Selasa, 10 Mei 2011

IGHTIYALAT (Operasi pembunuhan mendadak)

Oleh Syaikh Faris bin Ahmad Alu Syuwail Az Zahroni alias Abu Jandal Al Azdi

Kepada Pelayan Salib Dan Berhala…
Celaka kamu, wahai bapak kejahatan …
Wahai penghancur dua tanah suci dan islam …
Celaka kamu sebentar lagi …
Wahai pelayan salib dan berhala …
Fahd (singa) namanya, tapi dalam pertempuran seperti merpati …
Yang takut mendengar lenguhan binatang ternak …
Kalau saja wanita, tentu ia akan menjaga negerinya …
Dan menjaga kehormatannya, dengan kuku dan cadarnya …
Tidak tercela wahai yang berakhlak buruk, kamu adalah munafik …
Bahkan, kamu adalah budak orang kafir dan budak kegelapan …
Bahkan kamu adalah pendeta gereja sekaligus peramal …
Yang telah mereka kalungi salib sebagai lencana …
Bahkan kamu adalah masonis, yang murtad di sini …
Bersama yahudi kamu seperti rabi (pendeta yahudi)…
Wahai para ulama, jangan diam saja …
Jangan takut serangan para penguasa …
Rezeki itu datang dari ilah yang maha memberi rezeki …
Dan umur itu kembali kepada yang maha mengetahui …
Bertaubatlah, belalah, dan kembalikanlah …
Harga diri kita dengan ilmu, iman dan keberanian …
Bangkitlah melawan amerika dan hancurkan hidungnya …
Bahkan hempaskan ia ke kobaran api dan tanah …
Bangkitlah melawan fahd dengan pedang …
Karena dia telah menjual negeri dengan kiblat dan pinjaman …
Ia jual negeri kepada setiap serigala kafir …
Yang fasik dan kepada pemimpin keburukan …

MUKADDIMAH

Segala puji bagi Alloh, kami memuji, meminta pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Dan kami berlindung kepada Alloh dari kejahatan jiwa kami dan keburukan amal perbuatan kami. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Alloh, maka tidak ada yang mampu menyesatkannya. Dan siapa Dia sesatkan, maka tidak ada yang memberinya petunjuk.
Dan aku bersaksi bahwa tiada ilah (yang haq) selain Alloh, satu-satu-Nya dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Amma Ba‘du…
يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Hai orang-orang beriman, bertakwalah kalian kepada Alloh dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim.

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Robb-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Alloh menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Alloh memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Alloh yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Alloh selalu menjaga dan mengawasi kamu.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Alloh dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Alloh memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Alloh dan Rosul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.

Amma ba‘du…

Sesungguhnya, perkataan terbaik adalah kalam Alloh. Petunjuk terbaik adalah petunjuk Muhammad SAW. Dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan itu bid‘ah, setiap bid‘ah adalah sesat, dan setiap kesesatan itu di neraka.

Setelah Alloh mudahkan penulisan materi pembahasan berjudul: Al-Bahits ‘An Hukmi Qotli Afrodi wa Dhubbati `l-Mabahits pada bulan Ramadan dan telah bisa disebarluaskan pada permulaan bulan Syawal 1423 H, buku tersebut begitu cepat menyebar dan terpublikasikan dengan sangat baik, saya sama sekali tidak menduganya sebelum itu. Apalagi, buku seperti itu tergolong “terlarang”, dalam arti tidak bisa disebar selain melalui jaringan dunia maya, tepatnya pada site Mimbar Tauhid wal Jihad. Meski pun demikian, hingga kini sudah lebih dari 5200 pengunjung yang men download materi tersebut. Sedangkan yang mengunjungi, membacanya, atau sekedar mendengarnya, tercatat berjumlah puluhan ribu. Semua ini hanya dalam tempo kurang dari dua bulan setengah. Maka segala puji bagi Alloh, di awal dan di akhir. Milik-Nya lah keutamaan dan anugerah. Atas dasar itu, saya merasa perlu memulai penulisan materi baru yang sesuai dengan kondisi saat ini, kondisi yang serba sulit, masa yang tergoncang oleh peristiwa-peristiwa dan perubahan-perubahan yang begitu besar dan cepat di seluruh penjuru dunia, khususnya di negeri-negeri kaum Muslimin. Materi itu berjudul: Tahridhu `l-Mujahidina `l-Abthol ‘Ala Ihya’i Sunnati `l-Ightiyal (Mengobarkan Semangat Para Mujahidin Perwira Untuk Menghidupkan Sunnah Ightiyal).

Dalam materi kali ini, saya berbicara mengenai definisi ightiyalat, pensyariatannya, sebab-sebab dilakukannya, cara-cara dan faedah-faedahnya, dan apa saja yang harus dipenuhi oleh para pelakunya. Juga tentang kisah-kisah amaliyat ightiyal yang berhasil dilaksanakan selama dua dekade belakangan ini.

Selanjutnya saya tutup materi ini dengan berbagai wasiat penting untuk para mujahidin di masa-masa sulit seperti sekarang ini, agar mereka mengenali jalan yang mereka tempuh tanpa adanya kerancuan dan kabut, namun dengan kejelasan yang sempurna. Hanya Alloh lah tempat memohon pertolongan.

Meski pun jihad fi sabilillah dan melakukan operasi ightiyalat terhadap para pemuka kekafiran (Aimmatul Kufr) begitu penting, namun sayangnya kedua hal ini mendapatkan tentangan begitu gencar pada zaman sekarang. Demikian juga para ulama belakangan ini –selain yang dirahmati Alloh— , mereka meremehkan urusan ini padahal ia begitu penting dan nilainya sangat strategis menyangkut masa depan agama ini. Mereka seolah-olah tidak tahu, padahal secara ilmu mereka faham, bahwa inilah jalan satu-satunya untuk menegakkan kembali menara Islam. Setiap muslim seolah lebih mengedepankan buah pikiran dan filsafatnya daripada jalan yang Alloh gariskan untuk meraih harga diri bagi para hamba.

Suatu hal yang pasti, bahwa thoghut-thoghut di seluruh dunia tidak akan mungkin bisa dibasmi selain dengan pedang. Makanya, Nabi SAW bersabda,

بُعِثْتُ بِالسَّيْفِ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ حَتَّى يُعْبَدَ اللهِ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِيْ تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِيْ وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِيْ وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Aku diutus menjelang hari kiamat dengan pedang sampai hanya Alloh saja yang diibadahi dan tidak ada lagi sekutu bagi-Nya. Dan dijadikan rezekiku di bawah bayang-bayang tombakku, dan dijadikan hina dan kecil orang yang menyelisihi ajaranku, dan siapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari mereka.”

Ibnu Rojab Rohimahullah berkata, “Sabda Nabi SAW (Aku diutus dengan pedang…) artinya: Alloh mengutus beliau berdakwah kepada tauhid dengan pedang setelah berdakwah dengan hujjah. Maka, siapa tidak menyambut dakwah tauhid dengan Qur’an, hujjah dan penjelasan, ia harus didakwahi dengan pedang.”

Ketika di Mekkah, Rosululloh SAW pernah mengatakan kepada thoghut-thoghut di sana,
اِسْتَمِعُوْا يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ أَمَا وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِالذَّبْحِ
“Dengarkanlah hai orang-orang Quraisy, demi (Alloh) yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh aku datang kepada kalian dengan sembelih.”
Kata-kata ini mengena kepada orang-orang itu, sampai-sampai tidak ada satu orang pun melainkan seolah-olah di atas kepalanya seperti bertengger seekor burung (baca: tercengang). Bahkan orang yang paling keras permusuhannya kepada beliau menjadi lembut kata-katanya, sampai-sampai ia berkata, “Pergilah dalam keadaan terhormat, wahai Abu `l-Qosim. Demi Alloh, kamu bukanlah orang bodoh,” padahal Rosululloh mengatakan, “Sungguh aku datang kepada kalian dengan sembelih.”

Beliau telah menggariskan jalan yang lurus, tidak ada kata dialog atau kompromi dengan para pemimpin kekufuran dan komandan kesesatan, padahal saat itu beliau masih di dalam kota Makkah.

Haruslah Anda tahu, akhi mujahid, bahwa ideologi jihad dalam agama Alloh Ta‘ala telah menghadapi serangan bertubi-tubi dari fihak kekafiran dan pendukung-dukungnya. Sudah dimaklumi bahwa kekufuran –dengan berbagai bentuknya— tidak mungkin bisa digoncangkan pilar-pilarnya dan dilenyapkan dari tempat pijakannya selain dengan perang. Sebuah negara tidak mungkin bisa menancapkan tonggak-tonggaknya dan mengkokohkan eksistensinya kecuali setelah melalui pengorbanan darah dan ceceran daging. Tidak ada satu pun negara di dunia, baik sekarang, kemarin, mau pun yang akan datang, bisa meraih kemerdekaan dan superioritas melainkan setelah melewati peperangan dan pertempuran-pertempuran yang mencabut “potongan-potongan hatinya” , menumpahkan darah para pemudanya, dan menjadikan orang-orang berjenggot beruban jenggotnya.

Bagi seorang pengamat, janganlah ia tertipu dengan demokrasi di dunia barat, dengan berasumsi bahwa membentuk partai sebagai wakil untuk meraih kekuasaan dan menumbangkan penguasa lain dari kursinya adalah mudah dan gampang, lalu ia mengira kaum muslimin pun bisa sampai kepada kursi kekuasaan dengan cara yang sama. Ini adalah kesalahan besar, sebab rezim-rezim penguasa di barat itu tidak berkuasa seperti sekarang ini melainkan setelah melalui peperangan-peperangan sengit, antara pengusung pemikiran demokrasi ini dengan musuh-musuhnya. Tidaklah sebuah negara terbentuk (dan merdeka) melainkan setelah melewati episode peperangan-peperangan menghadapi lawan-lawannya.

Amerika misalnya, sebagai pimpinan negara demokrasi liberal, yang mengayahi banyak sekali negara-negara bagian. Negara itu tidak akan ada seperti bentuknya sekarang, yang memiliki ideologi politik dan wilayah geografis, kecuali setelah melewati berkali-kali perang saudara yang cukup sengit antara penduduk benua Amerika utara dan selatan. Peperangan-peperangan itu melahap semua yang hijau dan kering sampai akhirnya salah satu dari dua fihak yang bermusuhan meraih kemenangan. Setelah itu, orang-orang yang menang sepakat untuk membentuk pemerintah politik dan gaya hidup seperti sekarang.

Tak jauh berbeda dengan Eropa dan negara-negara yang berdiri di sana. Negara-negara itu tidak terbentuk serapi sekarang kecuali setelah melalui pertempuran-pertempuran di dalamnya, baik pertempuran internal mau pun eksternal. Masing-masing fihak mempersembahkan semua yang mahal dan berharga hingga kemenangan berfihak kepada salah satu dari fihak-fihak yang bertikai. Setelah itu, orang-orang yang menang sepakat untuk membentuk pemerintah dan gaya hidup seperti sekarang ini.
Kalau kita bertanya kepada diri kita, mengapa Barat dibenarkan menyebar luaskan ideologinya melalui kekuatan dan senjata –seperti dilakukan Amerika dan Eropa—namun lawan-lawannya tidak dibenarkan?

Mereka yang ingin memasyarakatkan pemikirannya dan ingin pemikiran tersebut merambah wilayah negara dan kekuasaan namun tidak mau menempuh perjuangan para pengusung senjata dan para petempur, pada dasarnya mereka sama dengan kaum filosof yang berlebihan dalam berargumentasi. Teriakan-teriakan mereka hanya akan menjadi debu berterbangan.

Metode Perubahan Menurut Pemikiran Terbelakang:
Taruhlah semua orang Islam sepakat bahwa thoghut murtad harus dilenyapkan, tapi bagaimana caranya agar mereka bisa dilengserkan dari kursi kekuasaannya?
Orang-orang yang menawarkan metode mentarbiyah masyarakat dengan nilai-nilai keislaman hingga jumlah kaum muslimin menjadi banyak, tanpa mengajarkan keterampilan bertempur dan perang, tujuan utamanya hanya membentuk para diplomat dan pemikir politik ulung, yang rajin puasa di siang hari dan sholat di malam hari, atau melahirkan para penghafal Quran dan hadits –mereka ini posisinya di tengah dua kelompok ekstrim yaitu sufi-salafi dan ikhwani— , maka bukanlah hal yang susah bagi thoghut untuk membentuk tim beranggotakan 100 orang lengkap dengan senjata dan kekuatan militer lantas mereka serang para ulama, mereka rusak para pemikir ulung, dan mereka hancurkan tempat-tempat ibadah dan masjid para ahli ibadah. Sesungguhnya, orang berpikiran jeli manapun di muka bumi ini tidak akan menemukan cara untuk membebaskan diri dari ajaran khurafat, ajaran jabriyah, ajaran bidah, ghonushiyah shufiyah, selain dengan jihad.

Akan tetapi, kita masih mencium aroma dari pemikiran mundur yang merasuk ke tubuh umat Islam yang hidup setelah tiga generasi terbaik pertama, dengan menggunakan label yang menyilaukan pandangan. Beberapa masyayikh kita –umat Islam— memiliki cara pandang berbeda dalam mencapai perubahan. Kita akan sebutkan sebagian, di antaranya:

1. Syaikh Salafi, Abu Bakr Jabir Al-Jazairiy dan methode Aljazairnya.
Beliau ini memiliki cara baru yang barangkali layak kita katagorikan sebagai penemuan modern. Beliau menyatakan metode barunya itu: “Cara terbaik untuk memperbaiki penguasa kita adalah dengan kita kumpulkan –dalam jumlah besar— orang-orang yang menuntut pentingnya diadakan reformasi. Setelah itu, kita bersama-sama menuju istana pemerintah. Setelah itu kita bersimpuh di depan rumahnya, (maaf: istananya) setelah itu kita menangis dan menampakkan kesedihan. Jika si penguasa keluar menemui kita dengan wajah yang penuh wibawa dan bersinar lalu ia bertanya kepada kita tentang sebab mengapa kita menangis, kita katakan: Demi Alloh, kami tidak akan meninggalkan istanamu sampai kamu menyelenyapkan kemungkaran dan berhukum dengan syariat Al-Quran…tidak diragukan, bahwa pemimpin itu hatinya lembut dan penyayang. Bahkan, ia tidak rela rakyatnya yang setia menangis (syaikh melontarkan kata-kata: apakah hatinya pemimpin itu batu?). Sehingga hasilnya, seorang pemimpin adil pasti akan mengabulkan tuntutan dan tangisan kita. Dan ketika itu terjadi, Al-Quran akan diberlakukan sebagai hukum.”

2. Adapun pandangan masyayikh dan kaum intelektual kita yang lain, adalah konsep yang disebut dengan istilah “kotak ajaib”. Kotak ajaib ini ditemukan manusia baru-baru ini, bisa juga disebut teori kotak.

Begini, alkisah ada seorang penguasa yang berbeda dengan penguasa mana pun di dunia ini, dia adalah sosok yang menjaga harga diri, tapi yang bermasalah adalah orang-orang di sekelilingnya yang menipunya, mereka menampakkan seolah-olah seluruh rakyat menghendaki dan mencintainya, mereka tidak ingin posisinya diganti oleh siapa pun. Untuk membuktikan kebenarannya, secara berkala ia mengeluarkan maklumat kepada rakyat bahwa dirinya siap mengundurkan diri dari kursi kekuasaan jika memang rakyat menghendaki. Nah, untuk mengetahui pendapat rakyat, akhirnya ia membuat sebuah kotak yang akan diisi pendapat rakyat.

Kisah selanjutnya, orang-orang yang membawakan cerita ini berbeda pendapat. Sebagian mengatakan dengan yakin bahwa kotak itu memang ajaib. Sebab bisa mengganti semua tulisan pada kertas yang ada di dalamnya berubah menjadi satu kata saja yaitu: Tuan Pimpinan, Yes!.
Sayangnya, pembawa cerita yang lain tidak bisa kita dengar keterangannya, sebab ia kini harus mendekam di penjara.

3. Teori ketiga mengatakan, kondisi kita sekarang adalah yang terbaik. Tidak pernah ada kondisi sebaik ini sebelumnya. Artinya, tidak perlu ada perubahan, tidak perlu kita bersedih hati. Atau, aku rela dengan kesengsaraanmu, kesengsaraan yang datang kepadamu adalah pemberian terbaiknya.

Teori ketiga ini ketika dikaji oleh sebagian orang, ternyata ada petunjuk yang mengarah ke sana di dalam Buku Hijau milik Qadhafi. Tapi kami heran, mengapa teori ini bisa “dilarikan” kepada para Masyayikh Saudi . Hal ini terus menjadi rahasia yang tidak kita ketahui isinya hingga akhirnya salah seorang syaikh Saudi (pro Pemerintah) ketika saya debat, ia berdalih dengan perkataan orang awam, “Tangan yang tidak mampu berjabat tangan, doakan saja agar dia patah.”

Barangkali mereka ingin membentuk masa depan kita dengan bentuk-bentuk yang baru, sesuai dengan apa yang ada dalam kaidah-kaidah fikih kontemporer menurut masyayikh dan ulama Jazirah Arab.

Ditulis untuk Mujahidin:
Abû Jandal Al-Azdiy
21/12/1423 H

DEFINISI IGHTIYALAT

Ightiyalat adalah operasi pembunuhan mendadak terhadap sasaran tertentu yang menjadi lawan, dalam rangka menghentikan kekejamannya terhadap kaum muslimin, atau dalam rangka menggentarkan orang-orang jahat yang semisal dengannya.
Ightiyalat merupakan operasi yang melibatkan sarana militer, tetapi inti utamanya adalah masalah keamanan (security). Ia adalah operasi intelejent (sebuah tim khusus) yang harus dirancang secara sangat teliti dan harus beranggotakan orang-orang berkeahlian khusus, tim ini dibentuk secara khusus dan tidak memiliki kaitan dengan program lain supaya tidak terbongkar.

Ightiyalat masuk dalam Bagian Operasi (dalam sebuah kelompok), jumlah anggotanya tak lebih dari tujuh orang. Dan tidak ada yang boleh mengenali siapa mereka selain mas’ul utama urusan Keamanan dari Mujahidin, Pimpinan Umum dan tim Ightiyalat yang langsung berada di bawah koordinasi Qoid Askari. Anggota pada setiap mantiqoh utama tidak boleh lebih dari dua orang dan berada di bawah koordinasi langsung mas’ul mantiqoh utama; ini jika mujahidin dalam kondisi memiliki kekuatan dan pengaruh.
Adapun kondisi seperti sekarang yang kita alami, urusannya bisa dikembangkan lebih luas. Silahkan saja para pemuda melakukan amaliyah ini, namun harus memperhatikan hal-hal yang akan kita kaji dalam pembahasan nanti.

Tugas Tim Ightiyalat adalah meng-ightiyal orang-orang yang memiliki pengaruh dan dianggap menganggu di negara-negara murtad, baik dari Aimmatu `l-Kufr (para penguasa murtad), atau dari orang-orang kafir asli, yang akan kita jelaskan lebih detil pada pembahasan nanti.

DISYARI‘ATKANNYA IGHTIYALAT

Jika kita amati sejarah Nabi SAW dan para shahabat sepeninggal beliau, kita akan temukan hukum-hukum jihad dan peperangan dengan jelas dan lengkap, berikut cabang-cabang fikihnya. Nah, pada pembahasan kali ini, kita akan coba kaji salah satu sisi tersebut, yaitu tentang ightiyal terhadap aimmatu `l-kufr yang memerangi Alloh dan Rosul-Nya. Akan kami ketengahkan beberapa nash yang menyebutkan masalah ightiyal terhadap aimmatul kufr tersebut, setelah itu kita simpulkan hukum-hukum fikih yang telah di istimbath kan para ulama salaf dalam buku-buku fikih induknya, yang hari ini dijauhi oleh para penuntut ilmu –selain mereka yang dirahmati Alloh, dan mereka sedikit sekali.

Masalah ightiyalat, kebolehannya sama sekali tidak diperselisihkan oleh seorang pun dari salaful ummah.

Dalil-Dalil Dari Quran Dan Sunnah:

Dalil Pertama: Firman Alloh Ta‘ala:
فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ
“… maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka, kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian.”
Dalam ayat ini ada isyarat tentang masalah ightiyalat.

Al-Qurthubiy rohimahulloh berkata , “Dan intailah mereka di setiap tempat pengintaian… artinya, intai mereka ketika mereka tidak sadar dirinya sedang diintai. Ini adalah dalil bolehnya melakukan ightiyalat tanpa dakwah sebelumnya.” Demikian perkataannya…

Perkataan Al-Qurthubiy, “Tanpa dakwah sebelumnya,” maksudnya tanpa dakwah kepada orang yang sebelumnya sudah mendengar dakwah Islam.
Ayat ini –dan intailah mereka di setiap tempat— mengandung dalil disyariatkannya spionase dan memata-matai musuh.

Ibnu `l-‘Arobiy rohimahulloh berkata , “Masalah ketujuh: Firman Alloh ‘… dan intailah mereka pada setiap tempat pengintaian…’ Ulama madzhab kami berkata, “Dalam hal ini terdapat dalil bolehnya melakukan ightiyal kepada orang-orang musyrik tanpa dakwah sebelumnya.” Selesai perkataannya.

Ibnu Katsir rohimahulloh berkata , “Dan firman Alloh: ‘Kepunglah mereka dan intailah mereka di setiap tempat pengintaian…’ artinya, janganlah kalian hanya mencukupkan diri dengan keberadaan kalian di tengah mereka, tapi seranglah mereka dengan cara mengepung tempat-tempat pangkalan mereka dan intailah mereka di jalan-jalan yang mereka lewati sehinggga kalian persempit kelapangan mereka dan kalian desak mereka kepada kematian (dengan dibunuh) atau mereka masuk Islam.”

Syaikhul Mujahid, yang terdzalimi baik semasa hidup dan meninggal dunia, ‘Abdulloh ‘Azzam rohimahulloh berkata dalam tafsir surat At-Taubah , “Intailah mereka pada setiap tempat pengintaian, dengan ranjau. Ini menunjukkan bolehnya meng-ightiyal orang kafir tanpa terlebih dahulu memberi peringatan. ‘Dan intailah mereka pada setiap tempat pengintaian…’ ini adalah dalil bolehnya melakukan operasi ightiyal.
Jadi, ightiyalat adalah sebuah perintah, faham? Sebuah perintah…”

Dalil Kedua: Kisah Pembunuhan Ka‘ab Bin Al-Asyrof
Dari Jabir bin Abdillah, bahwa Rosululloh SAW berkata,
مَنْ لِكَعْبٍ بْنِ اْلأَشْرَف فَإِنَّهُ آذَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ
“Siapa yang mau membereskan Ka‘ab bin Al-Asyrof? Sesungguhnya dia menyakiti Alloh dan Rosul-Nya.”
Maka berdirilah Muhammad bin Maslamah, ia berkata, “Wahai Rosululloh, apakah engkau suka aku membunuhnya?” Beliau menjawab, “Ya,” “Kalau begitu izinkan aku (nanti) mengucapkan sesuatu…” pintanya. “Katakan saja,” kata Rosul.
Maka Muhammad bin Maslamah datang kepada Ka‘ab bin Al-Asyrof dan berkata, “Siapa sebenarnya lelaki itu (maksud dia adalah Nabi SAW), dia memungut zakat dari kita dan membebani kita, sesungguhnya aku datang kepadamu untuk bersekutu denganmu.”
Ka‘ab berkata, “Demi Alloh, tuliskan surat saksi untuknya.”
“Sesungguhnya kita telah mengikutinya, lalu kami tidak ingin meninggalkannya sampai kita lihat, bagaimana akhir dari ajarannya. Dan kami menginginkan engkau meminjami kami satu wasaq atau dua wasaq (makanan).”
Ka‘ab berkata, “Kalau begitu, berikan kepadaku barang sebagai gadai.”
“Barang apa yang kau mau?” tanya mereka.
“Gadaikan wanita-wanita kalian.” Kata Ka‘ab.
“Bagaimana kami akan menggadaikan wanita-wanita kami, sementara engkau adalah orang Arab paling tampan.”
“Kalau begitu, gadaikan anak-anak kalian.”
“Bagaimana kami akan menggadaikan putera-putera kami kepadamu, sementara mereka akan dicela karenanya, dan akan dikatakan: hanya demi menggadai satu atau dua wasaq (kalian rela menggadaikan anak-anak kalian)? Sungguh, ini aib bagi kalian.”
Mereka berkata, “Kami akan menjadikan senjata kami sebagai gadaimu.”
“Baiklah,” jawab Ka‘ab.
Lalu ia menjanjikan kepada mereka untuk bertemu di malam hari dengan membawa geriba, bersama Abu Na’ilah –saudara sesusuan Ka‘ab—. Maka Ka‘ab mengundang mereka untuk datang ke bentengnya, kemudian ia turun untuk menemui mereka. Isterinya berkata, “Mau ke mana engkau malam-malam begini?”
Ka‘ab menjawab, “Itu tak lain adalah Muhammad bin Maslamah dan saudaraku, Abu Na’ilah.”
Perawi selain Amru mengatakan, “Kemudian isterinya berkata lagi, “Aku mendengar suaranya seperti tetetas air.” –dalam lain riwayat: Aku mendengar suara seperti suara darah—.
Ka‘ab berkata lagi, “Itu tak lain adalah saudaraku, Muhammad bin Maslamah dan saudara sesusuanku, Abu Nailah. Orang yang mulia itu, kalau dipanggil untuk berjalan di malam hari pasti menyanggupi.”
Kemudian Muhammad bin Maslamah masuk bersama dua orang, menurut Amru kedua orang itu bernama Abu ‘Abs bin Hibr dan ‘Abbad bin Bisyr.
Amru melanjutkan kisahnya:
“Muhammad bin Maslamah berkata, “Jika dia datang, aku akan memegang kepalanya, maka jika kalian telah melihatku berhasil melumpuhkannya, penggallah lehernya.”
(Inilah cara untuk membunun orang seperti dia, sebab dia berbadan besar dan kuat)
Ketika ia turun dari benteng sembari menyandang pedangnya, mereka berkata, “Kami mencium aroma harum dari tubuhmu.” “Ya,” jawab Ka‘ab, “…istriku adalah wanita Arab paling harum.” Muhammad bin Maslamah berkata, “Bolehkan aku mencium baunya?” “Silahkan,” kata Ka‘ab. Ia pun pura-pura menciumnya. Ia berkata, “Bolehkah kuulangi lagi?”
Maka ketika itulah, Muhammad bin Maslamah berhasil melumpuhkannya, kemudian ia berkata, “Giliran kalian, bunuhlah dia.” Mereka akhirnya berhasil membunuhnya.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Kemudian, orang-orang yahudi datang kepada Nabi SAW setelah terbunuhnya Ka‘ab bin Al-Asyrof. Mereka berkata, “Wahai Muhammad, teman kami terbunuh tadi malam, padahal dia adalah salah satu tokoh pemuka kami. Ia dibunuh secara diam-diam (ightiyal) tanpa dosa dan kesalahan apa pun sejauh yang kami tahu.” Rosululloh SAW bersabda,

إِنَّهُ لَوْ فَرَّ كَمَا فَرَّ غَيْرُهُ مِمَّنْ هُوَ عَلَى مِثْلِ رَأْيِهِ مَا اغْتِيْلَ ، وَلَكِنَّهُ آذَانَا وَهَجَانَا بِالشِّعْرِ وَلَمْ يَفْعَلْ هَذَا أَحَدٌ مِنْكُمْ إِلاَّ كَانَ لِلسَّيْفِ
“Sungguh, kalau dia melarikan diri sebagaimana orang seperti yang sepemikiran dengannya melarikan diri, tentu ia tidak akan dibunuh dengan cara ightiyal, akan tetapi dia menyakiti kami dan mencemooh kami dengan syair, dan tidak ada satu pun dari kalian yang melakukan perbuatan seperti ini kecuali pedang lah pilihannya.”

Ka‘ab bin Al-Asyrof memang biasa memprovokasi orang-orang musyrik untuk memusuhi kaum muslimin. Ia juga mencela Nabi SAW dengan syairnya dan menggoda isteri-isteri kaum muslimin.
Ibnu Hajar rohimahulloh berkata , “Di dalam Mursal Ikrimah dikisahkan, pagi harinya kaum yahudi ketakutan, lalu mereka datang kepada Nabi SAW dan berkata, “Pemuka kami terbunuh secara diam-diam,” akhirnya Nabi SAW menceritakan kelakuan Ka‘ab kepada mereka, di mana ia suka memprovokasi orang untuk menyakiti beliau dan kaum muslimin. Sa‘ad menambahkan, “Maka mereka menjadi takut dan tidak menjawab sedikit pun.” –hingga Ibnu Hajar berkata—: “…hadits ini berisi kebolehan membunuh orang musyrik tanpa harus mendakwahi terlebih dahulu, jika dakwah secara umum telah sampai kepadanya. Juga berisi bolehnya mengucapkan kata-kata yang diperlukan di dalam perang, meski pengucapnya tidak bermaksud makna sebenarnya. Bukhori mengeluarkan hadits ini dalam Kitabu `l-Jihad bab Berbohong dalam perang dan Bab Menyergap orang kafir harbi.”

Dalam menjelaskan hadits ini, Imam Nawawi rohimahulloh berkata , “Dalam hal ini, Ka‘ab telah melanggar perjanjian (jaminan keamanan) dari Nabi SAW. Muhammad bin Maslamah dan teman-temannya tidak memberikan jaminan keamanan kepadanya ketika itu, akan tetapi Ka‘ab menjadi merasa dekat dengan mereka hingga akhirnya mereka berhasil membunuhnya dalam status tidak memiliki ikatan dan jaminan keamanan. Mengenai perbuatan Bukhori yang meletakkan hadits ini pada bab: al-fatku fi `l-harbi (Menyergap dalam perang), maka yang dimaksud bukan menyergap dengan bertempur. Tetapi maksud Al-Fatku adalah membunuh ketika musuh lengah dan lalai, dengan cara ightiyal atau yang semisal. Sebagian ulama menjadikan hadits ini sebagai dalil bolehnya melakukan ightiyal kepada orang kafir yang telah sampai dakwah kepadanya, tanpa harus menyerunya kembali kepada Islam.”

Imam Nawawi rohimahulloh, dalam kesempatan lain juga berkata , “Al-Qodhi ‘Iyadh berkata, ‘Tidak diperbolehkan bagi siapa pun mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Ka‘ab adalah sebuah pelanggaran terhadap janji. Dahulu pernah ada orang yang mengatakan hal itu di majelis Ali bin Abi Tholib RA, maka ia memerintahkan agar kepala orang yang mengatakan itu dipenggal.”
Saya katakan, siapa yang menganggap aksi ightiyalat kepada orang-orang kafir yang memerangi Alloh dan Rosul-Nya SAW sebagai sebuah pelanggaran janji, atau kata-kata senada, atau mengatakan Islam mengharamkannya, maka ia telah sesat dan mendustakan Al-Quran dan Sunnah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh berkata, setelah menyebutkan hadits Ka‘ab tadi, menjelaskan seputar lafadz “menyakiti Alloh dan Rosul-Nya” , “Al-Adza (menyakiti) adalah kata benda untuk menyebut kejahatan yang sedikit dan gangguan yang ringan, lain dengan kata dhoror (yang artinya bahaya, pent.). Makanya, kata Adza dipakai untuk menyebut kata-kata (yang menyakitkan), sebab pada hakikatnya kata-kata itu tidak sampai membahayakan orang yang disakiti. Dalam hadits ini juga dinyatakan bahwa sekedar menyakiti Alloh dan Rosul-Nya saja sudah menjadikan orang kafir yang terikat perjanjian damai wajib dibunuh. Padahal sudah menjadi suatu yang maklum, bahwa mencaci Alloh dan Rosul-Nya adalah salah satu bentuk menyakiti Alloh dan Rosul-Nya. Nah, jika suatu sifat (baca: tindakan) itu dijadikan sebab munculnya suatu hukum dengan menggunakan huruf fa’, itu menunjukkan bahwa sifat (tindakan) tersebut adalah ‘illah (sebab) dari hukum tersebut, apalagi jika sifat itu cocok (munasib). Artinya, itu menunjukkan bahwa menyakiti Alloh dan Rosul-Nya adalah ‘illah dianjurkannya kaum muslimin untuk membunuh orang-orang kafir yang terikat perjanjian damai yang melakukan perbuatan tersebut. Dan ini adalah dalil yang cukup jelas tentang batalnya perjanjiannya, sebab ia telah menyakiti Alloh dan Rosul-Nya, sedangkan mencela itu termasuk menyakiti Alloh dan Rosul-Nya berdasarkan kesepakatan kaum muslimin, bahkan itu adalah menyakiti yang paling menyakitkan.”

Dalil Ketiga: Kisah Pembunuhan Ibnu Abi `l-Huqoiq Abu Rofi‘, Seorang Yahudi
Dia adalah seorang yahudi Khoibar, seorang pedagang Hijaz. Dia lah yang pergi ke Mekkah untuk membujuk kaum Quraisy agar menyerang Nabi SAW, hingga akhirnya terbentuklah pasukan sekutu dan terjadi perang Ahzab, di mana dialah penyulutnya. Bukhori meriwayatkan dari Al-Barro’ bin ‘Azib ia berkata, “Rosululloh SAW mengirim satu pasukan khusus dari beberapa lelaki Anshor untuk menyerang Abu Rofi‘, kemudian mengangkat Abdulloh bin ‘Atik sebagai pemimpin pasukan. Abu Rofi‘ memiliki kebiasaan menyakiti Rosululloh SAW dan mendorong orang lain untuk melakukannya. Ia tinggal di bentengnya di kampung Al-Hijar.
Ibnu Ishaq rohimahulloh berkata , Telah bercerita kepadaku Az-Zuhriy, dari Abdulloh bin Ka‘ab bin Malik ia berkata, “Di antara perlakuan Alloh terhadap Rosul-Nya (nabi Muhammad SAW) adalah selalu bersaingnya dua kabilah Anshor, yaitu Aus dan Khozroj, seperti bersaingnya dua binatang pejantan; tidaklah salah satu kabilah melakukan suatu hal melainkan satu kabilah lainnya melakukan hal yang sama. Mereka menuturkan, “Orang-orang tidak menganggap itu sebagai kelebihan bagi kami di dalam Islam dan menurut Rosululloh SAW.” Maka tatkala Aus berhasil membunuh Ka‘ab bin Al-Asyrof, kabilah Khozroj teringat dengan seorang lelaki yang permusuhannya terhadap Rosululloh SAW sama dengan Ka‘ab bin Al-Asyrof. Maka mereka saling membicarakan tentang Ibnu Abi `l-Huqoiq, seorang yahudi yang tinggal di Khaibar. Akhirnya mereka meminta izin kepada Rosululloh SAW untuk membunuhnya, dan beliau pun mengizinkan… dst hingga akhir kisah.”

Peristiwa pembunuhan itu terjadi setelah Rosululloh SAW menuntaskan perang Ahzab dan urusan Bani Quroidzoh. Dari kabilah Khozroj ketika itu keluar lima orang dari Bani Salamah, yaitu Abdulloh bin ‘Atik, Mas‘ud bin Sinan, Abdulloh bin Unais, Abu Qotadah Al-Harits bin Ribqiy dan Khoza‘iy bin Aswad dari Bani Aslam yang merupakan sekutu Bani Salamah. Kelima orang ini berangkat dan Rosululloh SAW mengangkat Abdulloh bin ‘Atik sebagai pimpinan pasukan. Kemudian keluarlah kelima orang ini menuju Khoibar, letak benteng Abu Rofi‘ berada. Ketika mereka sudah dekat dengan benteng tersebut, matahari sudah tenggelam dan orang-orang sudah kembali ke benteng sembari menggiring ternak mereka. Abdulloh bin ‘Atik berkata kepada teman-temannya, “Duduklah kalian di sini, aku akan ke sana dan menyamar di hadapan penjaga gerbang benteng, semoga saja dengan begitu aku bisa masuk.” Maka ia pun beranjak hingga posisinya dekat dengan pintu gerbang, lalu ia menutupkan kain bajunya ke muka seolah-olah ia hendak buang hajat sementara orang-orang sudah pada masuk benteng. Maka penjaga gerbang berteriak, “Hai hamba Alloh, kalau kamu mau masuk masuklah, karena aku akan mengunci gerbang.”
Abdulloh bin ‘Atik menceritakan, “Akhirnya aku masuk dalam kondisi masih menyamar. Ketika semua orang sudah masuk, pintu gerbang pun ditutup dan kunci-kuncinya digantungkan di pasak. Maka aku mengambil gantungan-gantungan kunci itu dan aku berhasil membuka pintu. Ketika itu, Abu Rofi‘ sedang berbincang-bincang di malam hari dengan orang-orang di sekelilingnya di sebuah loteng miliknya. Tatkala orang-orang yang berbincang dengannya telah pergi, aku naik ke loteng tersebut. Setiap kali aku berhasil membuka satu pintu, kukunci pintu itu dari dalam. Aku membatin, seandainya orang-orang mencurigaiku, mereka tidak boleh bisa menangkapku sebelum kubunuh Abu Rofi‘. Akhirnya sampai lah aku ke tempat di mana ia berada, ternyata ia berada di sebuah ruangan gelap di antara anggota keluarganya, aku tidak tahu di mana posisi dia di rumah itu. Aku berkata, “Hai Abu Rofi‘…” Abu Rofi‘ pun menyahut, “Siapa itu…” segera saja aku hampiri suara itu dan kutebas ia sekali tebas dengan pedang sementara aku dalam kondisi kebingungan, pukulanku itu tidak berpengaruh banyak. Abu Rofi‘ kontan berteriak, maka aku segera keluar dari rumah itu dan tak lama kemudian aku masuk lagi, aku berkata, “Suara apa itu hai Abu Rofi‘?” “Celaka ibumu, ada orang di rumah ini yang baru saja menebasku dengan pedang,” jawab Abu Rofi‘. –Abdulloh bin Atik melanjutkan—“Begitu kudengar suaranya itu, kutebas lagi dia tebasan yang cukup melukainya namun aku belum berhasil membunuhnya. Setelah itu, kuletakkan ujung pedang di perutnya hingga tembus ke punggungnya, maka tahulah aku kalau kali ini aku berhasil membunuhnya. Setelah itu, aku membuka pintu satu demi satu hingga aku sampai pada salah satu tingkatnya. Aku meletakkan kakiku dan kulihat aku sudah menginjakkan kaki di tanah. Di malam berbulan itu, aku terjatuh hingga betisku terluka, maka aku membalutnya dengan surban. Kemudian aku pergi hingga aku duduk di pintu gerbang. Kukatakan, Aku tidak akan keluar dari benteng malam ini sampai kupastikan aku telah berhasil membunuhnya. Keesokannya, ketika ayam berkokok, ada seseorang naik ke pagar benteng sambil berteriak, bahwasanya Abu Rofi‘, si pedagang Hijaz, telah meninggal dunia. Akhirnya aku pun pergi untuk menemui pasukanku, aku katakan, “Mari kita menyelamatkan diri, sesungguhnya Alloh telah mematikan Abu Rofi‘.” Hingga akhirnya aku sampai kepada Rosululloh SAW dan kuceritakan kepada beliau apa yang kualami. Beliau bersabda, “Bentangkan kakimu,” aku pun membentangkannya, lalu beliau mengusapnya. Tiba-tiba kakiku sembuh, seolah aku belum pernah sakit sebelumnya.”
Hadits ini versi Bukhori, adapun versi Ibnu Ishaq, kelima orang itu masuk dan ikut serta dalam membunuh Abu Rofi‘, sementara yang mengeksekusinya dengan pedang adalah Abdulloh bin Unais. Di antara kisahnya, disebutkan bahwa ketika mereka berhasil membunuhnya di malam hari dan betis Abdulloh bin Atik patah, mereka menggotongnya dan memasuki salah satu mata air kaum yahudi itu. Sementara itu, yahudi menyalakan api dan memperketat pencarian di setiap sudut , hingga ketika mereka sudah putus asa mereka kembali ke tempat Abu Rofi‘. Ketika pulang, keempat orang itu menggotong Abdulloh bin Atik hingga datang menemui Rosululloh SAW.
Ibnu Hajar Rohimahulloh berkata , “Hadits ini mengandung beberapa pelajaran, di antaranya adalah bolehnya meng-ightiyal orang musyrik yang sudah mendengar dakwah tapi masih tetap dalam kesyirikannya, serta bolehnya membunuh orang yang memberikan bantuan dalam memusuhi Rosululloh SAW, baik dengan tangannya, hartanya, mau pun lisannya. Juga bolehnya memata-matai orang kafir harbi, mencari saat kelengahan mereka, keras dalam memerangi orang musyrik, dan bolehnya menyamarkan perkataan demi tercapainya sebuah mashlahat, serta bolehnya sejumlah kecil kaum muslimin menyerang sejumlah besar kaum musyrikin.”
Syaikh Abdur Rohman Ad-Dausariy rohimahulloh berkata, ketika menyebutkan tingkatan-tingkatan ubudiyah dalam tafsir firman Alloh, Iyyaaka na‘budu wa iyyaaka nasta‘iin, “Kemudian, menyiapkan kekuatan semaksimal kemampuan itu termasuk salah satu kewajiban dalam agama dan konsekwensi untuk menegakkannya. Jadi, seorang ahli ibadah kepada Alloh yang benar tidak akan menunda perbuatan ini, apalagi meninggalkannya atau meremehkannya. Juga, seorang ahli ibadah kepada Alloh yang memiliki tekad kuat di dalam dirinya untuk berjihad, akan melaksanakan operasi ightiyal terhadap para pemimpin kekafiran dari para penyeru ajaran menyimpang dan amoral, orang yang mencela wahyu Alloh, atau menggunakan tulisan dan propagandanya untuk menyerang agama yang lurus ini. Sebab orang seperti ini telah menyakiti Alloh dan Rosul-Nya SAW. Kaum muslimin di belahan bumi mana pun, baik orang khusus atau orang umum, tidak boleh membiarkan orang seperti ini tetap hidup, sebab ia lebih berbahaya daripada Ibnu Abi `l-Huqoiq dan orang-orang semisal dengannya yang oleh Rosululloh SAW dianjurkan untuk meng-ightiyal mereka. Jadi, tidak melakukan ightiyal kepada orang-orang zaman sekarang yang mengikuti jejak mereka, adalah sama dengan meninggalkan wasiat sang Rosul Pilihan SAW, cacat yang buruk dalam ubudiyah kepada Alloh, dan pembolehan yang terang-terangan terhadap unsur-unsur penghancur agama Alloh. Tidak ada yang dilapangkan dadanya untuk hal ini melain orang yang sudah tidak memiliki kecemburuan (ghiroh) terhadap agama Alloh, tidak memiliki kemarahan karena wajah-Nya yang Mulia. Dan itu termasuk kekurangan besar dalam kecintaan kepada Alloh dan Rosul-Nya serta dalam mengagungkan keduanya, tidak mungkin akan terjadi dari orang yang berhasil merealisasikan ubudiyah kepada Alloh dengan cakupan maknanya yang benar dan sesuai perintah.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh berkata , “Hadits-hadits ini kesemuanya menunjukkan bahwa siapa saja yang mencaci Nabi SAW dan menyakitinya dari kalangan orang-orang kafir, maka ia boleh dijadikan target pembunuhan, dan dianjurkan untuk membunuhnya karena perbuatan tersebut.”

Dalil Keempat: Kisah Pembunuhan Kholid Bin Sufyan Bin Nubaih Al-Hudzaliy
Orang ini telah memobilisasi masa untuk memerangi Nabi SAW di Madinah. Cerita selengkapnya adalah seperti diriwayatkan Imam Ahmad dan lain-lain dari Abdulloh bin Unais ia berkata, Rosululloh SAW memanggilku lalu bersabda, “Telah sampai berita kepadaku bahwa Kholid bin Sufyan Al-Hudzaliy mengumpulkan manusia untuk menggempurku, maka datangilah dia dan bunuhlah dia.” –di dalam riwayat lain: Rosululloh SAW bersabda, “Siapa yang mau membunuh Sufyan Al-Hudzaliy untukku? Sesungguhnya ia mengejek, mencela dan menyakitiku.”—Maka kukatakan, “Wahai Rosululloh, sebutkan ciri orangnya sehingga aku bisa mengenalinya.” Nabi SAW berkata, “Jika engkau melihatnya, tubuhnya agak menggigil.” Akhirnya aku berangkat sambil menyandang pedangku, hingga aku berhasil menemukan orang itu, ketika ia berada di Aronah bersama beberapa wanita yang menyertainya di dalam rumah, waktu itu saat sholat Asar tiba. Ketika aku melihatnya, aku benar-benar menjumpainya persis seperti yang digambarkan Rosululloh SAW, yaitu badannya sedikit menggigil. Maka aku menghampirinya, aku khawatir misiku terhadapnya gagal, maka aku pun sholat dengan memberi isyarat dengan kepala ketika ruku dan sujud. Ketika aku sampai ke posisinya, ia berkata, “Siapa kamu?” Aku berkata, “Lelaki yang mendengar berita tentang dirimu dan tindakanmu memobilisasi masa untuk menyerang Muhammad, aku datang untuk urusan itu.” Ia berkata, “Benar, aku memang melakukannya.” Maka aku berjalan beriringan dengannya beberapa langkah sebelumnya sehingga aku berhasil mengambil posisi yang tepat lalu aku berhasil membunuhnya dengan pedang. Kemudian aku pergi dan kubiarkan ia begitu saja ditangisi oleh wanita-wanitanya. –dalam redaksi lain: Maka aku duduk berdampingan dengannya, hingga ketika orang-orang telah tidur, aku membunuhnya diam-diam dan kubawa kepalanya). Maka tatkala aku menghadap Rosululloh SAW dan beliau melihatku, beliau bersabda, “Beruntunglah wajahmu.” “Aku berhasil membunuhnya, wahai Rosululloh,” kataku.
Beliau bersabda, “Kamu benar,” kemudian beliau mengajakku masuk ke rumahnya, lalu beliau memberiku sebilah tongkat, beliau berpesan, “Simpan tongkat ini, wahai Abdulloh bin Unais, sebagai tanda kelak antara diriku dan dirimu di hari kiamat. Sesungguhnya, manusia yang paling sedikit pada hari itu adalah yang berjalan menggunakan tongkat.” Maka kemudian, tongkat itu oleh Abdulloh bin Unais ditempelkan pada pedangnya, tongkat it uterus menyertainya, hingga ia meninggal dunia ia berpesan agar tongkat itu disertakan dengan di dalam kafan, kemudian keduanya dikubur bersama-sama.”

Dalil Kelima: Kisah Wanita Yahudi
Yaitu yang diriwayatkan oleh Asy-Sya‘biy dari Ali, bahwasanya ada sorang wanita yahudi yang suka mencaci dan menjelek-jelekkan Nabi SAW, maka ada seorang lelaki yang mencekiknya hingga mati. Setelah itu, Rosululloh SAW tidak menetapkan diyat untuk darahnya.
Syaikhul Islam rohimahulloh ta‘ala berkata, “Hadits ini jayyid (cukup baik), Asy-Sya‘biy pernah bertemu muka dengan Ali dan sekaligus meriwayatkan hadits darinya. Bahkan, kalau lah hadits ini mengandung unsur mursal, Asy-Sya‘biy adalah orang yang hadits-hadits mursalnya dianggap shohih di kalangan para ulama. Tidak diketahui ada hadits mursal darinya melainkan pasti derajatnya shohih, ia juga merupakan satu di antara manusia yang paling mengetahui tentang hadits Ali dan ketsiqohan perowi-perowinya. Di samping itu, hadits ini memiliki penguat, yaitu dari hadits Ibnu Abbas. Jadi, kisah di atas, bisa jadi memang cuma satu itu, atau bisa jadi maknanya satu. Dan secara umum, kalangan ahli ilmu telah mengamalkan hadits tersebut, ditambah dengan hadits lain yang senada dari para sahabat Nabi SAW, sehingga hadits mursal seperti ini para fuqoha tidak meragukan akan kebolehan berhujjah dengannya.
Hadits ini juga berisi ketetapan akan bolehnya membunuh wanita jika ia mencela Nabi SAW. Sehingga, hadits ini juga menunjukkan bahwa membunuh lelaki dzimmiy atau orang muslim laki-laki atau perempuan yang mencela Nabi SAW itu lebih boleh. Sebab, wanita dalam kasus hadits di atas berstatus terikat perjanjian, karena Nabi SAW ketika datang ke Madinah menetapkan perjanjian damai dengan seluruh orang yahudi, di mana perjanjian itu adalah perjanjian mutlak dan tidak membebankan kepada mereka kewajiban jizyah.” Hingga di sini perkataan Syaikhul Islam.
Beliau juga berkata , “Bahwa anjuran Nabi SAW kepada manusia agar membunuh dan menumpahkan darah wanita yahudi itu, menunjukkan ia sebelumnya dilindungi, sebab dilindungi darahnya telah terpenuhi dalam akad. Jadi, seandainya nabi tidak membatalkannya, tentu darahnya tetap berstatus dilindungi. Sebab, kalau ia wanita harbiy, tentu Nabi SAW tidak menyuruh orang untuk membunuhnya dan tidak perlu membatalkan status terjaga darahnya, sebab pembatalan dan pembuangan status darah tidak akan terjadi kecuali pada darah yang telah dijalin akad perlindungannya. Tidakkah engkau perhatikan, ketika Nabi SAW menyaksikan seorang wanita yang terbunuh pada salah satu ghozwah beliau, beliau mengingkari pembunuhan terhadap wanita itu dan melarang membunuh wanita, beliau tidak membatalkan dan menganggap darah wanita itu sia-sia. Beliau tidak mengumumkan pembatalan jaminan darahnya, sebab jika pada asalnya darahnya itu memang tidak dilindungi dan boleh ditumpahkan sementara kaum muslimin tahu bahwa darah wanita yang turut berperang tidaklah dilindungi tetapi diabaikan, maka pembatalan beliau terhadap perlindungan darahnya tidak ada artinya sama sekali. Dan ini, wal hamdulillah, cukup jelas.”

Dalil KeEnam: Kisah Mata-Mata Orang Musyrik
Dalam hadits Salamah bin Al-Akwa‘, ia berkata, “Ada seorang mata-mata orang musyrik –yakni agen intelejent kuffar yang memerangi agama Alloh dan kaum muslimin— datang ke tempat Nabi SAW, kemudian ia duduk bersama para shahabat beliau dan berbincang-bincang, setelah itu ia beranjak pergi. Maka Nabi SAW bersabda, “Kejar dan bunuh dia.” Salamah berkata, “Maka aku berhasil membunuhnya, kemudian Rosululloh SAW mengambil nafal dan salabnya.”
Lihatlah, dalam hal ini shahabat membunuh mata-mata itu dan mengambil salabnya, bukan di medan perang dan pertempuran; namun seperti dalam riwayat selain Bukhori: “Salamah mengejarnya kemudian menghentikan untanya, lalu membunuhnya dan menggiring unta tersebut.”

Dalil Ketujuh: Kisah Al-‘Ashma’ Binti Marwan
Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Ada seorang wanita dari Khuthmah yang mengejek Nabi SAW, maka Nabi SAW bersabda, “Siapa yang bersedia membunuhnya untukku?” maka ada seorang lelaki dari kaumnya berkata, “Aku wahai Rosululloh,” kemudian dia berdiri dan membunuhnya, setelah itu ia memberi tahu Nabi SAW, maka beliau bersabda, “Dia tidak akan ditanduk dua kambing.”
Para penulis sejarah peperangan (Ashhabu `l-Maghoziy) menyebutkan secara detail kisah wanita ini. Al-Waqidiy berkata, “Telah bercerita kepadaku Abdulloh bin Harits bin Fudhoil, dari ayahnya, bahwasanya Ashma’ binti Marwan, seorang wanita dari Bani Umayah bin Zaid, adalah isteri dari Yazid bin Hishn Al-khuthomiy, ia biasa menyakiti Nabi SAW dan menghina Islam, serta memprovokasi orang untuk memusuhi Nabi SAW. Ia pernah berkata,
Ia sombong kepada Bani Malik, Nabit dan Auf
Ia sombong kepada Bani Khozroj
Kalian mematuhi pajak dari kaum selain kalian
Maka tidak ada yang mengembalikan dan menariknya
Kalian mengharapnya setelah para pemimpin dibunuh
Sebagaimana berharap jatuhnya buah yang matang
Ketika Umair bin Adiy Al-Khuthomiy mendengar kata-kata dan provokasinya, ia berkata, “Ya Alloh, aku bernadzar untukmu jika Engkau kembalikan Rosululloh SAW ke Madinah, aku pasti akan membunuh wanita itu.” Ketika itu, Rosululloh SAW sedang berada di Badr. Maka tatkala beliau pulang dari Badr, Umair bin Adiy pergi di tengah malam hingga akhirnya ia berhasil masuk ke rumah wanita itu yang ketika itu ia dikelilingi oleh anak-anaknya yang tengah tidur. Salah satu di antara mereka ada yang sedang ia susui. Kemudian Umair meraba bayi itu dengan tangannya kemudian menjauhkannya dari ibunya, setelah itu ia hunjamkan pedang di dadanya hingga tembus ke punggungnya.
Setelah itu ia keluar hingga ia masih bisa sholat subuh bersama Nabi SAW. Ketika Nabi SAW beranjak dari tempat sholatnya, ia melihat Umair, beliau bersabda, “Apakah kamu telah membunuh puteri Marwan?” Umair menjawab, “Ya, ayahku kupertaruhkan untuk engkau wahai Rosululloh.” Umair khawatir Rosululloh SAW kaget dengan pembunuhan itu, maka ia berkata, “Apakah aku harus menanggung sesuatu akibat peristiwa itu, wahai Rosululloh?” Rosululloh SAW bersabda, “Tidak akan ada dua kambing yang menanduknya.” Kata-kata ini didengar pertama kali dari Rosululloh SAW. Umair berkata, “Setelah itu Nabi SAW menoleh ke arah orang-orang di sekelilingnya, lalu bersabda, “Jika kalian ingin melihat orang yang menolong Alloh dan Rosul-Nya secara diam-diam, lihatlah kepada Umair bin Adiy.” Maka Umar bin Khothob berkata, “Lihatlah orang buta ini, ia berjalan di malam hari dalam rangka mentaati Alloh.” Rosululloh SAW bersabda, “Jangan sebut dia buta, sesungguhnya dia melihat.”
Ketika Umair pulang dari tempat Rosululloh SAW, ia menjumpai anak-anak wanita itu menguburkan ibunya. Begitu melihat Umair datang dari Madinah, mereka menghampirinya dan mengatakan, “Hai Umair, kamu telah membunuhnya?” Ia berkata, “Ya, kalau kalian semua mau mencelakakan aku silahkan lakukan dan tidak usah kalian tunda-tunda. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya kalian mengatakan seperti apa yang dikatakan ibu kalian, aku akan penggal kalian semua dengan pedangku ini, sampai aku mati atau aku berhasil membunuh kalian.” Sejak saat itu, Islam mengalami kemenangan di kalangan Bani Khuthmah. Tadinya, ada beberapa orang dari kalangan mereka yang menyembunyikan keislamannya lantaran takut kepada kaumnya. Atas kejadian itu, Hassan bin Tsabit melantunkan sebuah syair yang memuji perbuatan Umair bin Adiy.
Al-Waqidiy berkata, Abdulloh bin Harits melantunkan syair:
Bani Wail, Bani Waqif,
dan Bani Khuthmah, derajatnya lebir rendah daripada Bani Khozroj
Kapan saudari kalian mengaku bersuami dengannya
Sementara kematian mendatanginya
Maka ia guncangkan pemuda yang mulia nasabnya
Yang luhur tempat keluar dan masuknya
Lalu ia melumuri wanita itu dengan darah yang merah kehitaman
Sebelum subuh sedangkan dia belum keluar
Maka Allohpun memasukkan pemuda itu ke dalam syurga yang dingin
Dengan riang karena masuk dalam kenikmatan
Abu Ahmad Al-Askariy meriwayatkan kisah yang lebih ringkas dari ini, setelah itu ia berkata, “Wanita ini biasa mengejek dan menyakiti Nabi SAW.”
Kisah ini juga disebutkan secara ringkas dalam Ath-Thobaqot oleh Muhammad bin Sa‘d.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh berkata, setelah menyebutkan kisah ini, “Nabi SAW secara khusus menyebut kata Al-‘Anaz (kambing betina) karena ‘Anaz biasanya beradu dengan ‘Anaz lain kemudian meninggalkannya, tidak seperti tandukan kambing Kibasy atau yang lain.”
Abu Ubaidah rohimahulloh berkata di dalam Al-Amwal , “Demikian juga kisah ‘Ashma, wanita yahudi, ia dibunuh karena mencaci Nabi SAW. Sedangkan wanita ini, bukan wanita yang dibunuh oleh suaminya yang buta, bukan juga wanita yahudi. Sebab wanita ini berasal dari Bani Umayah bin Zaid, salah satu rumpun kabilah Anshor. Ia punya suami dari Bani Khuthmah. Karenanya, wallohu a‘lam, dalam hadits Ibnu Abbas ia dinisbatkan kepada Bani Khutmah, sementara pembunuhnya bukan suaminya. Wanita ini punya beberapa orang anak, ada yang sudah dewasa dan ada yang masih kecil. Memang, bahwa pembunuhnya dari kabilah suaminya, sebagaimana tercantum dalam hadits.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh berkata, “Sengaja kami kemukakan kisah ini bersumber dari riwayat Ahlul Maghoziy beserta dengan riwayat Al-Waqidiy yang di dalamnya ada kelemahan, hal itu karena kisah ini cukup masyhur di kalangan mereka. Di saat yang sama, tidak ada yang memperselisihkan bahwa Al-Waqidiy adalah orang yang paling tahu tentang rincian-rincian kisah berbagai peperangan, paling tahu tentang kondisinya. Imam Ahmad, Imam Syafi‘iy dan lain-lain juga mengambil ilmu tersebut dari buku-bukunya. Memang benar, kisah ini dicampuri kerancuan-kerancuan riwayat, sampai tampak terlihat ia mendengar seluruh kisahnya dari guru-gurunya, padahal ia menerima menerima dari masing-masing syaikh sepenggal-sepenggal, lalu ia gabungkan tanpa ia pilah-pilah dari masing-masing syaikh. Ia mengambilnya dari hadits mursal dan maqthu‘, yang bisa jadi seorang perowi menduga-duga beberapa perkara dengan mengacu kepada bukti-bukti penguat yang menyertai (qorinah) yang ia ambil dari beberapa jalur periwayatan. Kemudian ia banyak melakukan itu hingga menyebabkan ia dituduh melakukan pemalsuan riwayat dan tidak teliti sehingga tidak bisa berhujjah dengan apa yang ia riwayatkan sendirian. Adapun berdalil dengan haditsnya, atau menjadikan haditsnya sebagai penguat, maka itu merupakan perkara yang tidak mungkin ditentang, apalagi kisah itu sempurna; yang di dalamnya ia menyebutkan namanya pembunuh, nama yang dibunuh, gambaran kondisi saat itu. Sebab orang yang seperti ini, lebih baik daripada mereka yang mengangkat kedustaan atau pemalsuan hadits dalam urusan seperti ini. Di saat yang sama, kita tidak menetapkan disyariatkannya membunuh orang yang mencaci Rosul semata-mata dengan hadits ini saja , tetapi kita menyebutkannya hanya sebatas penguat dan penegasan. Dan ini bisa dilakukan dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang kapasitasnya lebih rendah daripada Al-Waqidiy.”
Syaikhul Islam rohimahulloh juga berkata , “Dulu para shahabat Rosululloh SAW, apabila melihat orang yang menyakiti beliau, mereka ingin membunuhnya, karena mereka tahu bahwa orang seperti ini layak dibunuh. Kemudian beliau memaafkannya dan menerangkan kepada mereka bahwa memaafkannya lebih mendatangkan mashlahat, meski pun beliau menyatakan bolehnya membunuh orang seperti itu. Seandainya ada orang yang membunuhnya sebelum Nabi SAW memaafkan, beliau tidak memarahinya, karena beliau tahu dia melakukan itu untuk membela Alloh dan Rosul-Nya. Bahkan, beliau akan memujinya sebagaimana ketika Umar RA membunuh seseorang yang tidak ridho dengan hukum beliau, dan sebagaimana ketika ada seorang lelaki yang membunuh puteri Marwan, juga wanita yahudi. Jika dengan wafatnya Rosul SAW, pemberian maaf tidak mungkin dilakukan, maka tinggallah membunuh orang seperti itu menjadi hak murni bagi Alloh, rosul-Nya dan orang-orang beriman, dan pelakunya tidak perlu dimaafkan. Maka membunuhnya menjadi wajib untuk dilaksanakan.”

Dalil Kedelapan: Kisah Abu ‘Ifk, Seorang Yahudi
Ahlu `l-Maghoziy wa `s-Siyar menyebutkan kisah ini. Al-Waqidiy berkata, Telah bercerita kepadaku Syu‘bah bin Muhammad dari ‘Imaroh bin Ghoziyyah, dan telah menceritakannya kepada kami Abu Mush‘ab Ismail bin Mush‘ab bin Isma‘il bin Zaid bin Tsabit dari guru-gurunya, keduanya berkata, “Ada orang tua dari Bani Amru bin Auf yang biasa dipanggil Abu ‘Ifk. Ia adalah orang yang sudah sangat tua, umurnya sudah 120 tahun ketika Nabi SAW datang di Madinah. Ia suka memprovokasi untuk memusuhi Nabi SAW dan tidak mau masuk Islam. Maka tatkala Rosululloh SAW keluar menuju Badar, Alloh memenangkan beliau lalu orang ini dengki dan iri kepada beliau. Kemudian ia melantunkan syair yang isinya mencela Nabi SAW dan menghina orang yang mengikuti beliau, yang paling parah ia katakan di sana adalah:
Maka orang itu merampas urusan mereka
Yang halal dan haram tak dibedakan lagi
Salim bin Umair berkata, “Aku bernadzar akan membunuh Abu ‘Ifk atau aku mati karenanya.”
Kemudian ia menunggu beberapa waktu, ia mencari saat dia lengah. Hingga ketika tiba di suatu malam di musim panas, Abu ‘Ifk tidur di sebuah teras di pemukiman Bani Amru bin Auf. Maka Salim bin Umair menghunjamkan pedangnya tepat di dadanya sampai-sampai tembus ke tempat tidurnya, musuh Alloh itu berteriak, maka orang-orang yang mendukungnya mendatanginya dan memasukkannya ke dalam rumahnya sebelum akhirnya menguburkannya. Mereka mengatakan, “Siapakah yang membunuhnya? Demi Alloh, kalau kita tahu pembunuhnya pasti akan kita bunuh dia.”
Seperti inilah yang dikisahkan oleh Muhammad bin Sa‘ad, ia mengatakan bahwa Abu ‘Ifk adalah seorang yahudi, kami telah sebautkan sebelumnya bahwa kaum yahudi di Madinah seluruhnya terikat perjanjian damai. Kemudian ketika dia mencela dan menampakkan hinaan kepada Nabi, ia dibunuh.
Al-Waqidiy berkata dari Ibnu Roqsy, “Abu ‘Ifk dibunuh pada bulan Syawal, 20 bulan setelah hijrah.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh berkata setelah menyebutkan kisah ini , “Ini terjadi jauh sebelum pembunuhan Ka‘ab bin Al-Asyrof. Dan ini merupakan dalil yang jelas menunjukkan bahwa orang kafir mu‘ahad jika menampakkan penghinaan maka ikatan perjanjiannya batal dan boleh dibunuh secara diam-diam (dengan cara ightiyal). Hanya saja kisah ini ada pada riwayat Ahlu `l-Maghoziy, dan layak untuk pendukung dan penguar tanpa diragukan.”

Dalil Kesembilan: Kisah Pembunuhan Al-Aswad Al-‘Unsiy
Ibnu Katsir rohimahulloh bercerita tentang Al-Aswad Al-‘Unsiy : “Kerajaan dan pengaruhnya semakin menguat, kemudian banyak sekali orang-orang Yaman yang murtad dari Islam. Kaum muslimin di sana menghadapinya dengan cara taqiyah. Urusan kepemimpinan dia serahkan kepada Amru bin Ma‘dikarb, urusan ketentaraan ia serahkan kepada Qois bin Abdu Yaghuts, sedangkan urusan anak-anak ia serahkan kepada Fairuz Ad-Dailamiy dan Dadzawaih. Ia menikah dengan mantan isteri Syahr bin Badzam, wanita ini masih sepupu dari Fairuz Ad-Dailamiy, namanya adalah Zaad. Ia adalah wanita yang cantik dan rupawan, meski pun begitu ia beriman kepada Alloh dan rosul-Nya (Muhammad SAW) dan satu dari wanita-wanita sholehah. Saif bin Umar At-Tamimiy berkata, “Ketika Rosululloh SAW mendengar berita tentang Aswad Al-‘Unsiy (yang mengaku nabi, pent.), beliau mengirimkan surat melalui seseorang bernama Wabar bin Yahnas Ad-Dailamiy yang isinya memerintahkan kaum muslimin di sana untuk memerangi Aswad Al-Unsiy.
Di dalam Sejarah Bangsa-Bangsa dan Para Raja (Tarikhu `l-Umam wa `l-Muluk) disebutkan: Ath-Thobariy meriwayatkan dengan isnadnya dari Dhohak bin Fairuz ia berkata, “Datang kepada kami Wabar bin Yuhannas membawa surat Nabi SAW yang di dalamnya beliau memerintahkan kami untuk bangkit membela agama kita dan mulai melakuakn peperangan serta bekerja untuk membunuh Aswad, baik dengan cara ightiyalat atau dengan konfrontasi langsung, beliau juga berpesan agar menyampaikan isi surat itu kepada orang yang kami pandang memiliki keberanian dan agama (iman). Maka kami pun melaksanakannya.” Demikian, Ibnu Katsir.
Melengkapi kisah di atas, Ibnu Katsir berkata, “Shahabat Muadz bin Jabal berhasil melaksanakan perintah surat ini dengan sempurna. Beliau menikahi seorang wanita dari Bani Sukun, hingga akhirnya mereka mau mendukungnya untuk melawan Aswad, ini karena kesabaran Muadz, dan mereka turut bersama-sama beliau melaksanakan isi surat itu, mereka menyampaikan isi surat itu kepada para pejabat yang diangkat oleh Nabi SAW dan siapa pun yang bisa mereka jumpai. Akhirnya mereka sepakat untuk menyerahkan urusan ini kepada Qois bin Abdi Yaghuts yang oleh Aswad ditunjuk sebagai komandan tentara. Qois sendiri sebenarnya sangat membenci Aswad, namun ia menyembunyikan kebencian itu dan ia berencana untuk membunuhnya. Demikian halnya dengan Fairuz Ad-Dailamiy, posisinya lemah di sisi Aswad. Demikian juga dengan Dadzawaih. Tatkala Wabar bin Yahannas memberitahu Qois bin Abdi Yaghuts –atau Qois bin Maksyuh—maka ia merasa ada sesuatu yang turun dari langit kepadanya dan ia pun setuju dengan rencana mereka untuk menghabisi Aswad. Akhirnya kaum muslimin menyepakatinya dan saling berjanji untuk itu.
Ketika Aswad mencurigai hal itu di hatinya, syetannya muncul memberitahukan sebagian dari rencana kaum muslimin. Maka Aswad pun memanggil Qois bin Masykuh, ia berkata, “Wahai Qois, apa yang dikatakan orang ini (syetan yang membisikinya, pent.), tahukah kamu? Ia berkata, kamu sudah memuliakan Qois hingga ia bisa masuk kepadamu pada setiap tempat masuk, lalu di saat dalam kedudukan ia sebanding denganmu ia membelot memusuhimu dan menggoyang kekuasaanmu dan menyimpan rencana untuk berkhianat. Sungguh ia mengatakan, ‘Hai Aswad, hai Aswad, hai jelek, hai jelek.’ Maka tangkaplah Qois, kalau tidak dia akan menggulingkanmu dan memutus hatimu.” Mendengar itu Qois berkata –sambil bersumpah dusta—, “Demi pemilik kerudung, sungguh engkau terlalu mulia bagiku sehingga aku berani merencanakan hal itu kepadamu.” Mendengar itu, Aswad berkata, “Aku tidak akan menyangkamu berbohong kepada malaikat, benarlah malaikat itu dan ia tahu sekarang kamu sudah bertaubat dari apa yang sudah dia lihat darimu.” Maka Qois keluar dari tempat Aswad dan mendatangi teman-temannya, Fairuz dan Dadzuwaih, dan memberitahukan apa yang dikatakan Aswad kepadanya dan bagaimana ia menjawab. Maka mereka berkata, “Sesungguhnya kita semua dalam kondisi harus hati-hati, adakah ide?” Ketika mereka tengah asyik berunding, tiba-tiba datang utusan Aswad dan menghadapkan mereka kepadanya, ia berkata, “Bukankah aku telah memuliakan kalian atas kaum kalian.” Mereka menjawab, “Benar, tuan.”
“Lantas mengapa aku mendengar sesuatu yang kurang beres dari kalian?”
“Maafkanlah kami kali ini.” pinta mereka.
“Jangan sampai aku mendengar lagi sesuatu dari kalian, sehingga aku harus memaafkan kalian lagi,” kata Aswad.
Maka kami berhasil lolos dan keluar dari tempat Aswad, hampir saja kami celaka, karena Aswad mulai ragu terhadap kami dan kami berada dalam bahaya. Ketika kami masih dalam kondisi mengkhawatirkan seperti itu, datanglah surat-surat dari Amir bin Syah, pemimpin Hamdan, dari Dzi Dzulaim dan Dzi Kila‘ serta pemimpin-pemimpin di Yaman lainnya, yang isinya mereka menyatakan kepatuhan dan kesediaan membantu kepada kami untuk melawan Aswad. Hal itu terjadi setelah mereka mendengar surat Rosululloh SAW yang memerintahkan untuk memerangi Aswad Al-Unsiy. Maka kami balas surat itu yang mana kami berpesan agar mereka tidak membicarakannya kepada siapa pun sampai kami mematangkan rencana.
Qois bercerita, “Tak lama setelah itu, aku masuk menemui istri Aswad, Zaad, kukatakan, “Wahai sepupuku, engkau tahu sendiri musibah yang ditimbulkan lelaki ini terhadap kaummu. Ia telah membunuh suamimu dan menimpakan pembunuhan kepada kaummu serta melecehkan kaum wanita. Maka tidakkah engkau mempunyai rencana untuk menghabisinya?” Zaad berkata, “Lantas, apa yang kau maksud? Mengusirnya atau membunuhnya?” “Membunuhnya,” jawab Qois. Zaad berkata, “Benar, demi Alloh, tidaklah Alloh menciptakan orang yang lebih kubenci daripada dia, sungguh ia tidak melaksanakan hak Alloh dan tidak meninggalkan perbuatan haram. Nanti, jika kalian benar-benar berkeinginan melakukannya, beritahu aku, aku akan memberi informasi tentang dia kepada kalian.” Setelah itu aku keluar –kata Qois—dan ternyata Fairuz dan Dadzuwaih sudah menungguku, —mereka sudah ingin sekali menjalankan misinya—. Tapi, tak berselang lama mereka berkumpul, tiba-tiba Aswad kembali memanggil Qois. Setelah itu Aswad mengadakan pertemuan dengan sepuluh orang dari kaumnya, ia berkata, “Bukankah telah kuberitahukan kebenaran kepadamu tapi kamu menyangkalnya. Sungguh telah dikatakan, hai jelek…hai jelek… jika kamu tidak memenggal Qois, ia akan memenggalmu dengan tangannya.” Sampai-sampai Qois merasa ia pasti akan dibunuh. Maka ia berkata, “Sungguh, tidak layak aku membunuh jika engkau adalah utusan Alloh, sungguh engkau membunuhku itu lebih kusukai daripada setiap hari aku mengalami kematian yang biasa.” Akhirnya hati Aswad luluh dan memerintahkan Qois untuk pulang. Qois segera menemui teman-temannya, ia berkata, “Kerjakan misi kalian sekarang.” Lagi-lagi ketika mereka tengah asyik berunding di depan pintu rumah Aswad, tiba-tiba Aswad keluar memergoki mereka, kebetulan saat itu sudah dikumpulkan seratus hewan, terdiri dari sapi dan unta. Maka Aswad berdiri sambil membuat sebuah garis, sementara di belakangnya diambil seekor hewan dari hewan-hewan tadi. Maka Aswad menyembelihnya tanpa membiarkan kepalanya tergantung dan tertahan. Ia sama sekali tidak melewati garis yang ia buat tadi. Hewan itu pun menggelepar-gelepar sebelum akhirnya nyawanya melayang. Qois berkata, “Sungguh aku belum pernah melihat kejadian yang lebih menjijikkan dan mengerikan daripada itu.” Setelah itu Aswad berkata, “Benarkah berita yang sampai kepadaku tentang dirimu, wahai Fairuz? Sungguh aku benar-benar ingin menyembelihmu dan kususulkan engkau dengan hewan tadi dan kuperangi kamu.” Fairuz menjawab, “Anda telah memilih kami sebagai mertuamu dan Anda telah melebihkan kami dengan menyerahkan urusan anak-anak kepada kami. Kalau bukan karena anda nabi, kami tidak akan menjual bagian kami kepada Anda sedikit pun. Bagaimana tidak, sementara telah terkumpul pada diri Anda urusan dunia akhirat. Maka janganlah Anda percayai berita miring tentang kami yang sampai kepada Anda, sesungguhnya kami selalu dalam posisi yang Anda sukai.” Akhirnya Aswad ridho kepadanya dan memerintahkannya untuk membagi-bagikan daging hewan-hewan tadi, maka Fairuz membagi-bagikannya kepada penduduk Shon‘a’. Setelah itu, Fairuz buru-buru kembali menghadap Aswad. Tetapi ternyata ada lagi orang yang memprovokasi Aswad tentang Fairuz dan berusaha membunuhnya. Fairuz mendengar hal itu, tiba-tiba Aswad berkata, “Aku akan membunuhnya besok dan teman-temannya, maka bawalah ia besok ke mari.” Begitu menoleh, ternyata Fairuz sudah ada di situ, ia berkata, “Ada apa?” maka Fairuz melaporkan pembagian daging tadi. Setelah itu, Aswad masuk rumahnya sementara Fairuz kembali menemui teman-temannya dan memberitahu mereka tentang apa yang baru saja dia dengar dan dikatakan perihal dirinya. Akhirnya mereka semua sepakat untuk kembali menagih janji isteri Fairuz yang akan membantu mereka. Maka salah satu dari mereka, yaitu Fairuz, masuk menemuinya, wanita itu berkata, “Di perkampungan ini, tidak ada satu rumah pun melainkan dijaga sekelilingnya oleh para penjaga, selain rumah Aswad; sesungguhnya rumah itu bagian belakangnya menghadap ke jalan ini dan itu. Maka bila kalian telah memasuki waktu sore, lubangilah rumah itu dari dalam di saat tidak dijaga oleh para penjaga. Dan membunuhnya itu bukanlah perkara yang sulit. Nanti saya akan letakkan di dalam rumah itu sebuah lampu dan senjata.” Ketika Fairuz keluar dari rumahnya, Aswad memergokinya. Ia berkata, “Mengapa kamu masuk ke tempat keluargaku? Aswad menggerak-gerakkan kepalanya, dan dia terkenal sebagai lelaki yang bengis. Tiba-tiba isterinya berteriak hingga membuat Aswad kaget dan lengah dan tidak tahu kalau itu Fairuz. Kalau bukan karena itu, tentu ia sudah membunuhnya. Isterinya berkata, “Sepupuku datang berkunjung.” Aswad berkata, “Diam kamu, aku tidak peduli denganmu, aku telah memberikannya kepadamu.”
Maka Fairuz segera keluar menemui teman-temannya dan mengatakan, “Selamat…selamat…” ia memberitahukan kejadian yang baru saja ia alami. Akhirnya mereka kebingungan, apa yang harus dilakukan. Maka isteri Aswad mengirim utusan untuk menyampaikan pesan, “Jangan mengurungkan tekad kalian…” kemudian masuklah Fairuz Ad-Dailamiy menemuinya untuk memastikan informasi tentangnya. Lalu mereka masuk ke dalam rumah itu dan melubangi bagian dalamnya dan menggantinya dengan tanah agar mereka mudah membongkarnya dari luar. Setelah itu, Fairuz masuk secara terang-terangan menemui istri Aswad layaknya orang yang berkunjung, tak lama kemudian datanglah Aswad ia berkata, “Apa-apaan ini?” “Dia adalah saudara sesusuanku, dia juga sepupuku.”jawab isterinya. Maka Aswad membentaknya dan mengusirnya, akhirnya Fairuz kembali kepada teman-temannya. Ketika malam tiba, mereka membongkar lubang rumah yang sudah mereka buat tadi, lalu mereka memasukinya dan di sana sudah ada lampu di bawah sebuah mangkuk besar. Maka Fairuz Ad-Dailamiy menghampirinya sementara Aswad tidur di atas kasur dari sutera, kepalanya tertutup oleh badannya dalam keadaan mabuk dan mendengkur. Sementara isterinya duduk di sampingnya. Ketika Fairuz berdiri di depan pintu, syetan membangunkan Aswad dan mendudukkannya serta membuatnya berbicara melalui lidahnya dalam kondisi ia masih mendengkur, ia berkata, “Apa urusanku denganmu wahai Fairuz?” melihat itu, Fairuz khawatir dirinya dan wanita itu akan binasa, maka segera ia menyerang Aswad dan bergulat dengannya sementara Aswad sulit dijinakkan seperti unta. Kemudian Fairus berhasil memegang kepalanya hingga akhirnya ia hantam lehernya dan ia injakkan lututnya di punggungnya sampai akhirnya ia berhasil membunuhnya. Begitu selesai, ia berdiri untuk keluar menemui teman-temannya dan memberitahu mereka. Tapi istri Aswad menarik baju belakangnya dan berkata, “Ke mana kamu mau meninggalkan saudari mahrammu?” ia mengira Aswad belum terbunuh. Fairuz berkata, “Aku mau keluar memberi tahu teman-temanku bahwa Aswad sudah terbunuh.”
Tak lama kemudian, mereka masuk ke tempat Aswad untuk memenggal kepalanya. Tapi tiba-tiba syetannya Aswad menggerak-gerakkannya hingga ia bergoncang sampai mereka tidak bisa mengendalikannya, hingga akhirnya dua orang berhasil menduduki punggungnya dan isterinya menjambak rambutnya. Kemudian Aswad meraung-raung dengan lidahnya maka Fairus memotong lidahnya sementara yang lain memenggal lehernya hingga Aswad melenguh seperti melenguhnya sapi dengan suara paling keras. Mendengar itu, para penjaga memasuki ruangan dan berkata, “Suara apa itu?” Isterinya menyahut, “Nabi sedang menerima wahyu.” Akhirnya mereka kembali. Sementara Qois, Dadzuwaih dan Fairuz berunding bagaimana mengumumkan hal itu kepada para pengikut Aswad. Akhirnya mereka sepakat jika tiba waktu pagi, mereka akan mengumandangkan syiar yang biasa dipakai untuk mengumpulkan mereka dan kaum muslimin. Dan benar, keesokan harinya salah satu dari ketiganya –yaitu Qois—berdiri di atas pagar benteng dan meneriakan syiar yang biasa dipakai untuk mengumpulkan mereka. Dan berkumpullah kaum muslimin dan orang-orang kafir (pengikut asli Aswad, pent.) di sekeliling benteng. Maka Qois –ada juga yang berpendapat Wabar bin Yahnas—mengumandangkan suara adzan dan mengucapkan, “Aku bersaksi Muhammad adalah utusan Alloh dan orang terlantar ini (Aswad, pent) adalah pendusta.” Setelah itu ia lempar kepalanya ke tengah-tengah mereka, maka para pengikutnya pun menyerah, orang-orang menangkapi mereka dan memburu mereka di setiap jalan untuk menjadikan mereka sebagai tawanan. Dan menanglah Islam serta para pemeluknya, para wakil Rosululloh SAW kembali kepada jabatan mereka semula. Kemudian, ketiga orang itu berselisih tentang siapa yang akan menerima tampuk kepemimpinan, tapi akhirnya mereka sepakat untuk menyerahkannya kepada Muadz bin Jabal, ia sholat mengimami orang-orang. Kemudian mereka menulis berita kepada Rosululloh SAW, yang di malam hari sebelumnya Alloh telah memberitahu beliau, sebagaimana dikatakan oleh Saif bin Umar At-Tamimiy dari Abu `l-Qosim Asy-Syinawiy dari Al-‘Allal bin Ziyad dari Ibnu ‘Umar: Bahwasanya datang berita kepada Nabi SAW dari langit di malam ketika Aswad Al-Unsiy terbunuh, agar beliau sampaikan berita gembira itu kepada kami. Beliau bersabda, “Al-‘Unsiy telah terbunuh tadi malam, dia dibunuh seorang lelaki penuh berkah dari keluarga yang diberkahi,” Ditanyakan, “Siapa dia wahai Rosululloh?” Beliau bersabda, “Fairuz, Fairuz.”
Ibnu Katsir berkata, “Dikatakan bahwa masa ia berkuasa sejak ia menang hingga terbunuh adalah tiga bulan, ada juga yang mengatakan empat bulan. Wallohu a‘lam.” Selesai perkataan Ibnu Katsir.
Bukhori membuat bab khusus dalam kitab Al-Maghoziy di dalam Shohih-nya tentang kisah Aswad, dia berkata, “Ubaidulloh bin Abdillah berkata, Aku bertanya kepada Abdulloh bin Abbas tentang mimpi Rosululloh SAW yang ia ceritakan, maka Ibnu Abbas berkata, “Diceritakan kepadaku bahwa Rosululloh SAW bersabda, “Ketika aku sedang tidur, diperlihatkan kepadaku seolah diletakkan di tanganku dua perhiasan dari emas maka aku memutuskannya dan membencinya. Setelah itu aku diperintahkan untuk meniupnya hingga keduanya terbang. Maka aku menakwilkan bahwa kedua perhiasan itu adalah dua pendusta yang akan muncul.” Maka Ubaidulloh berkata, “Salah satunya adalah Al-Unsiy yang dibunuh oleh Fairuz di Yaman, satunya lagi adalah Musailamah Al-Kadzzab.”
Ibnu Taimiyah rohimahulloh berkata , “Kemudian Fairuz Ad-Dailamiy melakukan perlawanan kepada Al-Aswad Al-‘Unsiy hingga ia berhasil membunuhnya, dan datanglah berita terbunuhnya Aswad kepada Nabi SAW ketika beliau sedang sakit menjelang wafat. Kemudian beliau keluar dan memberitahu para shahabatnya tentang itu dan bersabda, “Telah terbunuh Aswad Al-Unsiy tadi malam, ia dibunuh oleh seorang lelaki sholeh dari kaum yang sholeh.” Dan kisah tentang ini cukup masyhur.”
Ath-Thobariy rohimahulloh menyebutkan , bahwa Fairuz dan teman-temannya melakukan muslihat terhadap Aswad dan menampakkan seolah mereka mengikutinya hingga mereka berhasil membunuhnya secara diam-diam. Dan Nabi SAW telah memuji Fairuz dan dikatakan bahwa kabar tentang mereka telah sampai kepada beliau melalui wahyu di malam ia meninggal.”

Dalil Kesepuluh: Membalas Dengan Perlakuan Yang Sama (Al-Mu‘aqobah Bi `l-Mitsl)

Alloh Ta‘ala berfirman:
فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ
“… oleh sebab itu, barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu…” (QS. Al-Baqoroh: 194)

وَالَّذِينَ إِذَآ أَصَابَهُمُ الْبَغْىُ هُمْ يَنتَصِرُونَ وَجَزَآؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةً مِّثْلَهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللهِ إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الظَّالِمِينَ وَلَمِن انتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُوْلَئِكَ مَاعَلَيْهِم مِّن سَبِيلٍ إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي اْلأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُوْلَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, pahalanya atas (tanggungan) Alloh, sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosa pun terhadap mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak, mereka itu mendapat azab yang pedih.” (QS. Asy-Syuro: 39 – 42)

وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَاعُوقِبْتُمْ بِهِ
“…dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu…” (An-Nahl: 126)

Ayat-ayat ini berlaku umum untuk semua, kasus yang menjadi penyebab turunnya tidak bisa mengkhususkannya. Sebab, dalam sebuah kaidah syar‘iy dikatakan: “Al-‘Ibrotu bi ‘Umuumi `l-Lafdzi, laa bi khushuusi `s-Sabaab.” (Yang dijadikan patokan adalah keumuman lafadz, bukan kekhususan sebab). Sehingga dengan demikian, kaum muslimin boleh melakukan hal serupa terhadap apa saja yang dilakukan musuh terhadap mereka. Artinya, jika mereka meng-ightiyal para mujahid kita maka kita pun meng-ightiyal mereka. Jika mereka mencincang kaum muslimin, kita boleh mencincang mereka. Jika mereka sengaja menjadikan wanita dan anak kecil sebagai target serangan hingga terbunuh, maka kita kaum muslimin dipersilahkan membalas dengan tindakan yang sama dengan menjadikan wanita dan anak-anak musuh sebagai target untuk dibunuh, berdasarkan keumuman ayat-ayat di atas.

Ibnu `l-Qoyyim rohimahulloh berkata, “Firman Alloh: “…maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu…”, kemudian firman-Nya: “…dan balasan sebuah kejahatan adalah kejahatan yang serupa…” kemudian firman-Nya, “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu…” mengandung makna bolehnya melakukan semua ini, yaitu membalas dengan balasan serupa dalam urusan nyawa, kehormatan dan harta. Para fuqoha bahkan menegaskan bolehnya membakar lahan pertanian orang-orang kafir dan membabat pepohonan mereka jika mereka memperlakukan kita seperti itu, dan ini adalah masalah yang sama. Alloh Subhanahu wa Ta‘ala sendiri mengizinkan para shahabat menebangi pohon kurma orang-orang yahudi dikarenakan dalam hal itu ada kehinaan bagi mereka. Dan ini menunjukkan bahwa Alloh Subhanahu wa Ta‘ala menyukai dan mensyariatkan kehinaan orang jahat dan dzolim. Jika membakar harta orang yang melakukan ghulul (mengambil harta rampasan perang sebelum dibagikan) saja boleh dikarenakan ia telah mengkhianati harta ghanimah kaum muslimin, maka membakar hartanya jika ia membakar harta orang muslim yang dilindungi tentu lebih layak untuk diperbolehkan. Jika dalam harta yang menjadi hak Alloh, yang pemberiannya lebih banyak daripada penagihannya, maka dalam harta yang menjadi hak seorang hamba yang pelit tentu lebih layak.

Juga, Alloh SWT telah mensyariatkan hukum qishosh dalam rangka menakuti-nakuti jiwa agar tidak melakukan perbuatan aniaya, padahal bisa saja Dia cukup mewajibkan membayar diyat untuk menebus kedzaliman pelaku kejahatan dengan harta. Akan tetapi apa yang Alloh syariatkan lebih sempurna dan lebih baik bagi para hamba serta lebih bisa menyembuhkan kedongkolan dalam hati orang yang dizalimi, di samping lebih menjaga nyawa dan rusaknya anggota tubuh. Jika tidak seperti ini, maka orang yang membunuh orang lain atau mematahkan salah satu anggota badannya, ia harus dibunuh atau dipotong juga anggota badannya dan masih harus membayar diyatnya. Namun hikmah, kasih sayang dan kemaslhatan menolak hal itu. Hal yang serupa juga berlaku pada tindak kezaliman terhadap harta.”

Dengan demikian, kita harus tahu bahwa jika orang muslim saja bisa diqishosh dengan hukuman serupa ketika ia berbuat jahat kepada sesama muslim. Maka tentu saja membalas tindakan orang kafir harbiy terhadap kaum muslimin dengan balasan serupa lebih boleh.

Nah, jika dengan berdalih menggulingkan Saddam Amerika boleh membunuh 1.732.000 nyawa selama masa embargo terhadap Irak dan hingga kini masih berlangsung –padahal sebenarnya urusan utamanya lebih besar dari dalihnya tersebut—, ia juga bisa membunuh ribuan orang di Afghonistan karena keberadaan kepemimpinan jihad di sana, dan masih banyak lagi di tempat lain…lantas mengapa kita tidak boleh membunuh mereka, membombardir mereka, menjadikan mereka sebagai target serangan, atau meng-ightiyal mereka sehingga kita mencapai jumlah yang seimbang dengan yang mereka telah bunuh? Kenapa kita tidak membunuh mereka karena adanya Bush, Blair, dan Sharon sebagaimana mereka membunuhi kita karena si fulan dan si fulan?
Oleh karena itu, kita harus mengambil jatah yang sama. Sebagaimana mereka membunuh, mereka dibunuh. Sebagaimana mereka melakukan ightiyalat, mereka pun di-ightiyalat. Wallohu A‘lam.

SEBAB-SEBAB IGHTIYALAT

Ightiyalat di era kita sekarang ini, bisa dilakukan karena adanya banyak sebab dan pemicu, kami akan menyebutkan sebagiannya. Yang akan kami sebutkan ini adalah sebab-sebab versi mujahidin, adapun ightiyalat oleh selain mereka maka penyebabnya jika dihitung bisa berpuluh-puluh sebab :

1. Perbuatan zindik, mencela Alloh dan Rosul-Nya, atau mencaci dan menyakiti keduanya.
Ini boleh dilakukan oleh siapa pun dari kaum muslimin, pribadi-pribadi. Sebelumnya telah kami sebutkan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh di dalam dalil kelima, yaitu hadits riwayat Asy-Sya‘biy dari Aliy bahwasanya ada seorang wanita yahudi biasa mencela Nabi SAW dan merendahkan beliau. Maka seseorang mencekiknya hingga mati, kemudian Rosululloh SAW membiarkan darahnya dan tidak mewajibkan diyat, di mana beliau –Syaikhul Islam—berkata , “Hadits ini adalah nash tentang bolehnya membunuh wanita apabila ia mencela Nabi SAW. Juga menjadi dalil lebih bolehnya membunuh pria kafir dzimmiy, membunuh lelaki muslim atau muslimah, jika memang mereka mencaci beliau. Karena, wanita yahudi itu terikat perjanjian damai, sebab ketika Nabi SAW datang ke Madinah beliau memberlakukan perjanjian damai kepada semua warga yahudi, yang dengan itu berarti mereka telah terikat dengan perjanjian mutlak, dan beliau tidak memungut jizyah dari mereka.”

Sudah menjadi perkara maklum, wanita kafir itu dilindungi darahnya oleh kaum muslimin karena jenis kelamin wanitanya, meski pun dia bukan kafir dzimmiy maupun mu‘ahad. Karena, Rosululloh SAW melarang membunuh wanita dalam pertempuran selagi ia tidak terlibat sebagai pasukan perang. Dengan demikian, diketahuilah bahwa wanita yang mencela Alloh, mencela agama-Nya dan mencela Rosul-Nya SAW, atau yang menjelekkan salah satunya, berarti hukumnya sama dengan wanita kafir yang menjadi pasukan perang melawan Alloh ta‘ala.

Dengan demikian, orang yang mencela Alloh bisa dibunuh meski pun pemimpin kaum muslimin tidak membunuhnya. Atau, ketika kondisi tidak ada imam yang lurus dalam memerintah kaum muslimin, yang berhukum kepada hukum Alloh yang Mahapengasih. Atau ketika kekuasaan berada di tangan para pemuka kekafiran –yang sebenarnya mereka ini perlu di-ightiyal— yang tidak peduli dengan hukum Alloh atau suka mencaci Alloh yang Mahapengasih.

Hadits ini menunjukkan bahwa orang itu membunuh wanita yahudi tanpa minta izin terlebih dahulu kepada Nabi SAW, dan ketika beliau mendengarnya beliau tidak mengingkari pembunuhan terhadap wanita, beliau juga tidak menyuruhnya membayar diyat, tidak juga mengatakan: tindakan ini melanggar hak imam, tidak juga mengatakan bahwa itu perbuatan mungkar, tidak membid‘ah-bid‘ahkan pelakunya, bahkan beliau membenarkan dan membatalkan status terlindungnya darah wanita itu.

Syaikhul Islam menyebutkan dalam dalil lain yang menunjukkan permasalahan ini dan menyebutkan argumentasinya dengan mengatakan, “Hal itu karena, orang yang wajib dibunuh karena perkara yang mengarah kepada makar atau perusakan terhadap agama, tidaklah sama dengan orang yang dibunuh karena perbuatan maksiat semisal zina atau yang lain.”
Di sana pun dibedakan, pelaksanaan hukuman hudud terhadap pelaku maskisat dengan orang yang mencela Robbu `l-‘Alamin, mencela agama atau nabi semua umat Islam. Meskipun membunuh orang yang mencela Alloh dan agama-Nya termasuk dalam hukuman had, tetapi kedudukannya seperti membunuh kafir harbiy yang memerangi kaum muslimin, sementara orang yang diwajibkan untuk dibunuh itu (diperbolehkan bagi setiap orang untuk membunuhnya).

Ibnu `l-‘Arobiy rohimahulloh berkata , “Alloh memerintahkan untuk membunuh mereka di mana pun dijumpai, ini menunjukkan bahwa orang yang zindiq boleh dibunuh tanpa harus diminta bertaubat; berdasarkan firman Alloh Ta‘ala: “…dan janganlah kamu ambil dari mereka wali mau pun penolong…””

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh berkata , “Yang menunjukkan bolehnya membunuh orang zindiq lagi munafik tanpa harus diminta taubat adalah hadits yang diriwayatkan dalam Shohih Bukhori-Muslim dari Aliy tentang kisah Hatib bin Abi Balta‘ah, di mana Umar mengatakan, “Biarkan aku memenggal leher orang munafik ini.” Maka Nabi SAW bersabda,
إِنَّهُ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا وَمَا يُدْرِيْكَ لَعَلَّ اللهَ اطَّلَعَ عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ اعْمَلُوْا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ
“Sesungguhnya ia ikut serta dalam perang Badar, dan kamu tidak tahu barangkali Alloh telah melihat hati orang-orang yang ikut serta dalam perang Badar kemudian berfirman: Berbuatlah sesuka kalian, Aku telah mengampuni kalian.”

Ini menunjukkan bahwa memenggal leher orang munafik tanpa terlebih dahulu meminta taubat adalah disyariatkan, sebab Nabi SAW tidak mengingkari perbuatan Umar yang menghalalkan pemenggalan leher orang munafik. Akan tetapi beliau menjawab bahwa orang ini bukan orang munafik, tetapi pengikut perang Badar, yang mereka semua sudah diampuni. Artinya, kalau suatu saat muncul kemunafikan yang itu jelas-jelas kemunafikan, berarti darah orangnya boleh ditumpahkan.”

Di tempat yang sama, Syaikhul Islam juga berkata, “Kemudian, kebanyakan pendapat tentang membunuh orang yang mencela (agama, pent) tanpa seizin imam menyatakan bahwa itu adalah melanggar hak imam, tetapi imam dipersilahkan memaafkan orang yang melaksanakan had yang wajib ditegakkan tanpa seizinnya.”

Hal itu disebut melanggar hak imam maksudnya di saat ada imam yang lurus dalam memerintah kaum muslimin, yang memberlakukan hukum sesuai syariat Alloh Yang Mahapengasih. Jika tidak ada imam seperti ini dan yang ada adalah para pemimpin kekafiran, yang memperbudak manusia dengan undang-undang buatan mereka sendiri yang kufur, maka itu bukan disebut melanggar hak seorang muslim. Benar itu melanggar hak, tapi hak thoghut kafir yang batil, yang diangkat oleh “tuhan-tuhan” yang tercerai berai dalam undang-undang positif mereka. Maka, sebaik-baik pelanggaran hak adalah pelanggaran seperti ini, mari…kenapa tidak kita lakukan. Sebab itu adalah penerapan nyata dari sikap baro’ kita terhadap mereka dan kekafiran undang-undang mereka. Sungguh bagus dan mulia pelanggaran seperti itu.

Kami katakan kepada siapa saja yang tak setuju dengan sikap kami: Di manakah pemimpin yang menegakkan syariat Alloh, menerapkan hudud-Nya, yang loyal kepada orang-orang beriman dan memusuhi orang-orang kafir, serta melaksanakan jihad dan mewajibkan jihad melawan orang-orang kafir? Jika yang kalian anggap pemimpin itu adalah Fahd bin Abdu `l-“Inggris” (Si Abu Righol) , maka kukatakan dengan selantang-lantangnya: Semua syarat-syarat menjadi imam, baik itu berakal, Islam, selamatnya anggota badan, dari suku Quraisy…dst, semuanya tak terpenuhi. Lantas, mengapakah kalian memusuhi kami, kalau bukan karena kami berjihad dan ingin mengembalikan penghambaan para hamba kepada Tuhan seluruh hamba. Hari-hari akan sama-sama kita lalui, orang-orang dzalim kelak akan tahu ke mana mereka kembali.

2. Orang kafir ashliy yang berstatus harbiy , atau mua‘ahad yang membatalkan statusnya dengan cara melanggar janji atau mencela agama kita, mencela Alloh dan Rosul-Nya. Demikian juga dengan orang kafir dzimmiy yang melakukan hal yang sama.

Kalau kita sedikit merenung, akan kita simpulkan bahwa orang di zaman sekarang tidak ada orang kafir dzimmiy, demikian juga mu‘ahad, mereka semua tidak ada sekarang ini kecuali jika menurut pengertian ulama-ulama penguasa yang sesat, yang mereka ridho penguasa murtad sebagai pemimpin mereka. Mereka sesat dan menyesatkan orang banyak dari jalan yang lurus, la haula wala quwwata illa billah, tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Alloh.

Lebih jelasnya, dalam hal ini ikatan janji pemerintah keluarga Saudi dengan Amerika, demikian juga negara-negara Teluk lainnya, negara-negara Arab, dan negara-negara yang secara serampangan disebut sebagai negara Islam, saya katakan: ikatan perjanjian damai dan kesepakatan-kesepakatan yang mereka buat tidaklah berlaku sama sekali bagi seorang muslim. Ia tidak boleh mengindahkannya, menghormatinya, atau mengakuinya dengan sukarela.
Sesungguhnya aku telah membuang janji mereka yang…
Mereka buat dalam rangka berkhianat dan memusuhi…
Hal ini semakin diperjelas oleh hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Nasa’i dan Abu Dawud:
اَلْمُؤْمِنُوْنَ تَتَكَافَأُ دِمَاؤُهُمْ وَهُمْ يَدٌ عَلَى مَنْ سِوَاهُمْ وَيَسْعَى بِذِمَّتِهِمْ أَدْنَاهُمْ
“Orang-orang beriman itu sama nilai darahnya, mereka adalah pembantu bagi yang lain, dan yang lebih rendah kedudukannya harus berusaha melindungi.”

Sedangkan para thoghut itu, mereka bukanlah bagian dari kaum muslimin , baik yang bangsawan mau pun yang bawahan, tidak walau hanya sebesar jari. Tetapi mereka termasuk dalam golongan orang-orang kafir harbiy yang setia kepada mereka, sebagaimana diberitahukan oleh Alloh Ta‘ala dalam firman-Nya:
وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
“…dan barangsiapa yang setia kepada orang yahudi dan nashrani itu, berarti ia termasuk golongan mereka…” (Al-Maidah: 51)

Ya…mereka termasuk golongan orang yahudi-nashrani, bukan golongan kaum muslimin. Sehingga, kita tidak perlu memakai ikatan perjanjian, kesepakatan-kesepakatan, dan jaminan keamanan yang mereka berlakukan kepada orang-orang kafir..
Ibnu Qudamah Rohimahulloh berkata , “Tidak sah jaminan keamanan dari orang kafir, walau pun kafir dzimmiy, sebab Nabi SAW bersabda,
ذِمَّةُ الْمُسْلِمِيْنَ وَاحِدَةٌ يَسْعَى بِهَا أَدْنَاهُمْ
“Jaminan perlindungan orang-orang Islam itu satu, yang paling rendah kedudukannya berusaha melindungi yang lain.”

Di sini Nabi SAW menjadikan hak memberi perlindungan itu milik orang-orang Islam, tidak boleh dari orang selain mereka, sebab mereka dicurigai akan mendatangkan bahaya kepada Islam dan kaum muslimin, sehingga hampir mirip dengan kafir harbiy.”

Fikirkanlah…ini adalah untuk kafir dzimmiy, bukan harbiy. Berarti, orang kafir harbiy lebih tidak pantas (menjadi fihak yang memberi perlindungan). Anda tentu sudah tahu bahwa para thoghut yang menguasai negeri-negeri kaum muslimin itu adalah orang-orang kafir harbiy yang memiliki kekuatan senjata, yang dengan itu mereka bisa menolak dihukumi dengan syariat.

Alloh Ta‘ala berfirman:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً
“Dan Alloh sekali-kali tidak akan menjadikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman.” (An-Nisa’: 141)

Jadi, penguasa yang kafir tidak boleh menguasai orang Islam yang bertauhid, ia tidak berhak memberikan jaminan perlindungan kepada mereka. Jika ada satu negara kuat yang menjadikannya sebagai wali (penguasa), maka tidak kemudian keputusan-keputusannya, perintah-perintahnya, kesepakatan-kesepakatan yang ia buat, atau perjanjian-perjanjiannya menjadi sah secara syar‘iy; tidak juga menjadi wajib diamalkan kaum muslimin. Tidak ada satu pun orang yang faham agama Islam menentang pendapat ini.

Dan di antara konsekwensi kufur kepada thoghut adalah berlepas diri dari undang-undangnya, dan dari kesepakatan-kesepakatan serta perjanjian-perjanjian yang dia buat.

Demikian juga orang kafir, mereka tidak bisa memaksa kaum muslimin mentaati perjanjian dan kesepakatan yang ia buat. Seandainya hal itu wajib, tentu para mujahidin wajib mentaati perjanjian yang dibuat oleh Hamid Karzai dengan orang-orang kafir yang menjadi temannya; dan tentu kaum muslimin di Rusia wajib mentaati ikatan perjanjian dan kesepakatan yang dibuat oleh orang-orang ateis bersama musuh-musuh Islam; dan tentu kaum muslimin wajib mentaati perjanjian dan kesepakatan para penjajah imperialis yang menjajah negeri mereka ketika di era penjajahan orang-orang Barat dulu. Padahal semua orang tahu, bahwa mujahidin sama sekali tidak pernah mentaati perjanjian-perjanjian itu, sebagaimana kondisi kaum muslimin hari ini di Palestina, mereka tidak wajib mentaati perjanjian-perjanjian bangsa yahudi yang menguasai mereka dengan kejam. Sama halnya dengan perjanjian, kesepakatan, atau aturan-aturan para penguasa murtad yang memerangi agama ini yang disetujui oleh majelis “syirik” parlemen mereka. Semua itu tidak wajib ditaati oleh kaum muslimin yang mengkufuri mereka, mengkufuri parlemen mereka, dan mengkufuri undang-undang kafir mereka.

Bahkan, penguasa muslim sekalipun, yang berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh dan memiliki kekuasaan atas kaum muslimin, ia tidak bisa memaksakan kesepakatan dan perjanjian yang ia buat kepada kaum muslimin yang tidak hidup di wilayah kekuasaannya. Lantas, bagaimana kalau penguasanya orang-orang kafir, dan bagaimana dengan kesepakatan-kesepakatan yang mereka buat?

Makna ini ditunjukkan secara tegas dalam hadits riwayat Bukhori dalam Kitab Asy-Syuruth pada Shohih-nya, bab: Syarat-syarat jihad dan perjanjian damai dengan orang kafir harbiy.
Yang menunjukkan makna itu adalah hadits yang mengkisahkan tentang Abu Bashir RA dan tindakannya ketika Rosululloh SAW menolak kedatangannya bersama dua utusan Quraisy dalam kaitannya tentang persyaratan yang dibuat kaum Quraisy dengan beliau dalam perjanjian Hudaibiyah. Ketika itu, Abu Bashir kemudian membunuh dua utusan tersebut, setelah itu ia pergi ke Saiful Bahr (daerah di tepi pantai), maka tidak ada satu orang Quraisy pun yang telah masuk Islam melainkan bergabung dengannya hingga akhirnya terkumpullah satu kelompok. Mereka tidak mendengar satu kafilah dagang Quraisy yang pergi ke Syam kecuali mereka cegat, lalu mereka bunuh orang-orangnya dan mereka ambil hartanya.

Sisi penunjukan dalilnya, bahwa Abu Bashir tidak mentaati perjanjian yang terjadi antara Nabi SAW (dengan Quraisy), ia tidak mentaati jaminan keamanan yang diberikan Nabi SAW kepada Quraisy dan para utusannya. Seandainya mentaatinya adalah wajib, tentu fihak Quraisy akan menuntut diyat kepada Nabi SAW atas terbunuhnya utusan mereka dari suku Amir yang dibunuh oleh Abu Bashir. Dan tentu kaum Quraisy akan menagih harta perniagaan dan kafilah yang dirampok Abu Bashir setelah itu. Namun faktanya, mereka sama sekali tidak menuntutnya, karena Abu Bashir tidak masuk di bawah wilayah kekuasaan Rosul SAW ketika beliau membuat perjanjian dengan kaum Quraisy.

Al-Hafidz Ibnu Hajar rohimahulloh berkata , “Pelajaran yang bisa diambil dari kisah Abu Bashir adalah: Bolehnya membunuh orang musyrik yang menjadi musuh dengan cara ightiyalat. Dan yang dilakukan Abu Bashir bukan dianggap sebagai pelanggaran terhadap perjanjian, sebab ia tidak termasuk dalam perjanjian yang disepakati antara Nabi SAW dengan Quraisy. Sebab ketika perjanjian itu dibuat, ia sedang tertahan di Mekkah…”

Ibnu Hajar berkata juga, “Pelajaran lain, bahwa siapa yang berbuat seperti yang diperbuat oleh Abu Bashir, ia tidak dibebani hukum qishosh atau pun diyat…” “…sebagian ulama belakangan menyimpulkan dari hadits ini, bahwa jika ada sebagian penguasa kaum muslimin yang menjalin perjanjian dengan sebagian penguasa musyrik, kemudian ada penguasa muslim lain yang memerangi penguasa musyrik tersebut, lalu dia bunuh mereka dan ia ambil harta mereka sebagai ghonimah, maka hal itu diperbolehkan baginya. Sebab perjanjian yang terjadi itu tidak berlaku bagi orang yang tidak terlibat dengannya.”

Apa yang dikatakan Ibnu Hajar ini, disebutkan pula oleh Ibnu `l-Qoyyim rohimahulloh bersumber dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau berkata di dalam Al-Fawaaid Al-Fiqhiyyah (pelajaran-pelajaran fikih) yang bisa diambil dari Perjanjian Hudaibiyah , “Di antara pelajaran yang dapat diambil darinya: Bahwa jika ada sekelompok orang kafir mu‘ahad mendapatkan perjanjian damai dari seorang imam, kemudian ada satu kelompok yang bukan dari anggota imam tersebut memerangi mereka dan merampas harta mereka sebagai ghonimah, maka imam tersebut tidak wajib melindungi dan menolong orang-orang kafir mu‘ahad tersebut; baik kelompok tersebut masuk dalam ikatan perjanjian dengan imam tersebut atau tidak. Sebab, perjanjian antara Nabi SAW dan kaum musyrikin bukanlah perjanjian antara Abu Bashir dkk dengan mereka. Atas dasar ini, jika ada salah seorang raja kaum muslimin menjalin perjanjian damai dan orang-orang kafir dzimmiy –baik dari nashrani atau kafir lainnya—maka diperbolehkan bagi raja kaum muslimin lainnya untuk memerangi atau merampas harta orang-orang kafir dzimmiy tersebut (sebagai ghonimah) jika sebelumnya tidak terjalin perjanjian dengan mereka. Hal ini sebagaimana difatwakan oleh Syaikhul Islam Taqiyuddin Ibnu Taimiyah qoddasallohu ruhahu tentang orang-orang Nashrani di Multhiyah dan hukum menjadikan mereka sebagai tawanan, dengan berdalil kepada apa yang dilakukan Abu Bashir terhadap orang-orang musyrik.”

Ibnu Qudamah rohimahulloh berkata , “Yang kita beri jaminan keamanan adalah orang kafir yang ada di negeri Islam, yang berada di bawah tanggungan seorang imam. Adapun orang kafir yang ada di negeri kaum muslimin tapi tidak di berada dalam kekuasaan seorang imam, maka tidak mengapa menyerang mereka. Oleh karena itu, ketika Abu Bashir membunuh orang Quraisy yang ingin mengembalikannya (ke Mekkah), Nabi SAW tidak mengingkarinya dan tidak mengganti diyatnya. Dan ketika dia, Abu Jandal, dan teman-temannya tidak masuk dalam perjanjian Nabi SAW di Hudaibiyah, lalu mereka merampok orang-orang Quraisy, membunuh mereka dan mengambil harta mereka, beliau tidak mengingkari perbuatan tersebut dan tidak memerintahkan mereka mengembalikan harta yang mereka ambil atau mengganti kerugian yang mereka timbulkan.”
Jadi, kaum muslimin yang tinggal di wilayah kekuasaan politik thoghut yang dipaksakan itu atau di negara mereka yang kafir, terutama para mujahidin yang selalu diburu dan diperangi oleh thoghut dan Amerika yang menjadi pimpinannya, tidak ada istilah perjanjian wilayah antar mereka. Tetapi status perang berlaku antara mereka dengan thoghut, bahkan thoghut sendiri telah memproklamirkan perang melawan mereka. Maka dari itu, mereka tidak wajib mentaati perjanjian dan peraturan para thoghut tersebut selagi kepemimpinan mereka adalah kepemimpinan kafir dan dipaksakan, bukan syar‘iy dan bukan atas pilihan.

Jadi selagi kaum muslimin merasa tidak aman nyawa, harta, darah dan agamanya di negeri tersebut, karena memang thoghut tidak menjadikan mereka aman, lantas bagaimana mungkin mereka akan memberikan keamanan kepada musuh dengan jaminan yang dibuat oleh musuh juga? Bahkan, kaum muslimin selalu berpeluang menjadi target pemerkosaan kehormatan di rumah-rumah mereka oleh thoghut dan pembantu-pembantunya, menjadi target perampasan harta dan teror di dalam rumah-rumah mereka, saumi-suami mereka menjadi sasaran penangkapan thoghut di penjara-penjara, atau menjadi sasaran tuduhan palsu kemudian menjatuhi mereka dengan hukuman mati, atau menyerahkannya kepada kaum salibis kapan saja, siang mau pun malam.

Dan firman Alloh Ta‘ala:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً
“Dan Alloh tidak akan pernah menjadikan jalan bagi orang-orang kafir (untuk menguasai) orang-orang beriman…”
… adalah kata-kata pemutus dalam masalah ini.
Adapun mengangkat mereka sebagai pemimpin dari sisi agama, maka termasuk pembatal keislaman ketika seorang muslim secara suka rela masuk di bawah kepemimpinan orang kafir.
Alloh Ta‘ala berfirman:
لايَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Alloh…” (Ali ‘Imron: 28)

Dengan demikian jelas, siapa saja yang menyatakan berlepas diri dari kekuasaan thoghut, baik kekuasaan politik mau pun agama, kemudian mengadakan permusuhan dengan mereka sehingga mereka berada bukan pada fihak mereka, pasti telepas juga dari peraturan-peraturan, perjanjian-perjanjian, dan undang-undang mereka. Seperti kondisi para mujahidin yang mengkufuri thoghut di mana pun mereka berada, di mana mereka berlepas diri dari thoghut dan thoghut juga berlepas diri dari mereka, bahkan thoghut menyatakan perang terhadap mereka dan membantu orang-orang kafir dalam memusuhi mereka dan memusuhi setiap orang yang bertauhid, penempuh jalan jihad yang mereka istilahkan dengan terorisme akibat “membeo” kepada teman-teman mereka dari orang kafir, baik yahudi mau pun nashrani.

Dari penjelasan di atas, dapat terlihat jelas betapa keliru dan bodohnya orang yang menganggap salibis Amerika sebagai orang-orang kafir yang terikat perjanjian damai (mu‘ahad), sedangkan jihad yang dilancarkan mujahidin terhadap mereka dan sekutu-sekutu mereka disebut sebagai pelanggaran terhadap perjanjian. Dan jelas juga bahwa mengumpulkan hadits-hadits yang menyatakan: siapa membunuh orang kafir mu‘ahad maka ia tidak akan mendapat bau surga, untuk mencegah orang dari berjihad serta mengincar mereka di belahan bumi mana pun mereka berada, sebagaimana yang dilakukan oleh para pemegang kekuasaan, pada dasarnya merupakan kedustaan atas nama agama Alloh dan penyesatan terhadap hamba-hamba-Nya.

SKIL-SKIL YANG HARUS DIMILIKI OLEH TIM IGHTIYALAT

Perang melawan orang kafir hari ini, baik kafir asli mau pun murtad, sama sekali berbeda dengan perang di zaman yang sudah-sudah. Di mana, mereka menguasai kaum muslimin dengan memaksakan kemurtadan secara terencana yang disebar luaskan melalui kaki tangan yahudi-nashrani di negeri-negeri Islam. Membasmi mereka ini memerlukan kerjasama penyatuan kekuatan dan mempersering operasi-operasi jihad terhadap kepentingan-kepentingan orang kafir di mana saja. Beban yang harus dipikul cukup banyak, sulit dan berat. Akan tetapi, itu harus dilakukan, dan harus terpenuhi sifat-sifat tertentu jika kita ingin termasuk ke barisan mujahidin yang mendapatkan bimbingan Alloh.

Sekedar pengetahuan tambahan, model pertempuran seperti ini dalam ilmu strategi kontemporer disebut “Pertempuran Generasi Keempat” atau “Pertempuran non Mutawaaziyah” –dengan yaa’, bukan nuun (mutawaazinah), yang artinya sama-sama perang tak seimbang—. Bedanya, perang non mutawaaziyah adalah ketika musuh menggunakan peralatan tempur dan strategi yang tidak mungkin bisa digunakan oleh fihak pembela diri (yang diserang), bahkan mengenalinya pun tidak, apalagi menandingi.

Metode perlawanan seperti ini tercantum dalam sebuah laporan strategis lengkap yang diserahkan kepada mantan Presiden Amerika, Clinton, sebelum ia lengser dari Gedung Putih.
Dalam laporan itu dinyatakan, Amerika berhasil mencengkramkan hegemoninya kepada seluruh negara di dunia, dan tidak ada satu pun kekuatan yang mampu melawan, baik dari sektor kekuatan militer, ekonomi, politik, mau pun intelejent. Satu-satunya lawan yang mampu “mengganggu” Amerika adalah yang menggunakan metode pertempuran non mutawaaziyah.
Menurut laporan itu, mereka yang menggunakan metode tempur seperti ini adalah bahaya besar yang mengancam Amerika, yang bila Amerika tidak bisa menanggulanginya dengan baik tak mustahil akan mengantarkannya kepada kehancuran internal.

Laporan itu juga menyatakan, tanda-tanda kekalahan Amerika dimulai jika musuh berhasil menyedot kekuatan Amerika akibat reaksi atas serangan yang menimpanya sebelumnya, lalu berhasil memukul kembali dengan intensitas yang sering.

Hal-Hal Terpenting Yang Harus Dimiliki Mujahid Ketika Akan Melakukan Operasi Ightiyal
1. Akidah dan manhaj yang jelas. Al-Akh mujahid harus faham, mengapa ia berperang, siapa yang dia perangi, bagamana caranya dan kapan.
2. Kesamaptaan jasmani dan skil-skil bertempur yang tinggi yang bersifat individual (lari, mendaki dan memanjat, mengemudi mobil dan motor)
3. Tekun dalam melaksanakan operasi penculikan dan ightiyal hingga benar-benar ahli.
4. Cerdas dan cekatan.
5. Peka dalam masalah security.
6. Berjiwa teroris.
7. Berani, tenang dan berdarah dingin.
8. Ada fatwa syar‘iy. Ini masuk pada nomor satu, sengaja kami sendirikan karena penting.

Untuk Melatih Anggota:
1. Anggota adalah hasil seleksi dari kalangan masyarakat yang sulit dikenali, yang betul-betul steril dari keterkaitan dengan unsur-unsur pemerintah murtad yang menjadi antek Amerika. Kemudian mereka diberi pelatihan khusus untuk missi ini.
2. Melatih pertempuran jarak dekat, dalam ruangan atau kamar tersembunyi secara kontinyu. Syaratnya, satu sel latihan (atau group, atau regu [tsubaat] ) anggotanya tidak boleh lebih dari tiga orang. Materi latihan yang diberikan adalah masalah keamanan, memperdalam masalah kamuflase, meledakkan bom dari jarak jauh, latihan mengeksekusi target seperti sungguhan; yaitu cara menculik orang yang sudah dihukumi murtad lalu para anggota tim diperintahkan untuk praktek eksekusi terhadap orang tersebut, mempersering latihan menembak dengan pistol dan tekhnik-tekhniknya, mengasah ketrampilan dalam menggunakan pisau dan racun, latihan senam jasmani dan uji kekuatan fisik serta pengenalan secara detail terhadap titik-titik mematikan pada tubuh manusia. Tim ightiyal juga harus berlatih praktek membunuh, baik dengan pistol, senapan laras panjang, pisau, kapak, mencekik, atau pun racun.
3. Memberikan materi khusus tentang kegiatan-kegiatan pemantauan di perpustakaan keamanan dan spionase untuk mempertajam kepekaan anggota dalam hal keamanan sekaligus mengembangkannya. Dan harus diwaspadai, agar jangan termakan oleh fihak yahudi dan nashrani yang biasanya membesar-besarkan kemampuan aparat keamanan mereka yang mereka publikasikan kepada masyarakat melalui film-film Holywood, tujuannya agar orang takut dengan yang namanya CIA, FBI, atau pun Mosssad. Namun, Alloh telah membongkar kelemahan mereka dengan serangan-serangan mujahidin yang susul menyusul, di Tanzania, Kenya, ‘And, New York, Washington, Mombassa, dll.
4. Mengikuti berita-berita tentang operasi-operasi nyata yang terjadi di sana-sini, untuk memompa semangat dari satu sisi, dan memperluas wawasan dan pengetahuan dari sisi lain.
5. Mempelajari berbagai lokasi, kota, dan orang-orang yang beraktifitas di dalamnya, meneliti jalur keluar masuknya dan alat transportasi ke arah sana.
6. Melatih penggunaan senjata sergap dan ightiyal, ini akan kita jelaskan secara lebih detail nanti.
7. Anggota baru dilatih untuk ikut langsung operasi yang dijalankan, cukup sebagai pemirsa atau penjaga, setelah itu selanjutnya dia yang akan menjalankan.

SAAT YANG PALING TEPAT UNTUK MELAKSANAKAN OPERASI IGHTIYAL
1. Ketika target sendirian, tidak ditemani penjaga dan jauh dari teman-temannya.
2. Ketika target jauh dari rumah dan kantor, atau ketika penjagaan tidak terlalu ketat.
3. Ketika target berjalan kaki di jalan.
4. Ketika target keluar atau memasuki salah satu bangunan atau mobil, sebab ini adalah titik lemah ketika ia dijaga oleh para pengawalnya, apalagi kalau ightiyal dilakukan dari jarak jauh.
5. Ketika kepekaan target dalam masalah keamanan lemah, ia tidak bisa membedakan gerakan wajar dan gerakan tidak wajar.
6. Ketika target mengumumkan ke mana ia hendak bergerak, contohnya hendak berkunjung ke tempat di adakannya sebuah konferensi.
7. Ketika target punya kebiasaan tertentu dan aturan main tertentu, baik dalam melakukan perjalanan atau menempuh jalan tertentu untuk menuju suatu tempat.
8. Ketika target tidak terikat dengan aturan keamanan yang diberlakukan oleh pasukan pengamanan.
9. Ketika target membuka surat pos sendiri atau membukakan pintu sendiri untuk tamu.
10. Ketika target sedang dalam perjalanan menggunakan lokasi yang sama, seperti hotel, kantor perusahaan penerbangan, atau agen yang biasa ia jadikan tempat singgah.
11. Ketika target menemui orang lain tanpa ada janji sebelumnya.
12. Ketika target menemui para tamu khususnya, tapi tidak di ruangan khusus.
13. Ketika target pergi di malam hari.
14. dll.

SPESIFIKASI DAN FASE-FASE OPERASI IGHTIYALAT:
A. Spesifikasi Operasi Ightiyalat:
1. Surprize (mengejutkan).
2. Teror.
3. Cepat dan tenang dalam menjalankan operasi.
4. Rahasia dalam menyiapkan rencana, dalam menentukan target, dalam berlatih, dan dalam beroperasi.

B. Fase-Fase Operasi Ightiyalat:

1. PERENCANAAN OPERASI:
a. Menentukan target
b. Melakukan observasi yang cukup (melihat, mengawasi, memeriksa secara rahasia…dst). Obsevasi adalah unsur yang paling penting dalam rencana ightiyalat, sebab dengan pemantauan bisa ditentukan cara membunuhnya, cara mundurnya, dan apa saja yang dibutuhkan dalam operasi…dst.
c. Menentukan cara membunuh.
d. Pelaksanaan (eksekusi).
e. Mundur.
f. Observasi, yang meliputi: pergerakan target, tempat-tempat dan waktu yang tetap dan yang bergerak, tempat tinggal, jalan yang ditempuh, pemikiran-pemikirannya, gerak-geriknya, titik lemahnya yang tetap dan yang bergerak, mengawasinya dan mengawasi orang-orang dekatnya, misalnya dari sekian orang dekatnya ini siapa yang memiliki kedekatan hubungan, hubungan kurang harmonis, atau sering datang ke tempat tertentu yang biasanya ia tidak ingin pertemuan itu dilihat siapa pun, setelah itu mencatat jalan mereka, yang biasanya ini adalah menjadi titik lemahnya karena kurangnya penjagaan, dan begitu seterusnya.
Observasi ini adalah sebuah seni tersendiri, kita harus bisa mendekati target, bahkan kalau bisa menjalin hubungan denganya. Dan pelaku operasi (eksekutor) harus diikutsertakan dalam observasi ini, walau pun hanya di tahap akhir observasi.

2. PELAKSANAAN OPERASI
Pelaksanaan operasi bisa dilakukan dengan berbagai model dan cara, kami akan menyebutkan secara ringkas dan global. Rincinya akan kita jelaskan pada bab berikutnya.
a. Ightiyal dari kejauhan. Dengan sniper tersembunyi, atau meledakkan bom dengan timer atau dengan remote.
b. Ightiyal secara individu. Yaitu, pelaku mengeksekusi langsung target, ia hanya ditemani satu atau dua orang sebagai pelindung.
c. Ightiyal secara tim. Yaitu memasang ranjau mobil yang dikendarai oleh target, atau menyerbu rumahnya, atau kantor kerjanya.
Dari ketiga cara ini, yang paling aman adalah yang pertama, selanjutnya yang kedua, dan selanjutnya yang ketiga, wallohu A‘lam. Secara umum, operasi ightiyalat memerlukan pelaku yang punya keahlian khusus, ia juga harus seorang mujahid sejati. Jika ia sukses dalam melakukan beberapa operasi ightiyalat, baru ia disebut spesialis. Yaitu, setelah paling tidak melakukan tiga operasi ightiyal dan penyergapan (spesialis kelas satu seperti ini, boleh memimpin anggota sel).

SISI-SISI KEAMANAN OPERASI IGHTIYALAT
1. Ada fatwa syar‘iy tentang hukum ightiyal terhadap seseorang yang akan dijadikan sasaran, yang dijelaskan berdasarkan dalil-dalil syar‘iy.
Kami akan sebutkan contoh-contoh target yang dianjurkan untuk dijadikan target, berdasarkan urutan skala prioritas. Pembahasan seperti ini membuat para pemuda yang ingin berjihad tidak perlu repot menghadapi masalah penentuan target, dengan izin Alloh.
2. Mujahid yang menjadi penanggung jawab (mas’ul) masalah keamanan mempelajari misi secara utuh, setelah itu membuat perencanaannya, rencana bisa ditambah atau dikurangi tergantung kondisi.
3. Memilih para pelaksana (oksekutor), masing-masing disesuaikan dengan tugas yang akan diemban. Kemampuan pribadinya harus sesuai dengan tugas yang dibebankan. Jangan lupa memperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Masing-masing mujahid tidak boleh tahu tugas temannya, kecuali kalau mujahidnya ada dua orang dan melakukan tugas secara bersamaan.
b. Menyiapkan jenis kamuflase untuk setiap job.
c. Mujahidin yang menjadi eksekutor, masing-masing harus menentukan kamuflasenya, apa saja bentuknya.
d. Menentukan cara berkomunikasi, menentukan kotak pos surat utama, pengganti, dan cadangan. Serta berlatih menggunakan alat komunikasi yang akan digunakan. Dari sini, kami sangat menganjurkan agar para mujahidin menguasai alat-alat komunikasi modern, seperti e-mail, Yahoo Massanger, atau Bal-Tuk, dan waspadalah dengan telepon genggam.
4. Menentukan beban biaya sebuah operasi sejak pertama kali menerima fatwa syar‘iy.
5. Menentukan cara penggalangan dana untuk operasi, meliputi:
a. Membuat sejumlah kamuflase
b. Masing-masing petugas kamuflase melaksanakan tugasnya.
6. Menentukan orang yang akan menjadi penyandang dana, baik dari dalam negeri tempat operasi dijalankan atau dari luar. Juga menentukan siapa yang akan mendanai operasi pembuatan kamuflase.
7. Metode pendanaan terbaik adalah, mas‘ul setiap operasi ightiyal memegang uang cash, yang dengan itu ia bisa mendanai bawahannya.
8. Menentukan batas waktu persiapan (i‘dad) untuk setiap tugas dalam operasi ightiyal. Tapi tetap disediakan waktu tambahan, atau bisa juga pengurangan.
9. Menentukan kapan memulai kegiatan i‘dad.
10. Menerima hasil akhir dari setiap i‘dad yang dilakukan pada setiap tugas.
11. Menentukan waktu pelaksanaan, menentukan seberapa lama operasi akan dilaksanakan, jika operasinya berupa ranjau (ambush). Dan, masing-masing disesuaikan dengan cara yang digunakan.
12. Latihan eksekusi dengan baik.
13. Membuat rencana jika operasi batal.
14. Menganalisa sebab-sebab yang bisa menyebabkan operasi batal.
15. Menentukan cara kontak dengan para pelaku.
16. Menentukan cara mundur yang utama, kemudian cara pengganti, dan cara cadangan.
17. Menentukan alat yang dipakai mundur, baik yang utama mau pun pengganti.
18. Memastikan hasil akhir operasi, berhasil atau gagal.
19. Mempelajari dan menganalisa, menyampaikan kritik dan saran dalam sebuah operasi dengan lengkap.
20. Menegaskan kembali hal-hal yang menjadi saran dan kritik tentang pelaksanaan tugas, dan menegaskan kembali pengkajian dan analisa.
21. Setiap mujahid yang menjadi penanggung jawab, menyampaikan saran kritik tadi pada bidang yang menjadi tugasnya.
22. Setiap mujahid yang menjadi penanggung jawab berdialog dengan semua mujahid, untuk bahan kajian, analisa, dan kritikan, jika memang waktu memungkinkan.

PEMBAGIAN TUGAS DALAM OPERASI IGHTIYALAT

1. Pihak penyandang dana, baik perorangan atau apa saja. Sumber dana ini harus kuat dan aman, tidak boleh tahu target sedikit pun. Ia cukup menyerahkan semua kalkulasi biaya operasi kepada mujahid yang menjadi mas’ul operasi. Dana tidak boleh diserahkan sebagian-sebagian secara bertahap, tapi harus sudah dipegang dana itu oleh mas’ul, karena dikhawatirkan akan terjadi apa-apa di kemudian hari sehingga bisa menghentikan aliran dana. Mas’ul sebuah operasi juga tidak mesti tahu, dari mana aliran dana.

2. Observasi lokasi pembuatan kamuflase, ini dilakukan sebelum pembuatan kamuflase.

3. Melaksanakan pembuatan kamuflase yang diperlukan untuk seluruh rangkaian operasi.

4. Mensurvei tempat-tempat yang bakal dijadikan “killing zone”, meliputi: tempat dilakukannnya eksekusi, baik sasaran satu orang atau banyak, menentukan jarak tembak (jika operasi berupa sniper), menentukan tempat ditaruhnya senjata, amunisi dan teleskop, sebelum menggunakannya, menentukan tempat ditaruhnya barang-barang itu setelah pekerjaan selesai.

Jika ightiyal dilakukan dengan senjata peluncur, sudutnya harus ditentukan, menghitung efek ledakannya, mensurvei tempat memantau, mensurvei tempat meletakkan peluncur dan tempat menyimpan amunisinya. Pekerjaan ini mesti dikerjakan oleh dua orang, yang pertama pemantau, yang kedua penembak, di mana kedua-duanya tidak saling tahu, dan ketika operasi dilaksanakan tidak ada orang lain selain mereka berdua. Penembak dan pemantau baru dilatih setelah didapatkan data-data tentang jarak, sudut, efek ledakkan, dengan membuat lokasi yang mirip dengan sasaran. Pada waktu yang sudah ditentukan, keduanya harus sudah pergi ke tempat operasi, penembak tidak perlu tahu di mana pemantau berada, cukup mengadakan kontak saja setelah sebelumnya ditentukan kapan waktu dan seberapa lama operasi serta arah tujuan.

Penembak dan pemantau juga harus dilatih cara masuk dan keluar dari lokasi operasi, teknis pelaksanaan, dan yang jelas menentukan semua hal kepada keduanya dengan detail. Latihan mencakup segala hal sejak awal mula mereka berangkat ke tempat operasi hingga keluar dari daerah di mana mereka melakukan operasi. Semua ini harus ada pelatihannya.

5. Pengumpulan data tentang target dan memastikan data itu valid

6. Memantau target, baik target itu satu orang atau banyak.

7. Menyiapkan tempat pembidikan, dengan membuat lubang kecil untuk yang menggunakan sniper, atau, jika menggukanan mortar, dengan membuat landasan kecil dari semen dan besi untuk menyangga mortar, jika landasan tidak mungkin dibawa.

8. Kelompok pembawa senjata dan amunisinya, baik senjata untuk sniper atau mortar. Mereka ini harus memastikan tempat menaruh senjata para pelaku dan memberi tanda yang jelas. Atau, ada orang lain yang diserahi lalu meletakkkannya di tempatnya. Dalam kondisi ini, waktu harus ditentukan secara detail, supaya penembak dan pemantau tidak bertemu. Jika memang senjata harus dijual atau ada kemungkinan dicuri, maka harus ada orang lain yang melakukan tugas ini, di mana yang menjalankan jual beli adalah mas’ul pada bagian ini.

9. Mujahid yang mengamankan perangkat komunikasi, menentukan sandi komunikasi pada setiap bagian tugas. Dalam hal ini, mas’ul operasi bertanggung jawab menghubungkan semua sandi kepada bawahannya.

10. Kelompok pembantu yang bertugas untuk menutup dan menyamarkan peristiwa. Kelompok ini, masing-masing anggota dibebani tugas, di antaranya:

a. Memindahkan penembak dan pemantau ke luar lokasi operasi sejarak dua kilometer selama tiga menit sejak eksekusi, atau lima kilometer selama delapan menit sejak eksekusi. Kalau bisa di tempat yang paling dekat dengan agen armada perjalanan supaya mudah untuk meninggalkan wilayah provinsi selama sepuluh menit. Atau jika bandara dekat, mereka harus sudah ada di ruang keberangkatan, seperempat jam setelahnya. Paling tidak, seperempat jam setelah operasi dilaksanakan, mas’ul utama dan mas’ul cabang operasi, sudah ada di luar negeri, jaga-jaga jika ada salah satu dari mereka yang tertangkap. Yang lebih baik lagi, mas’ul seluruh operasi dan penanggung jawab pemantauan ada di negara tetangga ketika operasi dilaksanakan.

b. Menyembunyikan senjata dan menghilangkan bekas-bekas operasi sebisa mungkin.

c. Menyiapkan tempat yang sempurna dan tertutup dan tersedia untuk waktu sebulan, buat persembunyai penembak dan pemantau. Di mana, tempat yang disiapkan jaraknya tidak sampai lima menit dari tempat dilakukan operasi.

d. Menyiapkan pemindahan setiap mujahid yang di kemudian hari kasusnya terungkap.

e. Kelompok yang memastikan keberadaan penembak dan pemantau di tempat lain, yang jauh dari lokasi operasi.

f. Pengamanan alat-alat pengubah penampilan dan baju, menyaipakan tiket, paspor, ktp, dengan identitas baru, supaya pelaku bisa menembus pemeriksaan di pos penjagaan. Dalam ktp, data-data yang tercantum harus menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah penduduk lokal, bukan dari luar, setelah itu memberikan bekal uang secukupnya. Sebaiknya, penampilan pelaku ketika beroperasi berbeda dengan ketika selesai operasi, dan yang harus diperhatikan bahwa ia mesti merusak kartu identitas yang sudah selesai ia pakai dan yang ia bawa cukup kartu identitas yang baru.

g. Menyiapkan tim operasi plastik, untuk menambah tampan atau mengubah bentuk pelaku mau pun mas’ul utama operasi, supaya ia bisa meninggalkan negara bersangkutan dengan rupa baru, setelah menyiapkan kartu dan paspor dengan bentuknya yang baru.

11. Kelompok yang mengalihkan perhatian aparat keamanan dari musuh yang menjadi target. Kelompok ini bertugas memancing dan menyibukkan aparat yang menjaga target tersebut. Dalam hal ini harus waktu pelaksanaan operasi harus diatur setepat mungkin antara kelompok pengalih perhatian dan kelompok pelaku ightiyal. Jika ightiyal dilakukan dengan senjata peluncur, yang paling tepat adalah membuat suara keras, seperti suara mesin mobil, atau klakson, di mana suara itu dikeraskan ketika misilnya mengenai sasaran, atau ketika suara peluru sniper ditembakkan jika sniper tidak menggunakan peredam suara.

Ightiyal dengan peluncur, target terbaiknya adalah kumpulan para pemimpin negara, atau menyerang tempat-tempat perkumpulan para penguasa, seperti gedung-gedung pemerintahan, dinas intelejent dan para pembantunya, atau rumah kepresidenan. Tapi kalau target adalah satu orang, presiden misalnya, maka tempat paling baik untuk menyerangnya adalah ketika ia berada di tempat-tempat menerima tamu, atau ketika menunjungi kamp militer, atau ketika menghadiri pesta-pesta rakyat, atau menghadiri operasi-operasi militer, atau ketika menyampaikan pidato. Dalam kondisi ini, memungkinkan sekali penggunaan suara orang banyak atau kendaraan militer untuk menutup. Jika ada parade angkatan udara, bisa juga memanfaatkan suara pesawat.

12. Kelompok perekrut dan infiltrasi. Tugasnya adalah merekrut orang yang diperlukan dalam missi. Yang terpenting adalah merekrut satu orang dari kelompok pengawal musuh yang menjadi target, atau menamam orang di pasukan penjaga dan pengawal. Tugas ini jelas memerlukan dana besar.

Pokoknya, semua data tentang target harus terkumpul dari orang yang dipilih tadi. Bisa saja tahap pengumpulan data ini berjalan lima tahun, bahkan mungkin lebih, supaya bisa mengetahui titik lemahnya atau melumpuhkannya dengan cara tententu.

13. Kelompok pelatih alat-alat yang akan dipakai dalam ightiyalat. Seperti pistol dan peredamnya, alat-alat bom jarak jauh, atau salah satu alat pembunuh yang ada dan bermacam-macam alat.

14. Ikhlas karena Alloh, tawakkal yang baik, dan melakukan persiapan semaksimal mungkin.

15. Apa yang kami anggap benar dari tulisan kami di atas, bisa jadi ada salahnya dari pandangan kami. Bisa jadi juga, apa yang salah menjadi sesuatau yang benar menurut kaca mata orang lain. Maka, kami berharap orang lain bisa menambahkan sisi yang benar di samping yang sudah ada ini. Semoga Alloh membalas mereka dengan yang lebih baik.

BERBAGAI TEKNIK DAN CARA IGHTIYAL

Pertama: Rangkaian Bahan Peledak Yang Dikendalikan Dari Jarak Jauh Tanpa Kabel (Remote Control)

Perangkat ini termasuk yang paling bagus untuk amaliyah ightiyalat dan yang paling terjamin keamanannya, baik untuk personal mau pun kelompok, yang bertanggung jawab mau pun perancang program.

Bahan-Bahan Yang Diperlukan:

1. Perangkat pengirim sinyal tanpa kabel (remote kontrol).

2. Perangkat penghubung dengan remote kontrol untuk membuat nomor aman saluran. Penghubung ini dirangkai antara baterai dan remote kontrol. Bisa juga penghubungnya dipisah, akan tetapi dihubungkan dengan perantara sinyal udara.

3. Kotak bom, yang menjadi pihak penerima sinyal

Dalam melaksanakan operasi ini, harus diperhatikan hal-hal berikut ini:

1. Remote control dipegang oleh mujahid I yang menjadi mas’ul, atau amir kelompok. Tidak boleh ada yang tahu nomor sinyal penghubung selain dia sampai ledakan terjadi, karena dikhawatirkan ada orang munafik. Dalam kondisi apa pun, nomor itu tidak boleh diberikan kepada siapa pun.

2. Perangkat remote control harus dicek dengan baik sebelum dipakai, dan harus dites.

3. Kotak bom (sebagai penerima sinyal) harus dicek dan ditest dengan bohlamp kecil sebagai ganti detonator. Sebab, ada beberapa perangkat yang bisa menghantarkan arus listrik tanpa ada saklar. Ada juga kemungkinan muncul saluran sinyal lain di udara ketika peledakan yang sama dengan nomor saluran yang sudah ditentukan, sehingga ini akan berakibat sia-sianya pekerjaan tim bahan peledak. Kesalahan pertama adalah kesalahan terakhir dalam kondisi seperti ini.

4. Memastikan kelayakan kabel listrik yang dipakai di kotak bom yang akan diledakkan yang terhubung dengan tempat isi bahan peledak.

5. Ketika kotak bom ditanam, tempat penanaman harus disamarkan dengan baik. Demikian juga kabel penghubung dengan kotak pemicu dan tempat bahan peledak. Dan harus dicatat, kotak pemicu ledakkan harus dijauhkan dari tempat isi bahan peledak. Supaya ketika kita ingin memakainya lagi memungkinkan. Tapi kalau kita pastikan tidak akan bisa kita pakai lagi, maka sebaiknya kotak pemicu disatukan dengan tempat isi bahan peledak, supaya modus ightiyal tidak terdeteksi dan juga alat yang dipakai untuk itu. Jika di dalam kota, sebaiknya diletakkan jadi satu dengan bahan peledak, untuk mempermudah penyiapannya dan tidak membutuhkan banyak tempat.

6. Harus menampakkan kawat khusus mengarah ke nomor sinyal di udara, dengan tetap menjaga kamuflasenya. Jika jaraknya dekat, bom ditanam bersama kotak pemicu.

7. Ketika peledakan, harus diperhatikan betul, jangan sampai ada penghalang antara kotak penerima sinyal dengan remote pengirim sinyal, khususnya pegunungan atau bangunan besar dan berdinding tebal.

8. Perangkat penerima sinyal tidak akan berfungsi kecuali jika menerima dua nomor yang sudah disetel:
a. Nomor saluran.
b. Nomor penghubung, atau nomor keamanan saluran.

9. Fungsi nomor ini adalah supaya tidak terjadi kesalahan ketika meledakkan, apalagi di waktu yang tidak tepat, atau ketika ditanam. Kesalahan ini biasanya terjadi ketika ada saluran nasional atau pemancar radio yang mengirim nomor mirip dengan nomor yang sudah disetel.

10. Jika target bergerak, seperti mobil, kecepatannya harus diukur sesuai jarak yang sudah ditempuh. Artinya, harus diukur juga waktu sampainya sinyal ke kotak penerima. Ini harus dihitung secara detail setelah menghitung jarak dan melatihnya. Sebab, jarak itu berbeda-beda satu sama lain, walaupun pada target yang diam. Tombol tidak boleh dilepas (terus ditekan) sampai ledakan terjadi.

11. Kunci kotak penerima sinyal (pemicu) harus disetel OFF di saat kotak berisi bahan peledak ditanam. Tidak boleh di ON kan sebelum dites dengan bohlamp kecil, dan tahap terakhir adalah memasang kabel detonator di saat akan meninggalkan tempat peledakan.

12. Jangan lupa, remote yang mengirim sinyal juga harus dalam keadaan terbuka. Tapi jangan dibuka sebelum orang-orang yang ada di tempat menanam bahan peledak pergi. Atau, buka ketika menunggu mangsa.

13. Cek lampu bohlamp yang akan digunakan, pastikan ia tidak rusak.

14. Lama memencet tombol pemicu jarak jauh kadang memerlukan waktu dua atau tiga detik. Maka, biarkan jarimu menekan tombol terus hingga sinyal sampai ke rangkaian penerima sinyal.

15. Dalam kondisi tertentu, bisa saja memasang tali kotak peledak, supaya kita lolos dari deteksi para pakar bom atau siapapun yang ada di tempat musuh. Alat itu sendiri bisa selamat, sehingga tidak dimanfaatkan oleh musuh.

16. Kotak penerima sinyal (pemicu) harus ditest dengan Fulltimer, supaya diketahui berapa volt aliran listrik yang harus dikirim, dengan tetap mengawasi kabel dan detonator yang dipakai serta kelayakannya. Ini supaya missi tidak gagal. Dan hati-hati, remote pengirim sinyal kadang mempengaruhi Fulltimer jika jaraknya dekat.

Masalah-Masalah Amniyah Yang Harus Dilakukan Sebelum Operasi Peledakan Dan Setelahnya:

1. Memilih orang-orang yang berpengalaman dalam melakukan pemantauan dan survei untuk mendeteksi kelemahan musuh dari segi keamanan. Dari sisi waktu, apakah target pada jam tertentu ada di posisi tertentu? Dan dari sisi tempat, apakah ia memiliki lokasi tertentu yang biasa ia kunjungi?

2. Memilih tempat yang pas untuk tabung bahan peledak, yaitu di lokasi yang pasti dilewati musuh. Seperti persimpangan jalan, pintu masuk gedung, jalan raya. Dianjurkan lokasinya adalah yang menjadikan musuh mengurangi kecepatannya, jika ia mengendarai mobil. Dalam hal ini setiap operasi lain-lain.

3. Jika tidak ada lokasi yang cocok untuk memaksa musuh mengurangi kecepatannya, bisa saja dengan meletakkan benda-benda yang menjadikannya mengurangi kecepatan. Syaratnya, benda-benda itu tidak boleh mencurigakan.

4. Membuat gambaran yang jelas tentang kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi sebelum operasi, bagaimana jika terbongkar dan tindakan apa yang harus diambil. Juga, membuat gambaran yang jelas tentang kemungkinan-kemungkinan setelah operasi jika berhasil, dan apa yang harus dilakukan untuk memanfaatkan momen keberhasilan ini.

5. Mengawasi target sejak dari markaz keberangkatannya bisa memberikan keberhasilan yang lebih, dengan izin Alloh.

6. Setelah peledakan, tidak mesti harus diikuti gerakan mundur. Dalam beberap kondisi, bisa saja dilakukan penggeledahan terhadap musuh, baik sudah mati ataupun masih hidup, untuk mendapatkan penghasilan lain yang barangkali manfaat banyak.

7. Membedakan perangkat yang ada sesuai dengan model operasi yang akan dilakukan. Ada remote yang mampu mengirim gelombang sinyal sampai 20 Km, ada yang 7 Km saja. Bahkan, ada yang satu kilometer saja tidak sampai.

8. Mempelajari ightiyalat yang sudah pernah dilakukan sebelumnya dengan cara yang sama, supaya bisa mengambil pelajaran darinya. Misalnya, ightiyal yang dilakukan terhadap Imam para mujahid, Syaikh Abdulloh Azzam rohimahulloh ta‘ala. Kelemahan sisi keamanannya adalah terdeteksinya waktu dan tempat, waktunya adalah ketika sholat Jumat dan tempatnya adalah Masjid Sab‘u `l-Lail yang menjadi tempat syaikh biasa menyampaikan khutbah Jumat. Bom diletakkan di jalan masuk utama menuju masjid setelah sebelumnya operasi yang sama gagal ketika bom diletakkan di bawah mimbar.

9. Untuk membuka lingkaran, ditunjuk satu orang saja. Sementara anggota yang lain harus berada di posisi yang jauh. Supaya jika ada kesalahan, korbannya hanya satu.

10. Survei terhadap target harus sempurna, demikian juga survei lokasi peletakan bom.

11. Membuat cover yang pas bagi setiap anggota tim survei dan mata-mata.

12. Kamuflase harus sempurna ketika meletakkan tabung bom, ini bergantung pada kecerdikan pelaku dan seberapa banyak data yang ia miliki tentang target dan lokasi operasi.

13. Operasi dibagi-bagi ke beberapa bagian, di mana setiap orang bertanggung jawab atas bagian masing-masing, di mana orang lain tidak perlu tahu tentangnya sedikit pun. Yang mengkoordinir ini adalah mujahid yang menjadi mas’ul amaliyah.

14. Dana amaliyah harus diberikan dari pihak penyandang dana secara kontan sekaligus, supaya operasi tidak terhenti jika terjadi sesuatu.

15. Latihan menjalankan operasi dan mengawasi setiap anggota di saat latihan tersebut.

16. Anggota dilarang mengadakan kontak dengan siapa pun sampai selesai operasi. Dan masing-masing anggota harus punya pilihan, ke mana ia akan pergi setelah amaliyah dan bisa hidup di sana, kemudian bekalnya harus cukup untuk setahun. Ini jika orang yang bersangkutan mengambil peran penting, tergantung tugasnya.

17. Menyiapkan pemindahan semua tim ke luar negeri, menghitung bahaya yang timbul jika salah satu dari anggota pelaku terdeteksi identitasnya, walau pun kemungkinan terungkapnya kecil. Sebab, jika perburuan semakin gencar, lama-lama ia akan tertangkap, lalu bisa merembet kepada pimpinan pengatur dan pelaku.

Cara Kedua: Bom Surat

Saat ini kita akan membahas cara ightiyal kedua, yaitu bom surat dan jenis-jenisnya. Hanya saja, sebelum itu kami ingin membahas dua jenis surat mematikan, yaitu surat yang mengandung bakteri (biologis) dan surat yang mengandung bahan kimia. Tetapi kedua surat seperti ini tidak pernah digunakan, sebab dilarang oleh undang-undang internasional.

Surat Biologis:
Ini adalah alat pembunuh yang sangat berbahaya dan dilarang digunakan oleh undang-undang internasional, karena itu dianggap sebagai bagian dari perang biologis yang merupakan salah satu kejahatan perang.

Surat ini berupa sepucuk surat biasa namun dilumuri dengan sebagian sejenis bakteri yang tahan kering untuk beberapa waktu tertentu, di mana meskipun dalam kondisi kering ia tetap mampu berkembang biak. Satu garam bakteri mengandung antara 10.000 hingga 12.000 bakteri jenis ini. Untuk bisa mengirim 5 bakteri yang bisa membunuh korban, kita cukup membubuhkan 1/1000 gram dalam surat yang akan masuk ke tubuhnya melalui mulut atau luka, kalau korban menderita sakit lambung sebelumnya ia bisa mati seketika, atau tidak lama setelah itu.

Negara dan kekuatan militer mana pun belum ada yang menggunakan surat biologis ini, karena mereka takut akan efek berlipat yang ditimbulkan atau musuh akan membalas dengan cara yang sama ke kota-kota secara menyeluruh. Surat model seperti ini tidak ditemukan kecuali setelah munculnya beberapa jenis penyakit, melakukan penelitian ilmiah, dan menjadikan hewan-hewan menyusui sebagai kelinci percobaan. Akan tetapi, bisa saja mengcounter serangan surat biologis ini dengan membakarnya pada suhu yang sangat tinggi yang bisa menyebabkan bakteri itu mati.

Surat Kimia:

Ini juga alat pembunuh yang sangat berbahaya dan dilarang oleh undang-undang internasional, karena dianggap sebagai bagian dari perang kimiawi yang merupakan salah satu jenis kejahatan perang.

Surat kimia adalah sepucuk surat biasa yang dibubuhi beberapa zat atom (zat petrogen, fosfor), atau salah satu jenis racun yang kuat, atau sejenis gas pelumpuh saraf seperti gas F1 yang system kerjanya tidak nampak.

Kadar bahaya surat seperti ini adalah kemungkinan racun itu masuk ke tubuh manusia, baik melalui mulut, kulit, atau luka, yang mengakibatkan kematiannya secara langsung atau setelah beberapa waktu.

Negara dan kekuatan militer mana pun belum ada yang menggunakan surat kimia ini, karena mereka takut akan efek berlipat yang ditimbulkan atau musuh akan membalas dengan cara yang sama ke kota-kota secara menyeluruh. Modus semacam ini tidak mungkin terungkap kecuali setelah terjadai keracunan dan kemudian diadakan riset.

Bom Surat:

Bom surat merupakan salah satu alat untuk melakukan aksi ightiyalat dan teror serta menebar ketakutan dalam perang rahasia. Ia dirangkai layaknya surat biasa, namun terdiri dari beberapa unsur bahan peledak, detonator dan pemicu yang bisa meledakkan detonator dan bahan peledak tadi ketika surat itu dibuka.

Bom surat memiliki dua jenis yang berbeda dari sisi cara memicunya, yaitu:
a. Bom Surat yang pemicunya harus terbakar (ada pemantiknya)
b. Bom Surat yang memanfaatkan tenaga sinar

Bom Surat Yang Berpemantik:

Pada awal penggunaannya, bom jenis ini berupa satu ukuran kecil bahan peledak yang dilengkapi dengan pemantik (baik dipicu secara mekanik mau pun kimia) dan dilengkapi dengan detonator yang diletakkan di dalam sebuah majalah yang dilipat dengan bentuk silinder (seperti halnya melipat majalah yang biasa dikirim melalui pos).

Penyiapan surat jenis ini adalah dengan menempelkan pemantik dan bahan peledak di bundaran sampul majalah lalu mengikatnya dari luar, baik dengan benang atau dengan kertas yang ditempel. Setelah itu, kunci pengaman pemantik ditarik dengan berlandaskan bahwa tekanan dari dinding bom surat cukup untuk mencegah gerakan aliran pemicu. Memutus hubungan ini mengakibatkan terbukanya majalah yang sudah dipasang bom tadi yang selanjutnya gerakan pemantik mulai berjalan dan akan meledakkan detonator serta bahan peledak.

Hanya saja, ukuran pemicu jaman dulu, ukuran beratnya, kemungkinan bisa dilihatnya dari salah satu sisi lingkaran silinder, dan kemungkinan gerakan pemicu bisa mulai ketika tekanan terhadap pemicu turun karena suatu sebab, membuat cara ini tidak selalu bagus untuk digunakan.

Kelemahan-kelemahan ini tidak bisa tertanggulangi secara sempurna walau pun sudah ditemukan pemantik berukuran lebih mini dan beratnya lebih ringan.

Penggunaan batrei listrik mini yang dilengkapi dengan pemutus arus menjamin terbukanya sumbu di saat majalah dilipat, dan berakibat sumbu tetap tertutup manakala majalah dibuka dan tidak ada tekanan.

Ukuran baterai dan detonator tetap menjadi masalah serius dalam menggunakan alat listrik dalam Bom Surat, walau pun penggunaan cara ini tetap popular melalui paket pos berisi bom secara umum (silahkan mengkaji masalah perangkap dan paket peledak).

Seiring dengan perkembangan produksi baterai dan detonator listrik di akhir tahun 40-an dan ditemukannya baterai persegi tipis (panjangnya 2 cm dengan ketebalan kurang dari 1 mm) dan ditemukannya detonator listrik tipis dan kecil, menjadikan kita bisa meletakkan baterai dan detonator di dalam surat tanpa harus mengubah tampilan luar dari surat, apalagi kalau surat itu terdiri dari beberapa lembar kertas dan ditaruh pada amplop yang tebal.

Bom surat modern dirangkai dari baterai tipis berisi air raksa (tipis sekali ukurannya), kawat listrik seukuran rambut tipis, detonator tipis dan bahan peledak yang tipis dan elastis berbentuk kertas seberat antara 10 – 30 gram (bahan peledaknya terbuat dari bahan yang daya ledaknya kuat yang tidak terpengaruh oleh suhu kering dan panas). Ia tidak mengeluarkan bau khusus, dan kedua sisi kawat listrik terhubung dengan baterai, kedua kawat ini tidak berpembungkus dan harus dijauhkan satu sama lain. Keduanya berperan sebagai pemutus yang menghalangi tersumbatnya sumbu. Salah satunya terhubung dengan surat dari beberapa arah dengan benang, membuka surat –walau dibuka dari arah mana pun—menyebabkan ia dekat dengan kawat yang satu dan membuka sumbat yang menutup sumbu, sehingga detonator dan bahan peledak akan meledak. Untuk menutup dua kawat penghubung, bisa digunakan dua garis tebal yang ditulis dengan batu arang (karbon) di bagian luar surat dan amplop, di mana keduanya saling bersentuhan ketika surat dibuka dan mengakibatkan arus terhubung.

Karena detonatornya sangat sensitif dengan benturan, supaya ketika dikirim tidak keburu meledak atau terkoyak, maka amplop yang dipakai haruslah tebal yang tahan bila terbentur dan tahan panas, yang tidak menutup kemungkinan akan terjadi ketika surat itu dikirim.

Baterai di dalam bom surat mungkin sekali ketahuan apabila jumlah kertas surat tidak cukup banyak, sebagaimana bisa juga terlihat menerawang mata apabila amplop atau kertas yang digunakan tembus pandang. Caranya adalah dengan mengarahkan surat itu ke matahari, atau meletakkannya antara alat pendeteksi dan sinar yang tajam. (Ingat, jangan mendekatkan surat ke sumber panas, supaya suhu panasnya tidak mengakibatkan suratnya meledak)

Adapun jika surat itu beramplop tebal dan tidak transparan, maka satu-satunya cara mendeteksinya adalah dengan alat detektor listrik magnetis, yang biasanya digunakan di kantor pos-kantor pos pusat. Caranya adalah menjalankan surat di depan alat tersebut, yang mana ia akan bengeluarkan bunyi tajam ketika terdapat bendar logam (baterai dan kawat) di dalam surat.

Setelah berkembang pembuatan detonator kimiawi dan dibuatnya detonator dari bahan kimia plastik yang kecil, yang cara kerjanya seperti batang korek api ketika surat yang diikat dengan benang sutera dan nilon ditarik, dan setelah digunakannya detonator yang berkulit luar plastik yang tebal, maka kemudian alat detektor listrik magnetis kehilangan fungsinya.

Sebab, tidak ditemukan lagi unsur logam dalam bahan-bahan peledak. Alat pelihat dengan sinar laser (seperti yang biasa digunakan dalam kedokteran) juga tidak mampu mendeteksi surat berisi peledak itu, bahkan anjing polisi yang terlatih pun tidak bisa memilah bau bom atau mendeteksinya.

Dan ada tiga cara agar surat berisi peledak itu sampai kepada target yang akan di-ightiyal, walau pun surat itu diperiksa dengan alat detektor listrik magnetis di kantor pos, yaitu:
1. Menggunakan detonator kimiawi yang anti deteksi.
2. Meletakkan langsung surat berisi bahan peledak itu ke dalam kontak surat pribadi atau yayasan, tentunya setelah distempel dengan stempel palsu.
3. Jumlah unsur peledak yang sangat dibatasi, meski pun diperiksa dengan alat detektor listrik magnetis, karena kesalahan dan tidak teliti dalam memilah, apalagi kalau baterainya kecil dan kawatnya lembut (bahkan kadang tidak perlu kawat, sebagaimana kami telah sebutkan), menyebabkan pemeriksaan harus dilakukan dengan sangat teliti jika ingin mendeteksinya.

Untuk menghindari kondisi rawan seperti ini, biasanya kantor yang mendapat ancaman melengkapi kantornya dengan alat pendeteksi listrik magnetis. Alat itu biasanya dipasang pada ring kedua setelah pemeriksaan di ring pertama yang biasanya menggunakan alat pendeteksi biasa di kantor pos. Untuk ring kedua ini, ia bisa mendeteksi peledak biasa yang dirangkai dari bahan logam, meski pun kecil ukurannya.

Dalam kondisi tidak ada alat pendeteksi bom atau alat khusus dalam sebuah lembaga, biasanya surat yang dicurigai bisa terdeteksi karena berat dan ketebalan melampaui batas kewajaran, atau mengeluarkan aroma aneh, atau berisi benda-benda bergerak. Setelah itu, pasti surat itu akan dibuka di ruang khusus tanpa atap (untuk memperlemah tekanan ketika terjadi ledakan) yang dilengkapi meja dari logam dan dinding pembatas (bisa dari logam, bisa dari batu, bisa juga dari semen) berventilasi dan dipasang kaca pengaman anti peluru. Tim khusus yang membuka surat ini di dalam ruang tadi, akan melakukan tindakan-tindakan berikut ini, secara berurutan:
1. Memutus ujung amplop dengan penjepit (tang) yang terpasang di meja logam.
2. Menggunting ujung amplop dengan pisau tajam, di mana guratan guntingan tidak melenceng walau pun hanya satu milimeter.
3. Membuka dua ujung amplop yang telah digunting dengan hati-hati, membukanya seukuran dengan yang bisa dibuka dengan tang logam yang diikat dengan tali sebagai penggerak surat atau menariknya ketika dijepit dengan tang.
4. Bersembunyi di balik dinding, setelah itu menarik tali pada tang logam, sembari mengawasi melalui ventilasi, sampai surat bisa dikeluarkan dari amplop.

Untuk pengamanan maksimal ketika menggunting ujung amplop atau menjepit surat sebelum ditarik keluar, tim khusus ini menggunakan baju anti peluru, anti robek, dan masker pelindung wajah dan leher, kaca mata pelindung wajah dan telinga, persis seperti kaca mata yang dipakai pasukan altileri untuk melindungi telinga bagian dalam dari tekanan yang timbul karena ledakan.

Bom Surat Bertenaga Sinar:

Ini adalah surat berisi bom, ada peledaknya dan ada detonatornya. Tapi tidak ada pemantiknya. Nah, cara memantiknya adalah dengan sejenis gas, atau bahan kimia padat yang dipasang di dalam surat, yang mana bahan itu bisa ternyalakan hanya dengan sentuhan oksigen. Selanjutnya, detonator dan bahan peledaknya akan meledak.

Unsur gas atau bahan kimia padatnya yang akan menyala itu dipasang di dalam amplop kecil yang sudah hampa udara, yang kira-kira akan terkoyak ketika surat dibuka, inilah yang akan menjadi pemicu terjadinya kontak antara pemantik tadi dengan udara.

Surat yang dipasangi unsur pemantik dari gas ini bisa dideteksi dengan memperhatikan gelembungannya yang tidak wajar seperti halnya surat biasa. Surat ini, dan juga surat yang dipasangi unsur kimia padat, biasa juga dideteksi dengan alat pelihat dengan sinar laser, yang dengan itu akan nampak adanya unsur pemantik (dari gas atau bahan kimia padat) berbentuk hitam tebal.

Perlu diingatkan di sini, bahwa surat-surat yang kita curigai dipasangi bahan pemantik jenis ini, tidak boleh dibuka begitu saja. Sebab asal buka bisa berakibat terbakarnya pemantik.

Cara Ketiga: Ranjau Mobil

Membuat ranjau mobil tidak memerlukan keahlian khusus kelas tinggi atau waktu yang lama. Cukup dengan orang yang punya keahlian secara umum dalam urusan listrik mobil. Ranjau mobil bisa diledakkan cukup dengan kunci starter (swist), membuka pintunya, membuka pintu mesin depan atau belakang, memanfaatkan tabung rem dan as pengikat rem belakang, mesin cadangan di belakang, tabung bensin, atau memanfaatkan cahaya lampu, baik lampu biasa atau lampu atas, bisa juga dengan memanfaatkan tabung pengaman (di bagian depan pengemudi), atau kopling kanan mau pun kiri, atau ketika korban menduduki kursi.

Semua bentuk di atas, prinsipnya bersandar pada:
a. Aliran listrik mengalir ke tempat bahan peledak, dengan cara apa pun yang telah kita bahas di atas.
b. Bisa juga diledakkan dengan tekanan, membuka tutup, atau tali.

Oleh karena itu, saat terbaik bagi seorang mujahid untuk meledakkan mobil target agalah ketika mobil itu diparkir di jalan-jalan umum, atau di depan pintu apartemen-apartemen atau perumahan. Sebab, itu sama halnya dengan memasang “peti mati”.

Maka seorang mujahid bisa melakukan operasi perangkap mobil di salah satu waktu berikut ini:
a. Ketika mobil ditinggal sepanjang malam di jalan umum atau di depan bangunan.
b. Ketika mobil ditinggal di area parkir khusus untuk mobil, yang biasanya petugas jaga ada di pintu masuknya.
c. Ketika mobil ditinggal di tempat parkir umum, yang biasanya ada tukang parkir yang sekedar menarik pungutan.
d. Ketika mobil diletakkan di garansi khusus di rumah atau tempat tertutup.

Beberapa Peringatan Tentang Masalah Security Buat Para Mujahidin Di Sebagian Bumi Jihad, Seperti Palestina:

1. Mobil sewaan, biasanya ada kunci serepnya yang ditinggal di kantor persewaan. Maka, jika kantor pemberi jasa sewa mobil ini dan pegawai-pegawainya ada yang bekerja pada aparat intelejent seperti Mossad, mereka tidak hanya memberikan kunci cadangan saja, tapi juga akan minta copyan SIM dan alamat tinggal. Supaya, jika yang menyewa adalah mujahid, dia gampang ditangkap ketika dianggap berbuat keliru. Maka, hal ini harus diperhatikan.

2. Kunci yang khusus untuk rumah atau mobil seorang mujahid, jangan diberikan kepada siapa pun. Sebab, kita khawatir kunci itu akan digandakan oleh orang-orang yang mengintai kita.

3. Ketika memarkir mobil di area parkir pada malam hari, harus dipegang betul kedisiplinan berikut ini:
a. Mobil harus ada alarm peringatan.
b. Meletakkan tanda khusus yang bisa dikenali pada pintu mobil, atau pintu mesin depan dan belakang.
c. Pastikan, pintu benar-benar sudah terkunci dan aman.

4. Standart keamanan pada mobil di pagi hari:
a. Pastikan, tidak ada perubahan terhadap tanda yang sudah Antum pasang tadi malam di mobil.
b. Ketika ditemukan perubahan, berarti mesti harus ada yang dicurigai. Mungkin saja mobil itu sudah dipasangi ranjau. Maka dari itu, dalam hal ini antum tidak boleh masuk dan duduk di mobil atau menyalakannya. Tetapi harus diperiksa dulu oleh orang yang teliti.
c. Memeriksa bagian bawah mobil, sebab dikhawatirkan ada bom yang dipasang di bawahnya.
d. Setiap harus diadakan kontrol keamanan terhadap mobil, rem, lampu, radiator, tabung bensin, roda.

5. Ketika mobil diparkir di waktu yang lain di jalan raya atau di suatu tempat, sebaiknya ada satu orang yang menjaganya. Jika tidak mungkin, maka standar keamanan di atas mesti dilakukan, dengan cara yang santai dan wajar serta tidak mengundang perhatian orang.

Cara Keempat: Meledakkan Mobil Dari Jauh

Meledakkan mobil dari jauh adalah inovasi baru yang tidak memerlukan rumit dan tidak memakan waktu lama. Secara umum, operasi ini bisa diselesaikan hanya dalam hitungan detik. Caranya, seseorang cukup meletakkan bom di bagian bawah mobil, bisa menempelkannya, bisa juga hanya menaruhnya saja. Di dalam bom tentunya sudah dipasang alat penerima sinyal (pemicu) yang sudah diset pada frekwensi gelombang tertentu.

Dari jarak 50 meter atau 100 meter dari jarak yang bisa dilihat kasat mata, orang yang akan meledakkan berdiri. Dengan alat pengirim sinyal di tangannya (remote kontrol), ia bisa mengirim gelombang tertentu pada alat penerima sinyal, maka secara otomatis target sudah siap diledakkan, cukup dengan menekan tombol dengan jari, habis segala urusan. Para eksekutor kemudian bisa bersembunyi dari peristiwa ini di balik mobil yang sudah disiakan sebelumnya, dengan memanfaatkan suasana kacau yang ditimbulkan akibat ledakan.

Peringatan Buat Para Mujahidin Palestian Yang Diburu Dan Dikhawatirkan Menjadi Sasaran Ightiyalat Oleh Agen Mossad:

Semua mujahid yang merasa dirinya diburu oleh dinas Intelejent seperti Mossad atau CIA, yang kemudian suatu ketika terpaksa harus memarkir mobilnya untuk memenuhi kebutuhannya, maka ia wajib melakukan hal-hal di bawah ini sebelum kembali mengendarai mobilnya:

a. Menuju ke mobil dengan gaya yang wajar. Lalu berhenti sejenak beberapa meter sebelum sampai ke mobil.

b. Memutar pandangan di sekeliling mobil, memperhatikan siapa yang ada dan siapa yang bergerak di area sekitar mobil.

c. Mendekat ke orang yang gerak-geriknya aneh dan memperhatikan orang yang dianggap dicurigai.

d. Mundur teratur dari lokasi tersebut dan bersembunyi di suatu tempat untuk mengawasi orang yang bergerak tadi tanpa mereka sadari.

e. Ketika ada reaksi mencurigakan dari orang yang bergerak aneh, maka harus segera diingat ciri-ciri orangnya dan melakukan pemantauan yang lebih terbuka, supaya bisa lebih membuka identitas dan kedoknya.

f. Ketika tidak ada orang yang melakukan gerakan aneh dan suasananya normal-normal saja, maka periksalah bagian bawah mobil untuk memastikan tidak ada benda yang ditempelkan. Lebih bagus lagi, kalau yang melakukan pemeriksaan ini adalah wanita atau orang yang tidak terlalu bahaya posisinya, tetapi dengan cara yang tidak mengundang perhatian orang.

Cara Kelima: Sniper

Sniper adalah pembunuh pilihan yang diseleksi secara ketat dan telah melewati berbagai latihan yang banyak dan sempurna tentang cara-cara membidik lawan dan ketrampilan-ketrampilan lapangan. Sniper yang akan menembak para pemuka kekafiran haruslah orang yang memiliki catatan berbeda dengan ketrampilan dasar dalam menembak.

Dia harus memenuhi sifat-sifat berikut ini:
1. Cerdik. Yaitu, ia bisa menentukan waktu yang tepat untuk membunuh sesuai kesempatan yang ada, di mana dirinya dan tempat ia menembak tidak mengundang kecurigaan.
2. Tenang dan tidak reaksioner, santai dan tidak terburu-buru atau mudah naik pitam, sebab itu bisa membuat sasarannya lolos.
3. Keterampilan lapangan.

Ada cara lain untuk melakukan ightiyalat dengan model ini, misalnya menembak sasaran dari dalam mobil atau dari atas sepeda motor dsb. Keterangan tentang hal ini bisa antum dapatkan di Al-Mausuu‘ah Jihadiyah Kubro secara lebih rinci (II/ 705 – 746)

Cara Keenam: Menutup Jalan Nafas :

Cara ini terbilang sulit, baik memahaminya mau pun mempraktekkannya, walau pun itu mirip dengan aksi mencekik lawan dalam memutuskan jalur pernafasan pada kerongkongan. Namun ada perbedaannya, yaitu: Cara ini tidak harus mengarah ke leher kemudian ke tenggorokan. Jadi, cara ini adalah menutup jalur nafas dengan menyumbat pintu-pintu masuk udara, khususnya mulut dan hidung. Caranya adalah dengan meletakkan tangan dan menahannya di atas hidung dan mulut target sasaran sampai dia mati. Atau, bisa dengan menempelkan wajahnya ke tanah. Atau, bisa dengan menempelkan benda-benda lengket pada wajahnya sehinga ia tidak bisa bernafas.

Yang jelas, bagaimana caranya musuh tidak bisa bernafas. (Satu catatan dari kami, pembekuan darah yang kuat dan keras mengakibatkan jalur pernafasan tidak mengembung, sehingga korban akan tercekik. Demikian juga adanya beban berat atau pukulan menusuk pada rongga dada akan menimbulkan efek yang sama, yaitu menutup jalur pernafasan)

Model lain dari cara ini adalah mengikat korban dengan tali, sebaiknya talinya terbuat dari besi (kawat). Tali dipasang di atas bagian dada lalu dibelitkan pada tenggorokannya, setelah itu tali ditarik hingga pipa pernafasan tersumbat dan tidak bisa terbuka lagi untuk menerima udara, sehingga orang yang menjadi target akan mati tercekik. Cara ini sebanding dengan belitan ular raksasa dalam membunuh mangsanya sebelum melahapnya. Ular itu adalah ular piton.

Model lain yang terbilak cerdik dan mudah adalah memanfaatkan kebiasaan bermain permen karet (dan ini cukup populer di kalangan orang Barat), unsur permen yang ada diganti dengan zat lain yang mudah lengket, lalu ditempelkan pada secarik kertas. Setelah itu, benda itu dilemparkan pada wajah korban dengan model permainan permen karet tadi (bisa dengan memerankan dua orang yang pura-pura saling bermain, lalu pura-pura salah lempar), ini akan menyumbat mata, hidung, mulut, dan kedua telinganya. Dengan begitu, dia akan tercekik dan terputus dari aliran udara, sementara orang yang lewat tidak akan mempedulikannya, bahkan bisa jadi tertawa melihat pemandangan yang sudah biasa mereka lihat.

Cara lain adalah menutupkan kantong plastik yang kuat pada musuh, minimal kepalanya. Walau pun cara ini harus melibatkan orang banyak, namun tidak akan meninggalkan jejak bagi aparat keamanan musuh, dan menampakkan seolah itu adalah aksi bunuh diri.

Menenggelamkan di dalam air juga salah satu caranya. Caranya, cukup mengikat kedua tangan musuh di belakang punggung, setelah itu di dorong ke kolam air tertentu atau di saluran air terdekat. Mengapa kita memakai metode ini? Sebab, banyak sekali pelaku bunuh diri hari ini yang menggunakan cara tersebut. Mereka mengikat tangannya sampai tidak ada peluang menyelamatkan diri. Perbuatan mereka ini dengan sendirinya mengelabui aparat keamanan thoghut. Dan ingat, tali yang dipakai harus benar-benar kuat, bukan sekedar secarik kain, supaya musuh tidak lepas atau berusaha menyelamatkan diri.

Cara Ketujuh: Menendang Dengan Kapak :

Kapak ini kadang bisa berfungsi selain kapak juga sebagai cangkul di saat yang sama, ia bisa diatur sesuai model dan besar yang dikehendaki. Banyak sekali fungsi kapak, bisa untuk menggali tanah, memanjat, dan menarik sesuatu, khususnya bangkai mayat untuk menghilangkan jejak. Kapak banyak dipakai pada perang dunia pertama ketika menyerbu parit-parit musuh.

Tempat paling baik untuk dihantam adalah antara telinga dan mata. Kadang, belahannya bisa sampai ke hati setelah menembus tulang dada bagian atas hanya dengan sekali tebas. Kapak memiliki pukulan lebih kuat dan dalam daripada pisau, sehingga bisa dipastikan mampu mencapai hati dengan lebih keras dan mudah dari depan.

Benda ini termasuk senjata istimewa dalam perang jarak dekat, di saat menggunakan senjata api kurang baik dilakukan.

Cara Kedelapan: Meledakkan Ruangan:

Metode meledakkan ruangan adalah dengan memasang bahan peledak di ruang tidur seseorang, baik di bawah ranjang atau dekat dengan pesawat telpon, atau dekat dengan pintu. Cara meledakkannya bisa dengan memencet tombol dari jauh atau dengan menekan tombol lampu. Cara ini banyak dipakai di hotel-hotel.

Cara Kesembilan: Menyerbu Rumah

Cara Kesepuluh: Racun

Cara Kesebelas: Menjatuhkan Pesawat

Cara Kedua Belas: Menyerang Rombongan Mobil.

Saya sengaja tidak menulis rincian dari cara-cara terakhir di atas, mengingat kondisi yang tidak memungkinkan bagi saya untuk menulisnya, dan mengingat cara-cara itu sudah cukup populer. Akan tetapi, semua orang tahu bahwa cara melakukan ightiyalat sangatlah banyak.

Maka, otak kita harus bisa menemukan cara baru untuk membuat kerugian dan kehancuran di barisan musuh-musuh Alloh. Dan jika robbku berkendak, aku akan menjadi orang pertama yang mempraktekkan apa yang kukatakan. Dan aku memohon kepada Alloh agar menjaga kita dari arah depan, dari arah belakang, dari samping kanan dan kiri, serta dari atas. Dan kita berlindung dengan keagungan Alloh dari terkena ightiyal dari arah bawah kita.

SIAPA MUSUH YANG HARUS DIIGHTIYALAT?

Wallohu A‘lom, orang yang harus segera dibunuh dengan cara ightiyalat adalah sebagai berikut, sesuai urutan dari yang paling penting:

1. Semua diplomat, staf Kedubes dan Pejabat Militer dari kalangan Yahudi dan Nashrani dan Orang-orang Musyrik, yang ada di Jazirah Arab.

Untuk mujahidin di kawasan Jazirah Arab, maka yang disebut Jazirah Arab itu meliputi: Yaman, Oman, Saudi, Kuwait, Qatar, Uni Emirat, dan Bahrain).

Ini mengingat adanya nash-nash syar‘iy yang memerintahkan untuk mengusir orang-orang yahudi, nashrani, dan musyrik, dari Jazirah Arab.

Kemudian, dari orang-orang ini, urutan yang paling penting didahulukan adalah sebagai berikut –urutan ini mencakup warga negara kafir yang memerangi Islam—:
Pertama: Orang-orang Amerika
Kedua: Orang Inggris
Ketiga: Orang-orang Prancis
Keempat: Warga negara-negara anggota NATO
Kelima: Orang Kristen lainnya
Keenam: Orang India yang beragama Hindu dan Budha
Ketujuh: Rusia

Warga negara-negara di atas adalah yang memegang kendali pemerintahan Yahudi dan turut bekerjasama dengan mereka dalam memerangi orang-orang Islam, menumpahkan darah mereka, memperkosa kehormatan mereka, dan merampas kekayaan mereka. Ini adalah perkara yang sudah maklum dan dapat dilihat di setiap penjuru dunia bagi yang mau melihat dan mendengar.

Adapun organisasi tempat mereka berada adalah sebagai berikut:
a. Pusat-Pusat Kristenisasi dan Penularan pengaruh Budaya. Yaitu bisa berupa universitas-universitas, pusat-pusat penelitian ilmiah, dan pusat pengembangan budaya barat.
b. Tempat-tempat perekonomian: yaitu Perusahaan-perusahaan yang merampok kekayaan alam, setelah itu para pendiri dan pegawai perusahaan-perusahaan yang menjual produk-produk barat (asing)
c. Tempat diplomasi: Kedutaan Besar, Konjen, Kantor Diplomat Luar Negeri untuk berbagai negara.
d. Para Penasehat Keamanan, Dinas-dinas Intelejent Salibis, yang bekerjasama dengan penguasa murtad.
e. Pangkalan-pangkalan militer asing, terutama yang bergabung sebagai anggota NATO, baik personalnya mau pun keluarganya yang turut tinggal bersama mereka di Jazirah Arab.
f. Para Turis, Pelancong biasa, dan orang-orang yang sekedar melintas di negeri kita untuk berbagai urusan.

2. Para Pemimpin Kekafiran (Aimmatu `l-Kufr) dari Kalangan Mereka Yang Telah Murtad, yang ada di Jazirah Arab.

Seperti para pemimpin negara, menteri dalam dan luar negeri, menteri pertahanan, dan lain-lain yang ikut dalam mengkampanyekan kekafiran, melindungi dan membelanya.
Setelah itu para pemimpin kemurtadan yang ada di negara-negara arab lainnya dan negara-negara yang secara serampangan disebut negara Islam. Seperti Abu Righol dan keempat saudaranya yang telah menghukum mati para mujahidin, Perves Musharraf, Karzai, Hosni Mubarak, Yasir Arafat…dsb.

Demikian juga dengan orang yang mencela Alloh dan Rosul-Nya, mencaci keduanya dan menyakiti keduanya. Seperti para wartawan dan penulis artikel yang setelah diteliti melakukan hal itu, baik dengan adanya bukti, atau adanya pengakuan, atau adanya saksi-saksi, sebagaimana sudah menjadi hal maklum. Termasuk golongan mereka adalah para pemimpin aparat dan personelnya yang dikenal permusuhannya kepada Alloh dan Rosul-Nya dan orang-orang beriman dan kejahatan mereka sudah kelewat batas. Ini sudah jelaskan dalam buku (Al-Bahits ‘An Hukmi Qotli Dhubati wa Afrodi `l-Mabaahits)

3. Para Pemegang Jabatan Strategis di Negara-negara Kafir Asli yang Memerangi Kita. Seperti, presidennya, menhannya, menlunya, setelah itu pimpinan Agen Intelejent dan Keamanan Nasionalnya, serta Jenderal-jenderal Besar.

Negara-negara kafir asli yang memerangi itu, urutannya adalah sebagai berikut:
Pertama: Amerika
Kedua: Inggris. Di antara kedua negara ini ada Israel, dan sebutan yang benar bagi mereka adalah Bangsa Yahudi.
Ketiga: Perancis
Keempat: Jerman
Kelima: Australia
Keenam: Kanada
Ketujuh: Negara-negara anggota NATO lainnya
Kedelapan: Rusia
Kesembilan: India

Demikianlah.
Sebagai contoh, untuk Amerika maka sebaiknya terlebih dahulu dipilih sebagai sasaran ightiyalat adalah Presidennya (Bush), Menhannya (Rumsfeld), lalu Menlunya (Powell) , Jendral Tomy Franks, direktur CIA (Tynet)…dst. Ini bukan membatasi, tapi sekedar analisa dan keterangan.

MANFAAT-MANFAAT IGHTIYALAT

Ightiyalat banyak sekali manfaatnya, bagi yang mau mengkaji dan menilai secara adil akan bisa melihat manfaat itu begitu pertama kali ia membahasnya. Dan amal ini sangat-sangat penting untuk zaman sekarang.

Orang yang mau membaca kisah-kisah dahulu mau pun sekarang dalam masalah ini, akan melihat dengan jelas adanya sisi yang bermacam-macam dari faedah ini. Sebab, amaliyah ightiyalat cukup mampu merubah jalannya sejarah secara sempurna.
Saya akan coba sebutkan beberapa faedah tersebut, secara ringkas:

1. Menghidupkan Kewajiban Yang Telah Hilang dan Sunnah yang Telah Mati (baca: jihad, pent.)
Hadits dan atsar-atsar tentang ini sudah menjadi hal yang masyhur di kalangan pembaca. Contohnya adalah hadits Jarir bin Abdillah Al-Bajiliy RA yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Nabi SAW bersabda,

مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa menghidupkan kembali sunnah yang baik dalam Islam (setelah tadinya mati), maka ia mendapat pahalanya dan pahala orang yang mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi pahala mereka yang mengamalkan sedikit pun.” … dst.

2. Dalam Rangka Membela Alloh Azza Wa Jalla dan Membela Rosul-Nya SAW. Sebagaimana telah kita bahas pada hadits-hadits sebelumnya. Di antaranya adalah sabda Nabi SAW tentang Umair bin Adiy,

إِذَا أَحْبَبْتُمْ أَنْ تَنْظُرُوْا إِلَى رَجُلٍ نَصَرَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ بِالْغَيْبِ فَانْظُرُوْا إِلَى عُمَيْر بْنِ عَدِي
“Jika kalian suka melihat orang yang membela Alloh dan Rosul-Nya secara diam-diam (tidak diketahui orang) maka lihatlah Umair bin Adiy.”

3. Membersihkan bumi dari Penghinaan Terhadap Alloh dan Rosul-Nya SAW secara Terang-terangan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rohimahulloh berkata , “Membersihkan bumi dari penghinaan kepada Alloh dan Rosul-Nya n secara terang-terangan wajib dilakukan semaksimal mungkin.

Karena itu termasuk kesempurnaan kemenangan agama Alloh dan ketinggian Kalimat-Nya, serta usaha agar agama itu seluruhnya menjadi milik Alloh. Maka, ketika masih ada penghinaan terhadap-Nya secara terang-terangan dan tidak ada yang memberi pelajaran terhadap pelakunya, berarti agama belum disebut unggul dan kalimat Alloh belum disebut tinggi.”

4. Menggentarkan Hati Musuh-Musuh Alloh.

Alloh SWT berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُم مَّااسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللهِ وَعَدُوَّكُمْ وَءَاخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لاَتَعْلَمُونَهُمُ اللهُ يَعْلَمُهُمْ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Alloh dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Alloh mengetahuinya…” (QS. Al-Anfal: 60)

Dan sebagaimana disebutkan dalam Mursal Ikrimah: “…keesokan harinya, orang-orang yahudi diliputi ketakutan, lalu mereka mendatangi Nabi SAW dan mengatakan, “Pemuka kami dibunuh diam-diam,” maka Nabi SAW menceritakan kelakuannya, di mana ia biasa memprovokasi orang untuk memusuhi dan menyakiti kaum muslimin…” Sa‘d menambahkan, “…maka mereka bertambah takut dan tidak mampu berkata sepatah pun.”

Jadi, ightiyalat termasuk salah satu jenis menggentarkan hati musuh-musuh Alloh, di mana mereka akan merasa kematian senantiasa mengintai mereka di mana saja dan menunggu mereka di setiap jalan. Dengan demikian, mereka hidup penuh kegundahan, kegelisahan dan ketakutan.

Jika menaiki pesawat, ia takut pesawatnya akan jatuh. Jika ia lautan dengan kapal, ia takut kapal itu akan dihancurkan. Jika menyetir mobil ia khawatir mobilnya akan diledakkan…dst.

5. Menyembuhkan Sakit Hati Orang-orang Beriman

Sebagaimana firman Alloh Azza Wa Jalla,
وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُّؤْمِنِينَ
“…dan (dengan perang) Dia akan menyembuhkan sakit hati di dada orang-orang beriman…” (QS. At-Taubah: 14)

6. Menghilangkan Kemarahan di Hati Orang-orang Beriman:

Sebagaimana firman Alloh Azza wa Jalla,
وَيُذْهِبَ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ
“…dan Dia akan menghilangkan kemarahan hati mereka…” (QS. At-Taubah: 15)

7. Meninggikan Panji Islam

Sebagaimana telah disebutkan dalam hadits Umair bin Adiy setelah ia membunuh Al-‘Ashma’ binti Marwan, ketika ia pulang dari tempat Rosululloh SAW dan melihat anak-anak Al-‘Ashma’ menguburkan jenazahnya, lalu mereka mencegatnya ketika mereka melihat dia datang dari arah Madinah, “Kamu kan, yang membunuh ibu kami?” Maka ia berkata, “Ya, sekarang silahkan kalau kamu semua mau membuat makar kepadaku, jangan tunda-tunda lagi. Demi Dzat yang Jiwaku ada di tangan-Nya, kalau kamu semua mengatakan seperti yang dikatakan ibu kalian, benar-benar akan kutebas kalian dengan pedangku ini, sampai aku mati atau aku berhasil membunuh kalian semua.” Maka, setelah itu Islam menjadi tinggi di kalangan Bani Khuthmah, padahal sebelumnya ada beberapa orang yang menyembunyikan keislamannya dari kaumnya.

8. Menolong orang-orang beriman yang tertindas, baik laki-laki, wanita, dan anak-anak.

Sebagaimana firman Alloh SWT,
وَمَالَكُمْ لاَتُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَآءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَآأَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ نَصِيًرا
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Alloh dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan Kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!.” (QS. An-Nisa’: 75)

Pembaca budiman, manfaat lainnya tidak saya sebutkan lagi di sini. Silahkan anda menyimpulkan sendiri sekehendak Anda, dan silahkan juga kalau tidak. Tetapi, anda menyimpulkannya lebih saya sukai daripada tidak. Wallohu A‘lam.

KISAH-KISAH IGHTIYALAT DI ZAMAN SEKARANG

Orang yang membaca dan mengikuti perjalanan sejarah berbagai peristiwa akan tahu bahwa aksi ightiyalat digunakan oleh semua orang dari berbagai latar belakang agama dan tujuan. Dan itu sudah ada sejak lama sekali. Lihatlah bangsa yahudi, yang terkenal gemar membunuh para nabi, mereka melakukan cara yang sama dalam memperlakukan Nabi-Nabi Alloh. Seperti kisah Nabi Zakariya yang digergaji dan Nabi Yahya yang disembelih, sudah bukan hal yang samar bagi kita.
Demikian juga ketika kaum yahudi Madinah melakukan konspirasi untuk membunuh Nabiyulloh Muhammad SAW, dan masih banyak lagi kisah lainnnya.

Kisah yang sebagian telah kami singgung dalam pembahasan dalil disyariatkannya ightiyalat menunjukkan bahwa cara ini adalah salah satu sarana pertempuran yang digunakan semua fihak untuk memenangkan prinsip dan agama yang dianutnya.

Dan orang yang mau meneliti dengan seksama kondisi sejarah di era kita, akan mendapati bahwa ternyata ia penuh dengan aksi ightiyalat, akan tetapi kebanyakan dilakukan untuk tujuan bukan Islami. Mungkin karena kepentingan golongan, negara, agama-agama selain Islam, kepentingan ekonomi, politik, dsb.

Orang-orang kafir juga sering melakukan cara ini dalam memerangi kita, kaum muslimin. Dan bukti paling nyata tentang pernyataan saya ini adalah kondisi Palestina sekarang. Di sana, orang-orang yahudi menggunakan berbagai cara dalam membunuhi para mujahidin. Di saat yang sama, ketika ada salah satu dari mujahidin yang gagah berani itu melakukan ightiyal kepada salah satu pemimpin kekafiran, semua media informasi kafir “meraung-raung” dan begitu gegap gempitanya mengecam. Tak ketinggalan para masyayikh dan ulama penguasa yang selalu saja mengecam. Akan tetapi, Alloh Maha Memenangkan urusan-Nya. Sayang, kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Pada pembahasan kali ini, akan kami sebutkan sebagian kisah yang terjadi di zaman sekarang tentang ightiyalat yang dilakukan para mujahidin dalam rangka mencari pahala di sisi Alloh.
Adapun aksi ightiyalat terhadap para mujahidin, telah kami sebutkan sebagiannya walaupun hanya sekilas. Dan tidak ada daya dan kekuatan selain dengan pertolongan Alloh.

Amaliyah-Amaliyah Yang Berhasil:

1. Dalam 40 detik, Anwar Sadat Berhasil dihabisi
Pada setiap bulan Oktober, Anwar Sadat memerintahkan diadakannya Parade Militer Besar-besaran dalam rangka memperingati perang Oktober tahun 1973. Dan seperti biasa, tepatnya pada tahun 1981, parade itu diadakan, dan terjadilah peristiwa menggemparkan yang membuat seluruh dunia tersentak, Anwar Sadat dibunuh dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Pembunuhan ini direncanakan sebegitu detail oleh seorang insinyur bernama Muhammad Abdus Salam Faroj, penulis buku Al-Faridhoh Al-Ghoibah (Kewajiban yang Hilang), semoga Alloh merahmatinya dan menempatkannya di surga-Nya terluas. Kemudian pelakunya ada empat orang yang gagah berani (Kholid Islambuliy, Atho Thoyal, Abdul Hamid Abdus Salam, dan Husain Abbas).

Aksi tersebut tidak memakan waktu lebih dari satu menit, dan Anwar Sadat tewas bersama tujuh orang dekatnya yang berada di panggung parade.
Ightiyal ini termasuk tercepat sepanjang sejarah kontemporer. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana ightiyal itu bisa berhasil dengan sempurna?
Bagaimana Proses Pembunuhan Anwar Sadat?

Tanggal 6 Oktober 1981, seluruh rakyat Mesir bersiap menyambut peringatan hari kemenangan dengan melakukan parade militer tahunan yang diikuti oleh kepala negara dan para komandan angkatan bersenjata yang menjadi peserta parade.

Di awal acara, si thoghut, pemimpin kekafiran, Anwar Sadat, duduk di tempat utama bagi kalangan militer, dengan bergaya ala Hitler. Karena, di masa mudanya konon Anwar Sadat adalah penggemar berat Hitler, dalam berpakaian dan gaya militeristiknya. Ada yang mengatakan, sebenarnya istrinya, Jihan Sadat, sudah mengingatkan agar ia memakai rompi anti peluru di bagian dalam baju militernya seperti yang biasa ia lakukan di tahun-tahun sebelumnya, tapi dia menolak.

Anwar Sadat duduk di kursi pemirsa sambil menyaksikan angkatan bersenjatanya. Lewatlah truk-truk anti peluru dan berbagai kendaraan militer yang bermacam-macam. Setengah menit sebelum ia dibunuh, giliran pesawat-pesawat militer yang lewat. Pesawat-pesawat itu melakukan gerakan akrobatik sangat menawan yang menyebabkan para penonton yang duduk di tempat duduk, termasuk Anwar Sadat dan para komandan dan pengawal khususnya, mendongakkan pandangannya ke langit untuk melihat pertunjukan hebat itu.
Saat itulah, salah satu kendaraan militer pengangkut roket berhenti di depan podium (tempat di mana Anwar berada, pent.)

Dari jarak sekitar 20 meter, sang pahlawan, Kholid Islambuliy, turun dari kendaraan militer itu. Dari semua orang yang duduk di podium tempat Anwar Sadat berada, tidak ada satu pun yang perhatian dengannya selain Anwar Sadat sendiri, ia merasa Kholid Islambuliy datang untuk mengucapkan salam. Akan tetapi, Kholid Rohimahulloh malah melemparkan granat tangan yang meledak begitu membentur dinding podium. Disusul granat berikutnya yang dilempar oleh sang pahlawan, Atho Thoyal, disusul granat ketiga oleh Kholid Islambuliy lagi walau pun tidak meledak. Setelah itu, granat keempat dilempar oleh si pahlawan, Abdul Hamid Abdus Salam, dan meledak di tengah orang-orang yang duduk. Akibat ledakan ketiga granat yang cukup memekakkan telinga itu, semua kursi yang ada di podium kepresidenan dan yang duduk di atasnya terjungkal, semuanya terkapar di bawah kursi-kursi itu akibat suara ledakan yang begitu keras dan susul menyusul. Sebagian orang yang berdiri di dekat Anwar Sadat ikut terkena ledakan kilat ini.

Kata-kata terakhir yang diucapkan Sadat ketika itu, “Kalian para pengkhianat…” sebelum akhirnya tubuhnya terkoyak oleh butir-butir peluru dari senapan serbu yang terpasang di atas truk militer yang ditembakkan oleh sang pahlawan, Husain Abbas. Begitu melihat Anwar, ia langsung menembaknya beberapa peluru, dan Anwar Sadat pun jatuh bersimbah darah.

Sementara itu, Kholid Islambuliy kembali menembaknya dengan senapan serbunya di podium. Ia juga membunuh beberapa pembantu Anwar Sadat, beberapa tamu dan teman dekatnya. Konon, aksi tersebut tidak memakan waktu lebih dari 40 detik saja.

2. Ightiyal terhadap Ahmad Syah Mas‘ud
Pada tanggal 7 November 2001 bertepatan dengan 18 Jumadat Tsaniyah 1422 H, ada dua orang mujahidin yang menawarkan dirinya untuk membunuh Ahmad Syah Mas‘ud dengan menyamar sebagai wartawan. Keduanya adalah, sang pahlawan, Qosim Baquliy (28 th) dan Karim Suzani (34 th). Keduanya berasal dari keturunan Maroko, tapi keduanya hidup di Baljika.
Mereka telah mengatur untuk mengadakan wawancara dengan toghut, Ahmad Syah Mas‘ud. Akhirnya wawancara itu berhasil terlaksana, mereka sepakati bertemu di rumah kediamannya di dekat perbatasan Tajikistan. Beberapa sumber menyebutkan, ightiyal terhadap Ahmad Syah Mas‘ud terbilang cukup sulit dan memerlukan perencanaan berbulan-bulan.

Mulailah salah seorang dari keduanya mengambil gambarnya melalui rekaman video yang sudah dipasangi bom, sementara yang satu lagi mewawancarai. Ketika tengah dilakukan wawancara itulah, peristiwa pembunuhan itu terjadi sesuai rencana pelakunya. Akhirnya salah satu dari dua mujahidin itu terbunuh karena terkena ledakan kamera, sementara yang satu lagi dibunuh oleh salah satu pengawal Mas‘ud ketika ia mencoba kabur sebagaimana sudah masyhur beritanya.
Tapi tidak ada satu pun yang tahu secara detail peristiwa itu, karena pelakunya terbunuh di saat Ahmad Syah Mas‘ud terbunuh. Mas‘ud terluka pada dua alisnya, jari-jari tangan kirinya, dua betisnya, wajah dan kepalanya, semua anggota badan ini mengalami luka bakar akibat ledakan dan ia mengalami luka cukup parah.

Ada yang tertutup seputar berita kematian Ahmad Syah Mas‘ud di hari-hari pertama sejak ia dibunuh. Terjadi kesimpang siuran informasi dari beberapa sumber yang menyebutkan bahwa ia terbunuh seketika saat peristiwa itu terjadi. Tapi di saat yang sama, orang-orang dekatnya berusaha membantah berita itu karena mengkhawatirkan dampaknya yang begitu besar, sampai mereka atur urusan-urusan mereka terlebih dahulu. Ini mengingat kedudukan Mas‘ud yang begitu berarti di tubuh Aliansi Utara. Sebab, mereka sampai menyebutnya sebagai Singa Lembah Pansyir, dia dinilai sebagai penghalang utama dalam urusan militer bagi Rezim Taliban yang berkuasa di seluruh tanah Afghanistan.

Sampai-sampai presiden boneka, Karzai, mengatakan ketika jumpa pers, “Kalau Mas‘ud hidup hari-hari ini, tentu masalah yang kami hadapi sekarang lebih mudah.”
Yang benar, Ahmad Syah Mas‘ud terbunuh seketika di saat ledakan itu terjadi. Wallohu A‘lam.
Amaliyah-Amaliyah Yang Belum Berhasil, Karena Adanya Hikmah Lain Yang Dikehendaki Alloh Azza Wa Jalla

1. Operasi Pembunuhan Terhadap Raja Dzohir Syah:
Di tahun 1990, di negeri pengasingannya di Italia, Dzohir Syah sempat mendapat percobaan pembunuhan oleh salah seorang mujahidin bernama Abu Abdillah dari Portugal. Ia diutus oleh salah satu dewan pimpinan mujahidin untuk melaksanakan tugas ightiyal. Dalam hal ini ia menyamar sebagai seorang wartawan yang hendak melakukan wawancara dengan raja Dzohir. Ketika ia tengah duduk bersama Dzohir Syah, ia keluarkan pisau dari Kandahar dan ia tikam raja hingga ia terluka di bagian dadanya, yang menghalanginya mati adalah sebuah kotak sigaretnya yang terbuat dari kayu dan kantong tebal yang menghalanginya, sehingga pisau itu tidak berhasil menembus dadanya. Tapi, Alloh akan selalu mengawasinya.

2. Ighitiyal Terhadap Hosni Mubarok di Adis Ababa
Tanggal 26 Juni 1995 sebelum pembukaan pertemuan 31 negara ujung Afrika, ada 11 mujahid yang mencoba menyerang rombongan mobil si pemimpin kekafiran dan kemurtadan, Hosni Mubarak, semoga Alloh membinasakannya. Akan tetapi, Alloh menghendaki perkara lain, operasi itu tidak berhasil namun cukup menggelisahkan musuh Alloh itu dan membuatnya selalu terngiang akan kematian pendahulunya (Anwar Sadat, pent.) di hari ketika ia bersembunyi bersamanya di bawah tumpukan kursi, ia berhasil meloloskan diri dari serangan para pahlawan Islam, Muhammad Abdus Salam Faroj, Kholid Islambuliy dan teman-temannya, semoga Alloh merahmati mereka semua dan menempatkan di surga terluas-Nya.

Sebagian mujahidin mengatakan, “Rusaknya dua kendaraan Pick-up yang bersembunyi di semak-semak pinggir jalan menjadi penyebab di balik kegagalan operasi tersebut. Sebab, sebenarnya dua kendaraan itu disiapkan untuk menghadang dan meledakkan rombongan mobilnya.” Wallohu A‘lam.

Sampai-sampai Dewan Keamanan Internasional yang kafir itu memberlakukan larangan terbang bagi Sudah pada tahun 1996 pasca peristiwa tersebut, dengan alasan keberadaan beberapa pimpinan jihad di negara itu.

Dalam hal ini, saya sebenarnya ingin sekali mendapatkan buku berjudul Fursan Tahta Royati `n-Nabiy secara lengkap, bukan edisi yang sudah diselewengkan seperti termuat dalam harian Asy-Syarq Al-Awsath, supaya saya dapat menukil kisah-kisah amaliyah jihad terhadapa para pemimpin kekafiran dari buku tersebut. Akan tetapi, segala puji bagi Alloh atas segala kemudahan dari-Nya, dan semoga Alloh memberi kita rezeki buku tersebut dalam edisi lengkapnya.

3. Ightiyal Terhadap Karzai dan Fahim dan Jal Agha di Afghanistan :
Musuh berhasil menggagalkan sebuah operasi mati syahid di Kabul pada Senin sore tanggal 20/5/1423 H, setelah menangkap dua orang mujahidin, salah satu dari Afghanistan dan satu lagi dari Pakistan. Keduanya mengendarai mobil yang sudah disiapkan untuk amaliyah sebelum amaliyah yang ditujukan kepada Karzai. Tadinya, para mujahidin sudah menyiapkan sebuah operasi mati syahid dengan memasang lebih dari 250 Kg bahan peledak di dalam mobil, yang cukup untuk merobek-robek tubuh orang jelek itu (Karzai) dan semua tentara salib yang menjadi penjaganya.

Para mujahidin punya kehendak, tapi Alloh punya kehendak lain, dan Alloh melakukan apa saja yang Dia kehendaki. Ketika mobil itu sedang meluncur menuju ibukota (Kabul) untuk persiapan amaliyah, mobil itu bertabrakan dengan mobil lain sehingga mengakibatkan timbulnya kecurigaan terhadap pengemudinya, akhirnya dua orang mujahidin ditangkap dan sisanya melarikan diri.

Tetapi, hendaknya Karzai dan menteri-menterinya tahu, mereka tidak akan aman, dan tangan mujahidin akan menggapai mereka sebagaimana telah berhasil menggapai orang-orang jahat sebelunya. Dan bahwa tentara salib yang mengawalnya tidak akan mampu menolak kematian yang akan datang kepadanya tak lama lagi, dengan izin Alloh Ta‘ala, melalui tangan para mujahidin.
Setelah itu, Amerika merasa khawatir akan keselamatan presiden bonekanya, Karzai. Maka setelah memindahkan tanggung jawab pengamanan terhadap dirinya dari Departemen Pertahan kepada Kementerian Luar Negeri Amerika dan menunjuk pasukan keamanan terbaik mereka untuk menjaganya, Amerika mulai membuat system pengamanan terhadap Karzai dan antek-antek munafiknya dengan membangun bungker-bungker dan goa-goa sebagai tempat bersembunyi bagi Karzai di dalam ibu kota, di mana ibukota itu sudah penuh sesak dengan tentara kaolisi internasional. Tapi, mereka semua tidak mampu menjamin keamanan bagi pemerintahan boneka itu, sehingga presiden dan para pengikutnya memerlukan goa-goa persembunyian, karena khawatir akan mendapat percobaan pembunuhan atau serangan dari mujahidin.

Rencananya, bungker-bungker itu akan dibangun dari istana kepresidenannya hingga tembus ke negara tetangga. Supaya ia bisa kabur jika suatu saat terjadi serangan mujahidin terhadap ibu kota. Kesatuan insinyur 967 dari Amerika –menurut majalan Times—sudah mulai datang ke Kabul untuk memulai proyek pembangunan bungker-bungker persembunyian bagi presiden negara itu sebagai ibukota yang aman.

Dan sejarah kembali terulang hari ini pada diri kaki tangan musuh setelah berlalu masa bertahun-tahun. Dulu, Rusia juga membangun bungker-bungker rahasia dan terowongan-terowongan bawah tanah bagi kaki tangan-kaki tangannya, seperti Hafizulloh Amin dan Nur Muhammad Taroqi. Tetapi seiring berjalannya waktu, bungker-bungker itu tak mampu menahan serangan para mujahidin yang terus menerus dilancarkan. Akhirnya, bungker dan goa-goa itu justru menjadi kuburan bagi para pengkhianat.

Kami tunggu proyek pembangunan bungker rahasia itu dengan senang hati, sebab pada dasarnya orang-orang salibis itu tengah membangun kuburan bagi kaki tangannya dengan tangan mereka sendiri, dan mereka akan segera terkubur di dalamnya sebentar lagi, dengan izin Alloh Ta‘ala.
Demikian juga dengan menteri pertahanan, Muhammad Fahim, ia lolos dari sebuah ranjau yang dipasang mujahidin pada hari Senin tanggal 25 bulan satu, ketika ia keluar dari bandara Jalalabad menuju kediaman Haji Qodir, gubernur kota tersebut.

Sebuah ranjau berisi bahan peledak telah dipasang para mujahidin di tengah jalan yang ia lewati kemudian mereka ledakkan dari jauh. Akan tetapi karena terjadi selisih waktu beberapa detik, ledakan itu mengenai mobil belakangnya. Gelombang ledakannya memang sempat mengenai mobilnya, tetapi tidak memberi dampak bahaya cukup berarti. Dalam ledakan itu, 5 pengawal pengkhianat itu terbunuh, 2 pembantu yang menemaninya, dan 3 komandan lapangan yang berafiliasi kepada Haji Zaman dan Haji Qodir. Kedua orang ini datang untuk menyambut si pengkhianat itu. Adapun yang terluka berjumlah sekita 20 orang dari mereka yang ikut dalam rombongan.

Rasa takut mulai menghantui orang-orang itu. Para tentara penjaga dari Jalalabad yang sedianya akan menginvestigasi tempat ledakan, harus bekerja mengevakuasi para korban, baik yang terluka mau pun terbunuh. Mereka juga memblokir jalan menuju tempat kejadian dan baru meninggalkannya setelah beberapa jam kemudian.

Kami katakan kepada pengkhianat ini, dan orang-orang yang ada di barisannya, kalian tidak akan pernah lepas dari hukuman para mujahidin. Tempat kembalimu, dengan izin Alloh, sama dengan pemimpinmu yang murtad, yaitu Mas‘ud. Sebagaimana Alloh telah memberikan rezeki Ahmad Syah Mas‘ud sebagai sasaran para pemuda yang rela mengorbankan nyawanya sehingga dagingnya berhasil mereka koyak, maka kamu akan melihat –hai pengkhianat—perlakuan yang sama dari para pemuda Islam seperti kematian pemukamu itu, dengan izin Alloh. Bagimu, dan bagi siapa saja yang berjalan dengan jalanmu.

Dan esok hari sangatlah dekat bagi orang yang menunggu.
Setelah Karzai lolos dari operasi itu, terjadi percobaan pembunuhan lagi terhadapnya di Kandahar, yang mana ini memperburuk kepercayaan antara dirinya dengan para pejabat di pemerintahan pengkhianatnya. Tepatnya pada tanggal 27 Jumadal Akhiroh, bertepatan dengan bulan September 2002, Karzai kembali mendapatkan percobaan pembunuhan yang ia masih selamat darinya secara aneh, operasi itu dilakukan oleh seorang lelaki yang bagus agamanya dari penduduk Kandahar. Ia berhasil menyusup ke barisan tentara keamanan Jal Agha, penguasa Kandahar sebelumnya. Jal Agha sendiri mengalami luka cukup serius yang berakibat kepada munculnya rasa takut di kalangan para pembantu Amerika dan di kalangan para pejabat pemerintahan boneka itu. Rasa saling percaya mulai hilang di kalangan mereka.

Sumber-sumber di markas Ad-Dirosah menyebutkan bahwa mulai mengungkapkan ketidak percayaannya terhadap beberapa pegawainya kepada orang-orang dekatnya. Dan kebanyakan mereka hari ini mulai mencari kesatuan baru dari negara asing sebagai pengawal mereka. Mereka juga tidak mau mengadakan pertemuan terbuka dengan masyarakat umum dan bercampur dengan orang awam, karena takut terhadap kemarahan masyarakat yang terpendam.

NASEHAT-NASEHAT BUAT PARA MUJAHIDIN

1. Inilah Contoh-contoh Para Mujahidin di Zaman Tertindas, tirulah Mereka…

Banyak sekali kaum muslimin yang sedih menyesalkan berlalunya hari-hari kejayaan Islam dan perginya para pahlawan dari kalangan para salafus sholeh. Namun, sedikit saja dari mereka yang mengerti bahwa dirinya sebenarnya juga sedang berada satu zaman dengan para pahlawan yang menorehkan gambaran sejarah yang luhur, di mana mereka tidak kalah kemuliaan dan keberaniaannya dari para pendahulu. Yang membedakan mereka dengan orang-orang terdahulu barangkali hanya karena orang dahulu mendapat pertolongan dan bantuan lebih besar dari yang diperoleh para pahlawan kita hari ini.

Boleh dibilang, pada dua dekade terakhir ini, umat Islam telah mengenal orang-orang generasi belakangan yang menjadi contoh tauladan, di mana sudah selayaknya bagi para pengikut gerakan Islam untuk mengupasnya untuk kemudian mengikuti jejaknya, sampai nantinya kaum muslimin memperoleh kemenangan nyata dengan izin Alloh.

Seolah, keberhasilan serangan di New York (11 September) yang begitu jelas menyatakan kepada seluruh dunia tentang eksistensi para mujahidin di zaman sekarang yang kisahnya bak generasi awal umat.

Para pelakunya adalah anak-anak yang masih terbilang muda dengan skil tekhnik tinggi, mereka berhasil mengemudikan pesawat-pesawat dan melakukan serangan dengan cara paling mengagumkan. Mereka tampil begitu rapi dan melaksanakan programnya dengan sangat detail. Dan di saat yang sama, mereka siap mengorbankan nyawanya di jalan Alloh demi mengembalikan harga diri Umat Islam.

Yang jelas, sebelum teman sendiri, musuh sudah mengakui bahwa mujahid-mujahid itu memiliki pengetahuan tinggi tentang tekhnologi modern. Karena mereka menggunakan alat komunikasi tercanggih, seperti telepon yang memanfaatkan stasiun angkasa luar, memakai internet dengan sandi-sandi tertentu, yang di dalamnya mereka menggunakan tekhnik lain dalam bidang ini seperti teknik “Steganography”. Dan masih banyak lagi tekhnik modern lain yang mampu menghancurkan gambar karikatur tentang minyak, yang oleh musuh sengaja dialamatkan kepada mujahidin (untuk menunjukkan mereka terbelakang dalam urusan teknologi, pent.)

Saya tidak akan mengetengahkan di sini tentang para mujahidin utama, yang berperan sebagai perencana, pengatur, dan yang memiliki keutamaan –setelah anugerah Alloh—berupa peran dalam “memandaikan” pohon jihad dan melanggengkan perjalannya, jalannya tertib dan tujuan-tujuannya terfokus.

Akan tetapi, saya akan mengetahkan para mujahidin yang terjun langsung di lapangan, yang telah membuat banyak sekali contoh pengorbanan.

Dari sekian contoh unik di dekade terakhir yang menarik perhatianku –saya menyebutnya hanya sebagai salah satu contoh dan bukan membatasi—disebabkan ia memberikan model baru dalam tekhnik berjihad di jalan Alloh, adalah sang pahlawan terkemuka, yang tidak susah kita kenali, yaitu Ir. Yahya ‘Ayyasy. Satu lagi adalah, sosok yang berambut masai dan berdebu, yang lahir dari kepahlawanan Islam, hampir tidak satu pun yang mengenal kelebihannya, tetapi ia juga salah satu dari mujahid yang memakai cara unik, yaitu Romzi Yusuf.

Setelah melakukan penelitian singkat, jelas terlihat bahwa di sana ada beberapa perbedaan, baik dari sisi kepribadian mau pun bidang kemampuan, antara para pahlawan itu. Akan tetapi, dalam pandangan saya, ada karakter-karakter yang sama dalam diri jiwa-jiwa pahlawan itu, yaitu: berani, jenius, teliti, dan melakukan langkah-langkah keamanan yang maksimal.
Itulah kondisi dari Ir. Yahya ‘Ayyasy, yang bisa dibilang sebagai arsitek utama lahirnya operasi-operasi mati syahid di tanah Palestina yang terjajah. Asy-syahid Rohimahulloh berhasil membuat penemuan canggih dalam mengatur orang-orang yang menjadi anggota Batalyon Jihad: Izzuddin Al-Qossam. Model operasi jihad yang ia temukan dan ia teliti belum pernah dikenal oleh orang-orang Zionis, baik itu berupa ranjau mobil, atau tas dan tubuh yang berisi bahan peledak. Pertama kali yang menemukan semua ini adalah Yahya Ayyasy, dia tahu bagaimana memanfaatkan sebaik mungkin latar belakangnya dalam ilmu fisika. Yang semakin membuat kaum Zionis jengkel adalah kepekaannya dalam urusan keamanan, yang pada gilirannya ia begitu mahir untuk melarikan diri dan bersembunyi, walau pun dia menjadi buron kelas wahid bagi pemerintah penjajah Zionis. Ini karena kecanggihannya yang membingungkan orang dan kemampuannya untuk lari dan mencebol celah, dan mencapai target-target sasaran.

Begitulah, sang insinyur terus menyerang dan menggempur kaum Zionis selama tiga tahun di tengah kondisi berbahaya, dan ditengah perburuan yang diikuti oleh ribuan aparat keamanan Syabak dan kesatuan intelejent khusus, ditambah dengan kesatuan tentara zionis, kekuatan pengamanan perbatasan, dan polisi zionis, di mana mereka tidak terpaling oleh kesibukan lain selain melakukan perburuan yang meluas terhadap buronan nomor satu itu. Semua ini justeru membuat Yahya ‘Ayyasy sebagai pahlawan. Meski pun ia telah menemui syahid, semoga Alloh merahmatinya, setelah dikhianati salah satu orang dekatnya yang menyerahkan telpon genggamnya kepada pihak intelejent zionis yang kemudian meledak, tetapi rasa takut di fihak zionis masih belum habis selama tekhnik yang dibuat sang insinyur dan operasi serangan mati syahid masih ada. Dan itu semua menjadi jejak peninggalan yang kita masih memakainya untuk melakukan serangan hingga hari ini.

Akan tetapi, mujahid Pakistan Romzi Yusuf (namanya dalam dunia gerakan, nama aslinya adalah Abdul Basith Karim) berbeda dengan Ir. Yahya ‘Ayyasy. Di mana, biasanya ia bekerja seorang diri, sementara insinyur berjuang dalam sebuah organisasi yang kuat, yaitu Batalyon Izzuddin Al-Qossam. Tapi, keduanya memiliki beberapa kesamaan.

Romzi Yusuf juga orang yang kepribadian dan etos kerjanya. Ia juga memiliki latar belakang akademis, tapi dalam ilmu kimia, dan dia memperolehnya dari perguruan tinggi di Inggris. Ini menjadikan dirinya pakar dalam peran yang ia ambil dalam jihad setelah ia mengikuti pelatihan militer yang diadakan mujahidin di Afghanistan di akhir-akhir tahun 80-an, yang menjadikannya harus tegas dalam memilih jalan hidupnya, sebab ia tahu betul arah di masa depan yang harus ia tuju. Dengan bekal ilmu akademiknya, ia berhasil mengambil peran di garis depan dan menjadi seorang pelatih di kamp-kamp latihan. Di saat yang sama, ia terus melengkapi studinya di perguruan tinggi Inggris.

Pasca jatuhnya Kabul (ke tangan mujahidin) dan terjadinya berbagai fitnah setelahnya, di mana Amerika turut mengambil peranan besar dalam menyulut apinya, Romzi mengambil keputusan untuk pergi ke negeri pangkal kekafiran, Amerika, untuk melakukan operasi dahsyat yang membuat Amerika tersungkur.

Ia mulai menyusun rencana operasi untuk meruntuhkan gedung WTC. Kemudian di pagi hari tanggal 26 Februari 1993, sebuah truk penuh bermuatan bom meledak di komplek WTC New York. Operasi itu mengguncangkan salah satu bangunan WTC yang memiliki 120 tingkat dan merupakan simbol kekayaan serta kekuatan Amerika. Sejak itu, runtuhlah legenda keamanan bagi rakyat Amerika dari serangan-serangan di dalam negeri. Hasilnya, 6 orang tewas dan 1042 lainnya luka-luka. Ini adalah jumlah terbesar pasien yang pernah ditangani oleh rumah sakit yang ada dalam satu kali kejadian sejak perang saudara yang mengguncang Amerika dan sebelum serangan 11 September.

Pihak pemadam kebakaran New York mengirim 750 mobil pemadam menuju gedung WTC dan terus berada di sana selama lebih dari satu bulan. Ini menunjukkan betapa besar kerugian yang diderita. Meski demikian, kerugian itu tidak sebesar yang diharapkan oleh Romzi Yusuf. Sebab, operasi itu ditargetkan bisa menghancurkan gedung WTC secara total dan paling tidak korban yang jatuh bisa mendekati angka seperempat juta orang. Semua ini dikarenakan campur tangan Amerika dalam urusan darah kaum muslimin secara berulang-ulang.

Kesalahan bukan terletak pada perakitan bahan peledak. Sebab, Romzi Yusuf dikenal sebagai orang yang teliti. Bom yang ia targetkan untuk meledakkan gedung WTC itu termasuk lain daripada yang lain, sampai-sampai dinas FBI hanya menemukan satu bom yang sama dengan itu setelah mempelajari 73.000 dokumen tentang peristiwa peledakan di Amerika sejak tahun 1925. FBI bahkan sampai pada kesimpulan, bahwa bom ini adalah yang terbesar dan terberat dan paling dahsyat efek hancurnya dari bom-bom yang pernah ada dalam sejarah Amerika Serikat.

Dan memang begitu faktanya, bom-bom yang paling besar saja hanya berkecepatan 3.000 kaki/detik, tapi bom bikinan Romzi Yusuf berkecepatan 15.000 kaki/detik. Ini adalah kecepatan sangat kuat yang mampu meruntuhkan gedung WTC sejak dari atap teratasnya kalau saja truk itu diletakkan di tempat lain, yaitu di bawah salah satu tiang penyangga. Bahkan, di tempat meledaknya truk itu pun, mungkin ribuan orang akan terbunuh seandainya truk itu meledak sesaat sebelum waktu sore hari ketika para pegawai sedang keluar untuk pulang.

Belum tiba sore harinya, Romzi Yusuf sudah menaiki pesawat menuju Pakistan. Kalau bukan kesalahan keamanan yang dilakukan oleh sebagian pembantu dalam operasi tersebut, sampai hari ini mungkin Amerika tidak akan tahu siapa yang bertanggung jawab atas serangan itu. Dan meskipun dua bulan kemudian Amerika berhasil mengendus keterlibatannya dalam aksi ini, tapi para kaki tangan aparatnya tidak mampu menemukan data apapun selain sekilas tentang biografi dirinya.

Romzi Yusuf memang sangat hati-hati, fihak FBI menghabiskan waktu beratus-ratus jam dalam menyelidiki bagian dalam pesawat-pesawat yang menuju Pakistan, tapi semuanya tanpa hasil.
Perburuan Amerika dan internasional itu tidak membuat Romzi kecut nyali, sehingga ia mundur atau berhenti. Sebab, tak lama kemudian ia kembali merencanakan operasi-operasi berani yang belum pernah ada contoh sebelumnya dalam hal keberanian dan metode yang digunakan. Dalam masa perburuan itu, ia kembali mencoba membunuh Benazir Butho, meledakkan Kedutaan Zionis di Bangkok tanggal 11 Maret 1994, mencoba membunuh Bill Clinton di Manila pada 12 November 1994, ia bahkan juga menjadi perancang peledakan 11 pesawat Amerika yang menyebabkan ratusan warga Amerika terbunuh dan kerugian perusahaan penerbangan Amerika, ini tidak bisa dibantah.
Kebanyakan operasi ini tidak berhasil disebabkan kesalahan sebagian anggota baru yang ikut dalam operasi. Contohnya dalam peledakan truk untuk menghancurkan gedung Kedutaan Zionis, bom yang disiapkan sebenarnya sudah cukup bagus, tapi pengemudi truknya, seorang muslim warga Thailand, yang sedianya harus menghentikan truk di samping gedung kedutaan malah mengalami kerusakan mesin, sehingga ia kabur dan meninggalkan truk.

Demikian juga dalam rencana peledakan pesawat-pesawat Amerika, dari sisi tekhnis sudah sangat teliti, di mana Romzi ditugasi untuk menanganinya. Dalam hal ini, Romzi menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengubah materi Nitro Gliserin yang daya ledaknya kuat menjadi benda cair semi padat (gel). Untuk bisa melakukannya, ia memakai materi Sulfur Acid, Nitrid Acid, Aseton, dan Acid yang sudah terurai, khususnya Nitrobenzin.

Begitulah, setelah bekerja sangat pelan-pelan, ia berhasil membuat bom yang siap dibawa dan memiliki efek ledak sangat kuat, di mana itu tidak akan mungkin bisa diungkap walau pun menggunakan bantuan sinar X. Baterai 9 volt adalah satu-satunya bahan mengandung besi yang bisa dideteksi dengan sinar X. Makanya, Yusuf meletakkan baterai itu di bawah sepatunya, sehingga sangat sulit –kalau bukan dibilang mustahil—untuk dideteksi. Ia sudah melakukan percobaan yang berhasil dengan membawa bahan seperti itu di dalam maskapai penerbangan Jepang pada bulan Desember 1994, ini menjadi bukti betapa cekatan dan teliti pembuatnya.

Di samping keberanian dan skill luar biasa ini, kehati-hatiannya dalam hal keamanan tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sang pahlawan. Pernah Romzi Yusuf memalsukan KTP sebanyak 12 kali ketika ia tinggal di Filiphina, dengan identitas dan nama berbeda-beda, dan dengan foto yang bergonta-ganti penampilan dengan pergantian yang ekstrim.
Kepolisisan Filiphina pernah mencoba menangkapnya, akan tetapi mereka tidak berhasil, padahal mereka sudah mengerahkan tentaranya secara total dan membagi-bagikan fotonya di tempat-tempat umum. Hal ini tidak kemudian membuat dirinya kendur untuk menghentikan amal.

Ia bahkan turut memberikan andil dalam merubah kelompok Abu Sayaf dari yang tadinya kelompok “kacangan” menjadi organisasi perang yang sangat professional. Ramzi tinggal bersama mereka selama beberapa pekan dan selama itu ia melatih orang-orang terbaik dari kelompok tersebut untuk merakit bom yang memiliki efek ledak yang hebat.

Alloh menakdirkan terjadinya miss ketika merakit salah satu bom, dan ini adalah hal yang lazim terjadi mengingat bahan-bahan kimia itu sangat sensitif. Hanya, kejadian ini membuat aparat kepolisian Filiphina berhasil mengendus tempat tinggalnya di Manila. Maka terpaksa untuk kali ini ia lari dan ia meninggalkan komputer jinjingnya di apartemen yang ia sewa. Setelah itu fihak kepolisian Filiphina menyerahkan hard disk komputer itu kepada FBI, tetapi pakar-pakar intelejent Amerika tidak mampu mendapatkan data yang tersimpan di dalamnya kecuali setelah melewati waktu yang cukup lama dan setelah bekerja sama dengan ahli komputer terhebat dari perusahaan Microsoft. Ini menunjukkan, betapa Romzi Yusuf sangat berhati-hati.
Sebagaimana dinyatakan seorang hakim, Kevin Dafi, Romzi Yusuf adalah teroris paling berbahaya di dunia sejak tahun 1970. Tidak ada yang menyamainya dalam modus operandi selain Carlos. Romzi belum berhasil ditangkap kecuali setelah terjadinya pengkhianatan dari salah seorang penunjuk jalannya. Akan tetapi semua itu setelah ia mengerahkan segala upaya untuk sampai ke sasaran yang sudah ia catat.

Sungguh saya membayangkan betapa gembiranya di dalam tahanan sana (semoga Alloh membebaskannya) melihat keberhasilan serangan 11 September dan bagaimana saudara-saudaranya menyelesaikan apa yang sudah dia rencanakan dulu.

Para pahlawan hari ini belum mampu melakukan amaliyah secara beruntun dan kontinyu. Makanya, dekade 90-an mengenal para pahlawan yang mampu membuat satu operasi cukup bagus, namun mereka tidak dikenang dan kebanyakan orang tidak mendengar beritanya. Inilah kondisi yang dialami seorang pahlawan, Amir Khonizi, di mana ia melakukan serangan berani terhadap Perwakilan Intelejent Amerika (CIA) tahun 1994. Dalam peristiwa itu, 3 orang kaki tangan CIA tewas, beberapa orang yang ada di depan gedung mengalami luka-luka, ini terjadi di Langley, Virginia. Tempat ini termasuk tempat yang paling ketat penjagaannya di dunia. Tak lama setelah amaliyah, Amir Khonizi lari dengan tenang menuju Pakistan, ia berhasil lolos dari beberapa jeratan yang dipasang intelejent Amerika untuknya. Hal itu ia lakukan dengan melakukan penyamaran dan berganti-ganti penampilan selam bertahun-tahun, sebelum akhirnya ia tertangkap oleh aparat intelejent Pakistan, setelah ia begitu gencar diburu.

Di antara pelajaran yang bisa kita ambil dari para pemberani itu adalah, mereka mau berangkat untuk memerangi kekuatan paling angkuh dan paling solid kekuatannya di dalam negeri mereka sendiri, dalam pertempuran tak berimbang, tanpa takut dan gentar. Sebagaimana juga jelas, bahwa mereka tidak pernah meremehkan berjalannya sunnatulloh yang berlaku di alam semesta ini, mereka melakukan persiapan cukup ketika akan melakukan amaliyah. Termasuk pelajaran penting lainnya, kehati-hatian dalam urusan keamanan harus mendapat perhatian ekstra. Maka dari itu, wajib bagi setiap pejuang bagi agama Alloh untuk menempuh semua prosedur keamanan semaksimal mungkin dalam kegiatan sehari-hari, baik dalam berkomunikasi, mengadakan pertemuan, melakukan perjalanan, dll, serta menempuh standar kelayakan dalam pekerjaan mereka. Ini bukan dalam rangka lari dari takdir Alloh, akan tetapi dalam rangka melakukan operasi yang pelan tapi terus berkesinambungan, sebagaimana yang disukai Alloh SWT, di mana Dia telah mewajibkan kita agar teliti dalam segala hal.

Barangkali, sebagian orang yang lemah jiwanya berpendapat lain, yaitu menganggap operasi-operasi jihad itu tidak memberikan keuntungan yang bisa diperhitungkan. Mereka lupa, bahwa sekedar menjebol tembok ketakutan kaum muslimin dan membuat mereka berani melawan musuhnya itu sudah merupakan satu keuntungan besar, di mana itu akan mendorong putera-putera umat ini untuk menempuh jalan yang benar.

Provokasi Amerika, ditambah kebengisan Zionis, dan arogansi penguasa-penguasa yang menjadi kaki tangan mereka, di sisi lain semakin meningkatnya pengalaman jihad, merupakan sarana yang akan menyiapkan lahirnya generasi mujahid baru, yang mampu memenuhi kriteria-kriteria kepahlawanan yang tidak pernah ada tandingannya sejak kurun waktu lama. Hegemoni Amerika dan strategi keamanan global dan kediktatoran yang mereka paksakan tidak akan mampu berbuat banyak di hadapan sekelompok kecil mujahid ini. Sebab, para pahlawan itu –secara umum— memiliki kelebihan untuk: berpenampilan domba, walau pun aslinya serigala, tentunya setelah bertawakkal kepada Alloh dan menempuh sunnatulloh yang berlaku di alam semesta ini.

2. Mengenali Cara-cara Kaum Munafik dan Provokator Dalam Mempengaruhi Manusia untuk Menjauhi Kebenaran, Dulu dan Sekarang

Banyak sekali kesempatan di mana manusia tidak mau mengikuti kebenaran karena hawa nafsu dan beratnya beban yang harus dipikul untuk tetap teguh di atas kebenaran.
Akan tetapi, dari sekian kesempatan ini sedikit saja dari mereka yang mau mengakui kalau dirinya tidak mengikuti kebenaran. Orang-orang yang tidak mau mengikuti kebenaran itu harus menutupi hawanafsu dan kelemahan ini dengan berbagai bentuk pembenaran, di mana dengan itu mereka mencoba meyakinkan manusia bahwa tidak ikutnya mereka dalam kebenaran tersebut adalah lantaran sebab-sebab yang tepat.

Maka, langkah pertama mereka adalah mendatangi kebenaran itu untuk mencela dan mengkaburkan hakikatnya, atau membesar-besarkan sisi negatifnya daripada hakikat-hakikat yang sudah jelas.
Al-Quranul Karim telah mengupas untuk kita cara-cara seperti ini dengan sebaik-baiknya.

Al-Quran menelanjangi cara-cara itu untuk kita, supaya kita berada di atas ilmu dan cahaya dalam melihat tipudaya nafsu itu, dan untuk mengajari kita bahwa usaha mereka itu tetap akan terlihat dan tidak mungkin tertutupi, dan walau pun ia ditutupi dengan tutup rapat sekalipun, pada hakikatnya itu adalah tutup semu dan terlihat apa yang ada di baliknya serta gamblang apa yang ada di belakangnya bagi orang yagnn mau memperhatikan dengan seksama dan tidak tertipu oleh penampilan-penampilan lahiriyah.

Pada firman Alloh Ta‘ala tentang orang-orang munafik dalam surat pertama yang kita baca, kisah mereka disebutkan:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ ءَامِنُوا كَمَا ءَامَنَ النَّاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَاءَامَنَ السُّفَهَاءُ أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَكِن لاَيَعْلَمُونَ
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: Berimanlah kalian sebagaimana orang-orang beriman,” mereka mengatakan, “Apakah kami akan beriman seperti berimannya orang-orang bodoh itu?” ketahuilah, sesungguhnya merekalah yang bodoh akan tetapi mereka tidak mengetahuinya.” (QS. Al-Baqoroh: 13)

Ayat ini begitu besar dalam mengungkap kemunafikan dan orang-orang munafik, dan bagaimana cara mereka menjauhkan orang dari kebenaran. Setiap kali saya mendengar atau membaca ayat ini, langsung terbayang di benakku orang-orang munafik yang telah melewati sejarah Islam hingga zaman kita sekarang, yang mengaku memiliki pemahaman tajam, akal yang lurus, pengetahuan yang besar terhadap beberapa kasus yang harus ditangani dan diselesaikan, dan dengan klaim ini mereka mengejek mujahidin dengan tuduhan berwawasan sempit, sedikit ilmu, dan pemahaman rendah. Dengan sebab inilah mereka menghalangi orang dari kebenaran, karena itu mudah dilakukan. Lantas mereka mengagungkan perbuatan munafik daripada kebenaran karena kebenaran itu adalah kebenaran yang realistis dan memberikan pengaruh dalam dunia nyata.

Dalam sejarah, dikenal para filosof yang mengupas setiap berita yang mereka bukan pelakunya. Mereka mempelajari sejarah sementara mereka berada di luar dari gerakan-gerakannya. Makanya, sangat jarang kita temukan seorang filosof yang mampu menjadi komandan militer, atau pengatur yang sukses, atau politikus ulung. Sampai-sampai dalam istilah para pengkaji ilmu terkenal istilah: filosof tidak cocok berpolitik, tidak cocok menjadi komandan. Maka, selalu ada pemisahan; filosuf dan komandan, filosuf dan administrator, filosuf dan politikus.

Penyebabnya jelas, karena filosuf hidup dalam imajinasi otaknya, dengan sayap pemikirannya ia terbang di atas awan, ia tidak pandai berjalan di atas tanah sebagai layaknya manusia.
Gap ini terjadi di alam kehidupan manusia, buktinya betapa banyak kita dengan para komandan militer, atau politikus, yang mengeluhkan pemikiran-pemikiran para filosof dan kaum rasionalis.

Dalam dunia Islam, baik dalam sejarah mau pun yang terjadi sekarang:
Al-Quran menyebut orang-orang seperti itu sebagai munafik, dan mengatakan kepada mereka, “Berimanlah sebagaimana manusia beriman…”

Perhatikan firman Alloh Ta‘ala, “…sebagaimana manusia beriman,” keimanan di sini adalah keimanan yang memiliki satu gambaran, satu hakikat, di mana semua manusia pada umumnya menyadarinya sebagai satu hakikat yang intinya tidak berbeda-beda dengan fitrah yang mereka miliki. Wahai kalian, berimanlah sebagaimana manusia beriman, inilah yang Aku ridhoi atas kalian, inilah perintah-Ku kepada kalian, jangan berlebih-lebihan, jangan memperdalam suatu masalah hingga batas tak wajar dan dimurkai, berimanlah seperti Bilal beriman, seperti Yasir beriman, seperti orang badui dan orang kota beriman. Yang jika kamu menanyai mereka tentang iman, maka pertama kali jawaban mereka adalah: Iman itu sesuatu yang kalian sendiri sudah tahu, lantas mengapa kalian menutup-nutupinya. Iman adalah pembakar hati kalian dengan energi panasnya, lantas mengapa kalian tidak mengakuinya?

Dalam hal ini, kalian mesti ingat perintah Alloh Ta‘ala kepada kaum yahudi, “Sesungguhnya Alloh telah memerintahkan kalian untuk menyembelih seekor sapi betina…”
Orang beriman tidak pantas mendetail-detailkan masalah (di luar kewajaran), tidak melakukan manipulasi untuk menutupi fakta sesungguhnya, tidak sibuk dengan garis batas dengan melupakan sesuatu yang dibatasi (yakni, sibuk dengan lafadz tapi lupa dengan kandungan hakikatnya), sibuk dengan nama tapi melupakan benda yang dinamai. Kalau orang beriman, ia akan faham dari perintah tadi, bahwa ia harus bergerak untuk menyembelih seekor sapi betina.

Adapun kata “menyembelih” itu punya makna khusus, punya penerapan khusus, dan ada bukti penguat lain dari perkataan para penyair, maka ini tidak mungkin terlintas dalam fikirannya pertama kali. Tapi yang pertama tertanam dalam hatinya adalah, kehendak untuk bergerak demi melaksanakan perintah, yaitu menyembelih sapi betina.

Begitulah orang beriman menerima perintah Alloh Ta‘ala, ia menerimanya untuk mengamalkannya, ketika mengamalkan itulah ia akan merasakan manisnya iman dalam hatinya, cahaya ilmu dalam jiwanya semakin terang, dan Alloh bukakan baginya pengetahuan-pengetahuan yang akan memperkuat hubungannya dengan Alloh Ta‘ala.

Adapun kaum yahudi, orang-orang yang dungu dan bodoh itu, maka lain bentuk perintah itu ketika jatuh kepada mereka. Mereka akan mengatakan, “Ini adalah perintah yang bagus, tapi kami akan menerapkannya dengan cara yang tidak sesuai dengan yang difahami orang pada umumnya. Hanya orang-orang polos yang memahami bahwa sapi betina di sini adalah benar-benar sapi betina. Padahal, mungkinkan semua sapi betina cocok untuk pelaksanaan perintah Alloh ini? Maka dari itu, mari kita tanyakan, sapi betina yang bagaimana?”

Saat itu, orang-orang yahudi hidup di tengah seorang nabi yang menerima wahyu, lalu mereka saling mendebat dan berbincang seputar ciri sapi betina itu. Namun, marilah kita ilustrasikan bahwa orang-orang yahudi itu hidup tanpa adanya seorang nabi. Dikatakan kepada mereka, “Sesungguhnya Alloh memerintahkan kepada kalian untuk menyembelih seekor sapi betina…”, lantas apa kira-kira yang akan dikatakan oleh para pemutar balik fakta itu (atau as-sufahaa’ / orang-orang bodoh dalam istilah Al-Quran)? Bisa dipastikan mereka hanya duduk di hadapan perintah tersebut, lalu menyimpangkan makna dan mentakwilkan hakikat pertama, supaya mereka bisa beralasan untuk tidak beramal dan melaksanakan perintah. Tetapi, setiap kali seseorang jauh dari hakikat pertama yang menempel di otaknya, mau tidak mau ia akan semakin merasa capek dan payah. Ketika yahudi semakin menambah pertanyaan, urusannya jadi semakin rumit bagi mereka, akhirnya: “…mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakannya.”

Dikatakan kepada orang-orang itu, “Berimanlah sebagaimana manusia telah beriman…”
Mereka mengatakan, “…apakah kami mau beriman seperti orang-orang bodoh itu beriman?”
Sebagaimana anda lihat, saudaraku fillah, ayat ini menunjukkan dua makna:

Pertama: Mereka menolak mengikuti kebenaran karena orang-orang lemah dan kaum fakir miskin mendahului mereka dalam beriman. Maka jiwa mereka yang kotor merasa terlecehkan jika disejajarkan dengan orang-orang itu, di mana Alloh telah muliakan mereka dengan cahaya iman dan nyamannya rasa yakin. Maka, mereka menolak iman dan menghindarinya. Sebelumnya sudah nampak dari diri mereka indikasi kesombongan seperti ini, yaitu ketika mereka meminta kepada Rosululloh SAW untuk membuatkan majelis tersendiri, atau majelis khusus bagi mereka untuk mengkaji Islam dan Iman. Tapi ketika beliau berkeinginan dan condong menuruti kemauan mereka karena menginginkan mereka mendapatkan hidayah, Alloh Ta‘ala menegur beliau, firman-Nya:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلاَتَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلاَتُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا وَقُلِ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ فَمَن شَآءَ فَلْيُؤْمِن وَمَن شَآءَ فَلْيَكْفُرْ
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Robbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. Dan Katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Robbmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir…” (QS. Al-Kahfi: 28 – 29)

Begitulah Alloh mencabut kemampuan dalam diri mereka untuk menghargai kebenaran, sebab kebenaran sendiri sudah terkandung kekuatan di dalamnya. Sebab ia bersumber dari Alloh Ta‘ala,
وَقُلِ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ
“Dan katakanlah (Muhammad): kebenaran itu datangnya dari Robbmu…”
… artinya, kebenaran itu tidak semakin kuat dengan menerimanya kalian, dan tidak melemah dengan berpalingnya kalian. Kebenaran sudah dengan sendirinya mengandung kekuatan, sebab ia berasal dari Alloh Ta‘ala, dan kalianlah yang akan mengambil manfaat darinya, bukan kebenaran yang mengambil manfaat dari kalian.

Kedua: Mereka terlalu menganggap dirinya lebih mengerti hakikat sesuatu dalam bentuk pertamanya, tanpa takwil yang menghapus hakikatnya. Akibatnya, mereka mencela pemahaman pertama yang difahami orang pada umumnya, dengan alasan bahwa pemahaman itu adalah pemahaman orang awam, cara yang tidak pantas ditempuh oleh akal mereka yang agung menurut mereka. Maka ketika mereka sibuk melakukan takwil yang dalam dan penelitian yang rusak, mereka kehilangan cahaya iman, di mana iman itu tidak akan bersemayam di dalam hati dan hati tidak akan merasakannya kecuali setelah adanya penerimaan dan pembenaran. Dan ketika itulah syetan mulai menyeret mereka kepada syubhat-syubhat logika, akhirnya akal mereka jadi rusak.
Yang masuk ke dalam makna pertama adalah para pemegang kedudukan dan harta, yang menolak menerima kebenaran karena orang awam mengikutinya. Mereka adalah pengikut hawa nafsu (syahwat).

Sedangkan yang masuk makna kedua adalah para pemutar balik fakta, para penyeru sikap mendetail-detailkan masalah di luar kewajaran dan kaum rasionalis. Mereka adalah para pengikut syubhat. Mereka ini juga masuk dalam pernyataan pertama,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ ءَامَنَّا بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الأَخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلاَّ أَنفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ
“Dan di antara manusia ada yang mengatakan, kami beriman keapda Alloh dan hari Akhir, padahal mereka tidak beriman. Mereka menipu Alloh dan orang-orang beriman, padahal tidaklah mereka menipu selain diri mereka sendiri tetapi mereka tidak menyadari.” (QS. Al-Baqoroh: 8, 9)

Inilah permasalahannya: permasalahan orang-orang yang lelah dengan pekerjaan dan dipayahkan oleh banyaknya pengikut. Mereka mengira ketinggian di dunia itu dengan adanya materi dan nilai kehormatan. Namun, hendaknya mereka ingat bahwa kebanyakan penghuni surga adalah orang-orang fakir.

Mereka juga harus ingat, bahwa pemikiran selain mereka ada yang lebih besar, hanya saja sejarah tidak akan mencatat selain kisah orang-orang yang berbuat nyata. Ya Alloh, jadikan kami salah satu dari mereka.

Berapa besarkah keagungan Islam ini sebenarnya? Sehingga, berapa pula orang-orang besar yang ia butuhkan untuk mengangkat kedudukannya di dunia ini?!!

Ketika tertanam dalam diri seorang mukmin bahwa ia wajib mengorbankan nyawanya demi membela agama ini, maka ia punya kewajiban berikutnya, yaitu memahami dengan benar bahwa sunnatulloh tidak akan meninggalkan siapa pun. Sunnatulloh tidak akan berubah hanya karena kepribadiannya yang baik.

لَّيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلآَأَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَن يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَبِهِ
“(Pahala dari Alloh) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu …” (QS. An-Nisa;’: 123)

Jadi, sunnah-sunnah Alloh itu menjadi penentu bagi seluruh umat manusia, baik yang beriman mau pun yang kafir. Alangkah agungnya perkataan Ibnu Taimiyah Rohimahulloh Ta‘ala ketika ia berkata, “Sesungguhnya Alloh benar-benar akan memenangkan negara kafir yang adil dan melanggengkannya, dan Alloh akan mengalahkan negara muslim yang dzolim dan memusnahkannya.”
Ini termasuk pemahaman beliau yang sempurna. Karena, keadilan adalah pilar utama kerajaan.

Dengan ini kita tahu bahwa sunnatulloh itu akan berjalan dengan pengaturan Alloh, walau pun semua manusia tidak mau menerima. Alloh Ta‘ala berfirman:
إِن تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللهِ مَالاَيَرْجُونَ
“Jika kamu (orang-orang beriman) merasa sakit, maka mereka (orang-orang kafir) juga merasa sakit, hanya saja kalian berharap kepada Alloh yang mereka tidak mengharapnya…” (QS. An-Nisa’: 104)

Jadi, orang Islam juga akan merasakan kesakitan dan merasakan sunnah-sunnah Alloh yang terjadi pada manusia umumnya. Sunnatulloh itu tidak akan berubah hanya karena alasan niat baik seorang muslim, atau maksud dan tujuannya yang mulia. Hal ini masuk dalam syarat sebuah amal disebut sholeh (yaitu mengikuti sunnah dan tidak menentangnya). Sebab, di antara syarat amal sholeh adalah mengikuti sunnah Nabi SAW yang syar‘iy. Dan, sunnah syar‘iy dari beliau itu pasti sejalan dengan sunnah kauniyah Alloh. Maka tidak ada satu sunnah pun yang dibawa Rosululloh SAW melainkan menjadi solusi bagi sunnah-sunnah dalam kehidupan ini, sekaligus akan merealisasikan maksud dan niat baik seseorang. Dengan inilah, janji Alloh untuk memenuhi semua kemaslahatan di dunia terpenuhi, dan juga pahala di akhirat tercapai pada hari kiamat. Orang seperti itu akan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.

Akan tetapi, jangan pernah mengira, bahwa kebahagiaan dunia itu terpenuhi dengan banyaknya harta, kedudukan terhormat, dan kedudukan tinggi. Semua ini bukan menjadi tujuan seorang muslim sama sekali. Sebab tujuan orang muslim itu tergantung dengan mencapai kesyahidan. Demikian juga manusia, ia akan bisa menjalankan sunnatulloh dengan baik dengan mengikuti sunnah Nabi SAW.

3. Menyadari Bahwa Jihad Adalah Awal Sekaligus Akhir Semua Urusan, dan Jihad Adalah Cara Alloh Menguji Umat Manusia Supaya Terlihat Hakikatnya
Model para shahabat dulu berbeda-beda, kemampuan dan tauladan yang mereka berikan juga bermacam-macam. Akan tetapi, ada satu hal yang mengumpulkan mereka tanpa terkecuali, ada tali yang mengikat mereka tanpa pandang bulu, tali itu adalah jihad fi sabilillah.

Bahkan, kita melihat bahwa mayoritas permasalahan-permasalahan ilmu yang diajarkan Rosululloh SAW, baik ilmu dalam berdagang maupun hukum-hukum lainnya, itu dipelajari para shahabat Radhiyalloh ‘Anhum ketika dalam kondisi berjihad di jalan Alloh Ta‘ala.

Saya tidak bisa menyebutkan banyak contoh atau menguasai sebagian contoh ini yang menjadi bukti kaidah di atas. Akan tetapi, saya menganjurkan kepada para penuntut ilmu untuk membuka dan membaca Shohih Bukhoriy misalnya (yang merupakan contoh terbaik dari apa yang saya katakan), tapi mereka harus membacanya dengan teliti dan disertai perenungan. Dan cobalah masing-masing untuk mengumpulkan sebab terjadinya hadits yang tercantum. Artinya, hendaknya dipelajari kapan hadits itu dikatakan dan di mana dikatakan. Niscaya nanti akan terlihat bahwa kebanyakan masalah-masalah fikih dalam kehidupan ini secara umum, itu disampaikan di medan jihad di jalan Alloh Ta‘ala. Berikut sebagian contohnya:
a. Sabda Rosululloh SAW kepada Jabir RA, ketika beliau menyarankan kepadanya untuk menikahi wanita yang masih perawan,
هَلاَّ بِكْراً تُلاَعِبُكَ وَتُلاَعِبُهَا
“Mengapa kamu tidak menikahi wanita perawan, yang kamu dan dia bisa saling bercumbu…?”
Nabi SAW mengucapkannya di akhir sebuah pertempuran.
b. Fikih Tayammum karena junub, diambil dari peristiwa dalam sebuah pertempuran.
c. Hukum Nikah Mut‘ah, baik ketika masih dihalalkan dan ketika diharamkan untuk selama-lamanya, semua itu terjadi dalam pertempuran.
d. Bolehnya melakukan kerjamasa (syirkah) Abdaan, diambil dari hadits yang terkait tentang bolehnya dua orang mujahidin bersekutu dalam urusan ghonimah.

Banyak sekali contoh lain yang tidak mungkin kita sebutkan semua. Semuanya menunjukkan dengan jelas bahwa semua aktifitas yang semestinya dikerjakan umat ini, begitu juga aktifitas lain apa pun, itu mengikuti jihad fi sabilillah Ta‘ala.

Tatkala semua aktifitas umat ini –selain yang dikecualikan oleh sang Pembuat Syariat yang Mahabijaksana—adalah bagian dari jihad fi sabilillah, maka umat yang paling diutamakan adalah yang paling tekun berjihad, yang paling dijadikan tauladan adalah yang paling banyak menggeluti debunya. Jadi yang diutamakan adalah orang yang berjihad di jalan Alloh Ta‘ala. Begitu juga halnya dengan para komandan, khalifah, dan pemimpin umat Islam; tidak ada seorang khalifah pun dalam sejarah kita yang begitu panjang, kecuali dia seorang muqotil (petempur) mujahid, dan berada di urutan tertinggi dalam amalan agung ini.

Harun Ar-Rosyid misalnya, beliau adalah sosok yang agung, sayangnya para pendusta membuat-buat kisah-kisah palsu bahwa dia suka bermewah-mewah, suka berbuat sia-sia dan berpesta pora. Padahal, kalau mereka tahu fakta sebenarnya, tentu mereka akan malu sekali. Namun, nampaknya mereka memang tidak punya rasa malu.

Harun Ar-Rosyid, beliau berperang setahun dan berhaji setahun. Ia bahkan tidur di atas kuda jihadnya sampai kakinya keras karena seringnya menaiki kuda tersebut. Ia meninggal dalam pertempuran As-Shoif di daerah Timur, dalam kondisi berjihad di jalan Alloh Ta‘ala.
Kalau ada yang mengatakan, “Tapi, dia banyak harta.”
Kami katakan, “Benar, umat Islam memang harus begitu. Harus kaya seperti dia. Dia bukan kaya tapi kemudian rakyatnya tidak mendapatkan sesuap roti seperti kondisi para penguasa dzolim dan angkuh.”

Kami juga katakan, “Semua ini adalah anugerah Alloh yang diperoleh karena berjihad di jalan Alloh. Karena dengan jihad itulah Alloh mewariskan kepadanya negeri-negeri orang dzolim, sebagaimana sabda Nabi SAW, “…dijadikan rezekiku di bawah bayang-bayang tombakku…”
Kami katakan perkataan ini untuk menjawab orang yang mencoba mencari sosok kepemimpinan yang benar dan tepat bagi masyarakat Islam. Demikian juga dengan organisasi dan kelompok. Kita tidak akan pernah bisa –menerima atau pun tidak—melahirkan kepemimpinan yang tepat kecuali melewati kondisi yang benar untuk melahirkannya. Kondisi itu adalah jihad di jalan Alloh.

Ketika seorang pemimpin tampil dengan sekelompok manusia di sekelilingnya pada kondisi genting dan menakutkan, dalam kondisi mempertahankan kesabaran dan menahan rasa berat, yang ini merupakan kondisi luar biasa keras, maka saat itulah barang tambang itu kelihatan aslinya. Ketika itulah, keaslian seorang pemimpin terbersihkan dari debu dan kotoran. Itulah pemimpin sejati yang pantas memangku jabatan tersebut. Bahkan, jabatan sebagai pemimpin memang satu hal yang patut dihormati dan dibanggakan. Akan tetapi kalau itu terjadi pada zaman kesantaian dan kelesuan, zaman kehinaan dan ketertindasan, zaman kerendahan dan kenistaan, di mana seorang syaikh datang mengenakan surban, kemampuannya paling maksimal adalah menyampaikan kata-kata penuh semangat dan indah, setelah itu ia bisa memikat fikiran orang-orang yang mendengarnya lalu mereka langsung menganggapnya sebagai pemuka dan pimpinan, maka kondisi seperti inikah yang akan melahirkan pemimpin yang tepat?

Ataukah ketika ada seorang lelaki yang datang kepada kita dengan kemampuannya berpropaganda, dengan kemahirannya menerbitkan majalah, atau selebaran, atau koran, lantas orang menganggapnya mulia, mereka mengenalnya sebagai penulis yang hebat, politikus yang handal, apakah seperti ini cara yang benar dalam melahirkan pemimpin sejati?
Ini sekedar contoh. Silahkan Anda memberikan penilaian dengan contoh ini, supaya Anda tahu bahwa kepemimpinan sejati itu hanya bisa diketahui dengan jihad di jalan Alloh Ta‘ala, di saat-saat penuh kesulitan dan kegoncangan.

Al-Quranul Karim telah menampilkan sebuah contoh indah di hadapan kita, tentang bagaimana mengeluarkan barang yang murni dari sekian benda-benda palsu yang menumpuk. Pemaparan contoh ini adalah permisalan yang hidup dan realistis dalam mengajari umat tentang cara mengeluarkan barang murni ni, tentang cara menyaring barisan, cara menilai kadar para lelaki. Peristiwa sejarah yang dipaparkan Al-Quranul Adzim ini juga berisi jawaban yang jelas dan gamblang bagi munculnya metode-metode bid‘ah dalam membentuk kader dan membentuk kemampuan. Sebab, banyak sekali orang-orang berfikiran pendek hari ini yang melontarkan cara yang bid‘ah dalam tubuh umat ini. Dalam ajakan-ajakan yang mereka serukan ini –yang lambat laun kita akan mengetahui hakikatnya—mereka melenyapkan kekuatan yang unik dan hakiki di dalam diri pemuda muslim.

Para penganut faham tarbiyah berusaha mencari dalil untuk membenarkan cara yang mereka tempuh dalam pembentukan umat dan tokoh-tokohnya. Anda lihat mereka berteriak di mana-mana bahwa umat Islam dan pemuda muslim sangat memerlukan tarbiyah dan persiapan sebelum diletakkan dalam medan ujian dan cobaan. Mungkin, dalil paling menonjol yang dipakai arus gerakan bid‘ah ini adalah kisah Tholut ‘Alaihis Salam. Kita akan menampilkan peristiwa tersebut seperti yang digambarkan Al-Quran, supaya nampak dengan jelas bahwa kisah tersebut justeru menjadi dalil yang membantah mereka, bukan mendukung mereka. Dan sebenarnya, peristiwa itu merupakan salah satu landasan dan dalil dari gerakan-gerakan jihad, yang membuktikan bahwa gerakan jihadlah yang berhasil mendidik umat dan melahirkan para pemimpin, serta mengajari kita bagaimana menilai kadar seseorang.

Dalam surat Al-Baqoroh ada cerita panjang tentang Bani Israel. Di antara firman Alloh tentang Bani Israel sepeninggal Nabi Musa ‘Alaihi `s-Salam dalam surat ini adalah (lihat Al-Baqoroh: 246 – 252):
أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلإِ مِن بَنِى إِسْرَاءِيلَ مِن بَعْدِ مُوسَى إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَّهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُّقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللهِ
“Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Alloh…”

Dalam ayat ini, sebagaimana kita lihat, yang meminta kehadiran seorang raja adalah para pemuka (dalam bahasa arabnya: Al-Mala’). Dan kata Al-Mala’ dalam Al-Quran merupakan sifat yang tidak enak diterima jiwa. Sekedar sebutan kata Al-Mala’ dan penggunaan sifat ini pada suatu kaum, cukup mengesankan adanya kehinaan dan menyematkan sifat-sifat yang tercela dan buruk (silahkan memeriksa kata Al-Mala’ dalam Al-Quranul Karim).

Al-Mala’ biasanya tidak meminta sesuatu yang baik, kalau lah mereka memintanya maka biasanya karena ada sesuatu yang tersembunyi dalam diri mereka. Dan di sini saya tidak tahu, mengapa para Al-Mala’ itu membeda-bedakan antara nabi dan raja yang berperang. Padahal sunnatulloh yang berlaku bagi para nabi, baik dari kalangan Bani Israel atau bukan, bahwa nabi itu pasti menjadi pemutus hukum, pemimpin dan sekaligus hakim. Hal ini jelas terlihat dalam tubuh Bani Israel, diperkuat dengan hadits Nabi, beliau bersabda, “Dulu, Bani Israel dipimpin oleh para Nabi.” Maka, apakah permintaan bersyarat dari para Al-Mala’ itu sengaja didahulukan agar kita tahu bahwa yang meminta itu benar-benar Al-Mala’ (yang mengandung konotasi buruk, pent.) walau pun mereka menghiasnya dengan yang lain agar tampak indah? Jawaban dari pertanyaan ini memerlukan pembahasan dan penelitian lain, walau pun untuk saat ini pendapat itulah yang lebih membuat jiwa tenang. Bahkan, begitu cepatnya hakikat siapa diri mereka yang tercantum di akhir ayat, memberi tahu Anda akan kebenaran pendapat yang kami katakan.

Alloh Ta‘ala berfirman di sana,
فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْا إِلاَّ قَلِيلاً مِّنْهُمْ وَاللهُ عَلِيمُُ بِالظَّالِمِينَ
“…tetapi ketika Kami wajibkan atas mereka berperang, mereka berpaling kecuali sedikit di antara mereka, dan Alloh Mahatahu tengan orang-orang dzalim.”

Setelah itu, ayat-ayat berikutnya menjelaskan kepada kita bagaimana peristiwa itu secara globalnya, dan bagaimana berperang diwajibkan atas mereka, dan bagaimana kisah selanjutnya dan bagaimana ia berjalan:

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا قَالُوا أَنَّى يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِّنَ الْمَالِ
“Dan Nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Alloh telah memilih Tholut sebagai raja bagi kalian,” Mereka berkata, “Bagaimana mungkin dia menjadi raja bagi kami padahal kami lebih berhak menerima kerajaan daripada dia dan dia tidak diberi kelapangan dalam urusan harta…?”

Kalam robbaniy ini mempertegas kepada kita bahwa ujian itu ditimpakan kepada para Al-Mala’, Al-Mala’ yang banyak harta. Al-Mala’ itu menuntut kerajaan. Karena Alloh Mahatahu tentang orang-orang dzalim, maka Dia sudah tahu bahwa orang-orang itu menuntut kerajaan saja, bukan raja yang mau berperang. Sedangkan landasan kebenaran mereka dalam menerima seseorang sebagai raja adalah banyak harta. Kalau kita mencoba membayangkan kepribadian para Al-Mala’ itu, dan bagaimana mereka berusaha dengan cara-cara palsu dan licik untuk menutupi pembenaran berperang, tentu akan jelas bagi kita banyak hal. Pertama-tama mereka meminta:
مَلِكًا نُّقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللهِ
Seorang raja yang berperang di jalan Alloh bersama kami…”,
… tapi tatkala sang Nabi menjawab hujjah mereka dan meningatkan aib dalam diri mereka dengan mengatakan,

قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِن كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلاَّ تُقَاتِلُوا
“…apakah barangkali, kalau diwajibkan atas kalian untuk berperang, kalian tidak mau berperang…?”

Maka jawaban mereka atas pertanyaan sang Nabi ini memperkuat apa yang sebelumnya mereka nyatakan, bahwa apa yang disukai dan dicintai oleh jiwa kami seperti yang engkau ketahui (wahai Nabi), itulah yang mendorong kami meminta berperang,

قَالُوا وَمَالَنَآ أَلاَّ نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِن دِيَارِنَا وَأَبْنَآئِنَا
“Mereka berkata, “Bagaimana mungkin kami tidak mau berperang, sementara kami telah diusir dari negeri-negeri dan anak-anak kami…?”

Itulah kata-kata para Al-Mala’ tersebut, kata-kata yang justeru menelanjangi siapa mereka sebenarnya. Pengantar ini akan mengantar Anda kepada peristiwa-peristiwa yang akan terjadi berikutnya, yang semua itu mengupas tentang siapa sebenarnya mereka.

فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوتُ بِالْجُنُودِ
“Maka ketika Tholut membawa pasukannya…”

… ayat ini mengandung makna bagaimana para Al-Mala’ itu mundur ke belakang. Di dalamnya ada isyarat bahwa para Al-Mala’ itu berguguran, ada yang masih konsisten ikut pasukan perang sehingga ia menjadi seorang tentara. Ada yang tetap tinggal di tempat supaya tetap disebut Al-Mala’. Di mana hakikat asli mereka mengarah pada saat genting, di situlah hakikat mereka yang sebenarnya berada. Siapa yang ikut dalam pasukan, maka ia berada di bawah sifat baru, yaitu tentara.

فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوتُ بِالْجُنُودِ
“Ketika Tholut membawa pasukannya…”

Tholut ditunjuk sebagai raja tanpa campur tangan para tentara dan para Al-Mala’, ia ditunjuk atas perintah ilahi,

إِنَّ اللهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا
“Sesungguhnya Alloh telah mengirim Tholut sebagai raja kalian…”
… sebagai licensi pengangkatannya.

بَسطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ
“Dengan membekalinya kelebihan dalam urusan ilmu dan kekuatan fisik…” yakni kekuatan sekaligus amanah.

Kemudian datang ujian syar‘iy yang tanpa ada campur tangan dari manusia, ujian itu adalah kata-kata Tholut:
إِنَّ اللهَ مُبْتَلِيكُمْ بِنَهَرٍ فَمَن شَرِبَ مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَمَن لَّمْ يَطْعَمْهُ فَإِنَّهُ مِنِّي إِلاَّ مَنِ اغْتَرَفَ غُرْفَةً بِيَدِهِ
“Sesungguhnya Alloh menguji kalian dengan sungai, siapa yang minum darinya maka ia bukan dari golonganku. Dan siapa tidak meminumnya maka ia termasuk golonganku. Kecuali yang mengambil satu cidukan dengan tangannya…”

Ini adalah perintah syar‘iy yang ditetapkan Alloh, bukan karena dianggap baik oleh akal manusia seperti syarat yang ditetapkan para pengklaim faham tarbiyah. Lantas, bagaimana manusia boleh membuat syarat dalam jihad dengan sesuatu yang tidak Alloh turunkan kekuasaan atasnya?
Apa dalil yang menunjukkan pensyaratan bid‘ah ini?
Ada seorang syaikh yang menghendaki umat ini tidak usah berjihad sampai mereka terbiasa sholat malam, tanpa ada satu pun yang tidak mengerjakan. Ada juga syaikh yang tidak memperbolehkan umat ini berjihad sebelum hafal hadits-hadits Arba‘in An-Nawawiyah. Ada syaikh yang mensyaratkan dalam jihad, umat harus memahami dulu masalah politik dan aturan main negara-negara internasional. Ada syaikh yang sebelum jihad dilakukan wewajibkan pembuangan fanatisme madzhab, kalau tidak maka jihad tersebut akan menjadi jihad demi madzhab yang empat. Ada lagi yang lain, dan ada lagi yang lain…
Syarat-syarat yang tidak pernah Alloh turunkan hujjah atasnya.

Kemudian, ada satu pokok masalah yang perlu dikaji di sini, yaitu: Apakah Tholut ‘Alaihis Salam menetapkan berbagai syarat tertentu sebelum mengumumkan jihad? Ataukah syarat-syarat untuk pasukannya itu berlaku setelah ia membawa pergi pasukannya?

Ini adalah point penting, sebab kisah itu menunjukkan kepada kita bahwa komandan boleh menguji hakikat dan kapasitas tentaranya, dan seberapa mereka kuat menahan kesulitan dan beban berat yang ada dalam perjalanan jihad, tentunya itu terlihat dari pergerakan yang ia lakukan bersama-sama tentaranya. Bukan seperti yang diinginkan para syaikh kita di zaman sekarang, yaitu menguji mereka tapi mereka berada di atas kasur yang empuk. Maka sungguh jauh perbedaan antara keikhlasan dan kemurnian hakiki yang keluar dari tengah huru-hara dan badai cobaan, dengan keikhlasan semu yang keluar dari ujian kesetiaan kepada para penguasa dan menyerahkan kepala ini seperti burung beo yang tidak faham dan mengerti. Akhirnya, kepemimpinan disematkan berdasarkan kesuksesan dalam hal itu.

Sesungguhnya pengetahuan Tholut akan hakikat pasukannya didapat dari perjalanan dia bersama mereka dalam jihad di jalan Alloh Ta‘ala. Dan inilah cara yang menjadi pendapat kami dan kami seru manusia untuk mengikutinya, dengan anugerah dan rahmat Alloh Ta‘ala. Dan kami memuji Alloh Ta‘ala yang telah menyelamatkan kami dari penyakit-penyakit yang menimpa orang lain serta menyelamatkan kami dari pemahaman-pemahaman cacat mereka.

Selanjutnya, loloslah mereka yang lolos seleksi itu untuk kemudian menghadapi Jalut dan tentaranya, setelah ujian sungai dan minum darinya, dan setelah ujian jumlah pasukan yang banyak dan kekuatan materi. Al-Quranul Karim tidak menceritakan kepada kita bahwa ujian berupa banyaknya jumlah musuh itu menjadikan suatu kaum gugur begitu saja. Bahkan, kaum itu justeru mendapatkan pujian sebelum mereka melihat jumlah musuh yang banyak, di mana Alloh Ta‘ala berfirman tentang peristiwa sungai,
فَلَمَّا جَاوَزَهُ هُوَ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ
“Ketika Tholut dan orang-orang beriman bersamanya berhasil melewati sungai…”

Sifat iman dalam ayat ini adalah pujian, akan tetapi iman itu bertingkat-tingkat, bukan satu tingkatan saja.

Alloh Ta‘ala berfirman:
فَهَزَمُوهُم بِإِذْنِ اللهِ وَقَتَلَ دَاوُدُ جَالُوتَ وَءَاتَاهُ اللهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَآءُ
“Maka Tholut berhasil mengalahkan mereka dengan izin Alloh, dan Dawud membunuh Jalut, dan Alloh memberikan kepada Dawud kerajaan serta hikmah dan mengajarinya ilmu yang Dia kehendaki…”

Takdir ilahi menentukan kemenangan itu diraih oleh orang-orang beriman, dan terjadilah janji Alloh:
كَم مِّن فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللهِ وَاللهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Betapa banyak kelompok yang sedikit berhasil mengalahkan kelompok yang banyak dengan izin Alloh, dan Alloh bersama orang-orang yang sabar.”

Dari peristiwa pertempuran, dari tengah-tengah kekacauannya, dan dari gerakan jihad, akhirnya manusia mengenal siapa itu nabi Dawud ‘Alaihi `s-Salam. Kita meyakini bahwa kenabian adalah pilihan semata. Dulu para salaf mencela Imam Ibnu Hibban Al-Bastiy, penulis Shohih Ibnu Hibban, yang mengatakan, “Kenabian adalah ilmu dan amal,” karena ia membuang adanya peran pilihan ilahiy. Akan tetapi, kita meyakini bahwa bukan seperti itu yang dimaksud oleh Imam Ibnu Hibban.

Sengaja saya ketengahkan penjelasan ini sebagai pengantar, supaya tidak ada yang beranggapan bahwa makna ucapan kami tadi membuang peran pilihan. Kita mengerti dari ayat-ayat tadi, bahwa Dawud Alaihis Salam muncul sosoknya setelah membunuh Jalut.
وَقَتَلَ دَاوُدُ جَالُوتَ
… dan Dawud membunuh Jalut…

Maka Alloh Ta‘ala menggabungkan pada diri Dawud apa yang sebelumnya masih terpisah sebelum kejadian, yaitu antara kenabian dan kerajaan,
وَءَاتَاهُ اللهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ
“Dan Alloh memberikan kepadanya kerajaan dan hikmah.”
Benar, ketika tentara bernama Dawud ini membunuh si kafir Jalut, itulah awal mula ia terpilih.

“Dawud membunuh…” (Jalut), di sini Alloh Ta‘ala telah memilih Dawud untuk tugas itu. Lantas, apakah para masyayikh kita memahami makna ini, membunuh, membunuh, sekali lagi membunuh?
Seandainya saja para masyayikh kita mengulangi tafsir dan penjelasan kalimat qotala kepada kita… Nabi SAW pernah bersabda,
لاَ يَجْتَمِعُ كَافِرٌ وَقَاتِلُهُ فِي النَّارِ
“Orang kafir dan pembunuhnya tidak akan berkumpul jadi satu di neraka.” (HR. Muslim.)

Karena tujuan agar umat Muhammad SAW memahami kata-kata qotala (membunuh), dan bahwa itu adalah manhaj Alloh yang selamat dan lurus, maka Alloh SWT menyusulkan setelah kejadian itu dengan kata-kata yang agung dan mulia:
وَلَوْلاَ دَفْعُ اللهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّفَسَدَتِ اْلأَرْضُ
“Dan sekiranya Alloh tidak menolak sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu akan rusaklah bumi ini…”

Seandainya Dawud tidak membunuh Jalut, tentu Jalut dan balatentara akan terus melakukan penyarangan dan penyerbuan, serta merusak tanam-tanaman dan keturunan manusia. Akan tetapi, ketika Alloh memberi nikmat ini dengan mengajarkan kepada mereka untuk membunuh thoghut, maka mereka harus mensyukuri nikmat tersebut. Sebab Alloh Mahamemberi anugerah kepada seluruh semesta alam. Sebagaimana firman Alloh di akhir ayat:
وَلَوْلاَ دَفْعُ اللهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّفَسَدَتِ اْلأَرْضُ وَلَكِنَّ اللهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ
“Kalau bukan karena Alloh menolak sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu akan rusaklah bumi ini, akan tetapi Alloh Maha Memberi anugerah kepada seluruh semesta alam.”
Benar, Alloh Maha Memberi anugerah kepada seluruh semesta alam. Maka, di antara mereka ada yang mensyukuri dan ridho dengan anugerah tersebut, dan ada juga yang menolak dan enggan menerimanya. Lalu ia pergi bergelimang dalam kegelapan sembari mencari kata-kata lain selain
فَهَزَمُوهُم
“…maka Tholut dan pasukannya berhasil mengalahkannya…”
… dan kata-kata:
وَقَتَلَ
“…membunuh…”
تِلْكَ ءَايَاتُ اللهِ نَتْلُوهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ
“Itulah ayat-ayat Alloh yang Kami bacakan kepadamu dengan kebenaran, dan sungguh kamu termasuk salah satu dari para rosul.”

Kisah bersejarah yang diceritakan Al-Quran dengan begitu indah ini menungkapkan kepada kita bahwa jihad adalah awal sekaligus akhir dari segala urusan. Dan jihad adalah methode Alloh Ta‘ala dalam menguji manusia, supaya terlihat hakikat sebenarnya dari umat ini.

Di bagian penutup, kami ringkaskan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
1. Para Al-Mala’ itu membantah dan jihadlah membongkar hakikat mereka sebenarnya. Hakikat asli mereka tidak terbongkar dengan selain jihad, dan mereka adalah orang-orang yang banyak memiliki falsaaft dan bahan debat, dan mereka juga banyak bualan dan kegamangannya.
2. Tholut baru tahu hakikat pasukannya dari hasil perjalanan dan gerakan jihad fi sabilillah Ta‘ala yang ia lakukan. Bukan dalam posisi jauh dari medan pertempuran dan pergerakan atau yang semisal.
3. Iman tidak saling menafikan perasaan-perasaan yang menghinggapi manusