyah, lihat Al Farqu Bainal Firaq hal 96 dan Al Milal Wan Nihal, Asy Syahrastany hal 129.

[25] Dikeluarkan oleh Al Bukhari secara ta’liq dalam (Bab Qatil Khawarij Wal Mulhidin) dari (Kitab Istitabatil Murtaddin), dan Al Hafidh berkata dalam Al Fath: (Dimaushulkan oleh Ath Thabari dalam Musnad Ali dari Takdzibil Atsar, dan sanadnya shahih).

[26] Dinukil dari Fathul Bariy (Kitab Istitabatil Murtaddin….) (Bab Man Taraka Qitalal Khawarij).

[27] ‘Umran Ibnu Hitham As Sadusiy, ia tergolong tokoh Khawarij, oratornya dan penyairnya, mati tahun 84 H. Penyebab ia menganut paham Khawarij adalah bahwa ia menikahi sepupunya yang Khawarij, terus ia cenderung kepada pahamnya. Dan ‘Umran ini tergolong perawi yang dengan sebabnya Al Bukhari dikritik karena mencantumkannya dalam Ash-Shahih, padahal ia tidak mengeluarkan lewat jalannya dalam Ash-Shahih kecuali satu hadits tentang keharaman memakai emas, dan beliau telah mengeluarkannya dalam Al Mutaba’at, dan hadits ini padanya memiliki banyak jalan selain jalan ‘Umran. Lihat muqaddimah Fathul Bari, dan di dalamnya bahwa sebagian ulama telah mengklaim bahwa beliau mengeluarkan miliknya apa yang dia dapatkan sebelum berpaham Khawarij. Namun demikian Abu Dawud telah berkata: “Pada Ahlul Ahwa tidak ada yang lebih shahih haditsnya selain Khawarij,” terus beliau tuturkan ‘Umran dan yang lainnya, dan itu dikarenakan mereka memandang dusta sebagai kekafiran. Ibnul Qayyim berkata dalam (Ath Thuruq Al Hukmiyyah) hal (232): (Dan tidak ragu bahwa kesaksian orang yang mengkafirkan dengan sebab dosa dan menganggap dusta sebagai dosa adalah lebih utama diterima daripada orang yang tidak seperti itu, dan salaf serta khalaf senantiasa menerima kesaksian mereka dan riwayatnya).

[28] Bagian dari hadits yang diriwayatkan Muslim dari hadits Ali secara marfu’ dalam bab (anjuran untuk membunuh Khawarij).

[29] Perhatikan (Kamu telah kafir) langsung, tanpa ada pendahuluan, seperti (kamu salah), atau (kamu sesat), atau (kamu menyimpang)…!! Dan perhatikan ketergesa-gesaan mereka dalam membunuh, menghalalkan darah, dan dalam menetapkan pengaruh-pengaruh hukum takfier atasnya dalam ucapan orang lain (Bila saya tidak mendatangkan hal ini kepadamu dari Kitabullah maka bunuhlah saya); dan ia tidak mengatakan (Bila saya tidak mendatangkannya kepadamu… maka saya rujuk atau taubat) umpamanya…!!

[30] Lihat Al Maqalat karya Abul Hasan 1/88

[31] Dari Al Fath (Kitab Istitabatul Murtaddin…) (Bab Man Taraka Qatlal Khawarij…)

[32] Wafrah: Rambut kepala yang melebihi dua telinga atau yang melebihi anak telinga, kemudian setelah itu Al Jummah kemudian Allummah.

[33] Dan tergolong yang unik adalah bahwa yang ma’ruf dari kami dan dari mayoritas ahlu dakwah tauhid yang penuh berkah -yang sering dituduh secara zalim dan dusta sebagai Khawarij- adalah membiarkan rambut mereka panjang, sehingga sebagian orang jahil mencela dan mengkritik kami karena itu.

[34] Al Mihal Wan Nihal, Asy Syahrastaniy hal 116.

[35] Lihat Fathul Bari (Kitab Istitabatul Murtaddin…) (bab Qatlil Khawarij Wal Mulhidin…)

[36] Di antara mereka itu adalah Al Jamiyyah dan Al Madkhaliyyah di Hijaz dan para pengikutnya di banyak negara. Silahkan baca qashidah salah seorang di antara mereka dalam hal itu dan bantahan kami atasnya dengan qashidah kami yang kami beri nama (Ilaa Haaris At Tandid Wa Ruhbarini), serta di antara mereka di Yordania di dekat kami Ali Al Halabiy dalam fatwanya yang masyhur yang membuat para thaghut dan Ansharnya girang berbunga-bunga, dan sebagian orang baik telah menyebarkannya dengan judul (Al Qaulul Mubin Fi Syaikhil Mukhbirin).

[37] Kata ganti (dlamir) ini kembali kepada Khawarij, yaitu mereka mengkafirkan orang-orang fasiq millah ini dengan dosa, sedangkan kalian kafirkan ansharus sunnah dan ahlinya dengan murni ketaatan.

[38] Ini adalah pensifatan yang detail dan perbandingan yang unik yang dilakukan Ibnul Qayyim, seolah beliau berbicara di tengah realita pengekor para thaghut di zaman kita. Khawarij datang karena sebab tafrith mereka akan sunnah, kelemahan pemahaman mereka akan nushushul Qur’an, dan kurang kemampuan mereka dari menyatukan antara keduanya. Adapun orang-orang sekarang, maka orang yang meneliti istidlal-istidlal mereka tidaklah mendapatkan di dalamnya istidlalat dan burhan-burhan (bukti-bukti) yang jelas, akan tetapi semuanya adalah seperti yang dikatakan oleh Al Khaththabi tentang hujjah-hujjah Ahlul Kalam:

شبه تهافت كالزجاج تخالها حقاً وكل كاسر مكسور

Syubhat-syubhat yang berjatuhan seperti kaca, engkau mengiranya benar,

sedang setiap yang memecahkan akan dipecahkan.

[39] Telah lalu Mushannaf Ibnu Abi Syaibah dengan Isnad sesuai syarat Muslim, dan Ibnu Katsir menuturkannya dalam Al Bidayah Wan Nihayah 7/290 dari riwayat Al Haitsam Ibnu ‘Addiy, dan menambahkan (maka dikatakan: “Apa mereka itu wahai Amirul Mu’minin?” Beliau berkata: “Ikhwan kita menentang kita, maka kita perangi mereka dengan sebab aniaya mereka terhadap kita”, tapi Al Haitsam Ibnu ‘Addiy itu dikatakan oleh Al Bukhari: “Tidak tsiqah, pernah dusta”.

Tambahan tersebut diriwayatkan dari Ali yang serupa tentang Ahlul Jamal.

[40] Di antara orang-orang termasyhur yang mendebat mereka dari kalangan para sahabat adalah Ali, Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Abu Bakrah radliyallahu ‘anhum, dan dari kalangan tabi’in adalah Thawus, Abi Mijlaz, dan Umar Ibnu Abdul Aziz.

[41] Dan untuk menambah rincian dalam hal itu, silahkan rujuk kitab kita (Imtaunnadhr Fi Kasyfi Syubuhati Murji-atil ‘Ashri dan Tabshir Al’Uqala Bitalbisati Ahlit Tajahhum Wal Irja).

[42] Dari Fathul Bari (Kitabul Ahkam) (Bab: Al Umara min quraisy) dan lihat Al Milal Wan Nihal karya Asy Syahraitani hal: 116.

[43] Atsar ini dinukil dari Majmu Al Fatawa cet Dar Ibnu Hazm 7/246.

[44] Sebagai contoh lihat biografi Umar Ibnu Dzur Ibnu Abdillah Al Hamadaniy yang mana Al Imam Ahmad berkata tentangnya: “Ia adalah orang yang pertama kali melontarkan paham irja”. Ia itu tergolong orang yang paling rajin ibadah dan paling zuhud. Dan lihat ucapannya tentang Tahajjud dan ibadah dalam Hilyatul Auliya 5/105-108, dan lihat juga ucapan Sufyan tentang Qais Ibnu Muslim: “Qais Ibnu Muslim tidak pernah mengangkat kepalanya ke atas semenjak ini dan itu sebagai ta’dhim kepada Allah), Dan Yahya Ibnu Said, Abu Dawud dan An Nasai telah berkata: “Ia itu Murjiah”.

[45] Lihat Al Fatawa cet Dar Ibnu Hazm 7/112.

[46] Yaitu orang-orang yang menegakkan permusuhan terhadap Ahlul Bait menurut klaim mereka.

[47] Karena mereka membolehkan ungkapan “Saya mu’min Insya Allah”.

[48] Sebagaimana sebagian Afrakh mereka mengklaim pada zaman kita saat menuduh Al Muwahhidin dari Ahlus sunnah dengan sikap membenci Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam atau mencela para sahabatnya, bila mereka berhenti pada wasiatnya tentang anjuran tidak mengkultuskan dan ghuluw kepada beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam, atau mereka menolak sebagian ijtihad sahabat atau pendapat-pendapat mereka yang tidak kuat karena mengikuti dalil yang nampak bagi mereka.

[49] Isyarat kepada hadits Al Bukhari 33-35: (Apa kalian tidak ta’jub, bagaimana Allah memalingkan dariku celaan dan pelaknatan Quraisy? Mereka mencerca Mudzammam dan melaknat Mudzammam sedangkan saya adalah Muhammad).” Dan di dalamnya ada penghibur bagi muwahhidin para pengikut Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang dicela oleh lawan mereka dengan gelar ta’thil dan tasybih, dan begitu juga pencapan dengan Khawarij dan Takfiriy, karena Allah memalingkan dari mereka celaan dengan hal itu, karena mereka itu lepas diri dari gelar-gelar ini, dan mereka jauh dari celaan mereka yang mana itu kembali kepada lawan mereka yang mengada-adanya, serta yang mana mereka itu layak akan setiap celaan dan hinaan.

[50] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menegaskan terhadap hal itu, dilihat dalam (Iqtidla Ash Shiratil Mustaqim..) dan As Sayuthiy menegaskan juga dalam Qathful Azhar Al Mutanatsirah, dan selain mereka.

[51] Ini dan yang sebelumnya adalah nukilan dari kitab kami “Millah Ibrahim” silahkan dirujuk karena sangat penting.

[52] Adapun mereka para tukang pukul, maka sesungguhnya mereka itu tidak bisa menghadapi hujjah kaum muwahhidin yang menelanjangi mereka, memojokkan mereka dan membongkar kebathilan mereka kecuali dengan cemeti dan tongkat mereka, seraya mereka menduga dengan kedunguannya yang sangat bahwa tongkat/cemeti itu bisa merubah keyakinan, atau melenyapkan tauhid. Dan seringkali ihwah tauhid mengatakan kepada mereka dan menulis di tembok penjaranya:
وما زادنا السجن إلا يقين
وقتل الدعاة ولو بالمئين
وإظهار توحيد حق ودين وما زادنا القيد إلا ثباتاً
وما زاد تعذيب إخواننا
سوى رفع راية إيماننا

Borgol tidak menambah bagi kami kecuali keteguhan

Dan penjara tidak menambah bagi kami melainkan keyakinan

Penyiksaan terhadap ikhwan kami dan pembunuhan para du’at

Meskipun mencapai ratusan tidaklah menambah

kecuali ketinggian panji iman kami

dan menampakkan tauhid dan dien yang haq

….Akan tetapi mereka tidak mengerti…!!

[53] Adzaalul khail yaitu menghinakan kuda, meremehkannya, menelantarkannya dan meletakkan darinya alat perang.

[54] Dinisbatkan kepada Muhammad Ibnu An Nadlr sebagaimana dalam Syu’abil Iman karya Al Baihaqiy.

[55] Musnad Ahmad 2/540 dengan Isnad shahih dari Abu Hurairah secara marfu.

[56] Para ulama menafsirkan “Amrullah” di sini dengan angin yang lembut yang Allah ta’ala kirim sebelum datangnya hari kiamat, terus ruh setiap mu’min dicabut, sehingga tidak tersisa kecuali orang-orang yang paling buruk, dan kepada merekalah kiamat datang, sebagaimana dalam hadits Muslim dari Abdullah Ibnu ‘Amr Ibnul ‘Ash.

[57] Dan ia adalah tergolong referensi terpenting yang saya jadikan sandaran kitab ini; oleh sebab itu ada keunikan mimpi: apa yang saya lihat (dalam mimpi) setelah saya merasa bingung tentang cara mengeluarkan naskah asli kitab ini, terutama setelah musuh-musuh Allah mempersempit semua jalan atas kami, dan mereka menutup semua celah dan jalan, sehingga tidak satu lembar pun di akhir keadaan yang bisa lolos lewat benteng penjara; saya melihat dalam mimpi, seolah saya pulang dari safar dengan disertai Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan tangan beliau memegang tangan saya sampai kami menempuh padang pasir dan sampai ke pemukiman, maka orang-orang keluar menyambut kami sembari bahagia dengan Syaikhul Islam. Maka saya mentakwilnya bahwa kitab ini akan keluar bersama saya dalam keadaan aman Insya Allah dan akan tersebar di antara manusia, dan musuh-musuh Allah tidak akan bisa menguasainya atau merampasnya atau mencegahnya dari keluar.

Dan ternyata saya berupaya atas hal ini, maka saya menghentikan diri dari upaya-upaya saya yang putus asa untuk mengeluarkannya, dan beralih pada upaya menyembunyikannya di sebagian lipatan-lipatan barang kebutuhan saya di penjara. Kemudian tidak lama setelah itu kecuali kira-kira dua bulan, Allah membebaskan kami dan kitab pun keluar dengan saya bi fadllillah wa minnatihi, maka segala puji hanya milik Allah yang dengan nikmat-Nya amal shalih bisa terlaksana, dan saya memohon kepada Dia Subhanahu untuk menerimanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar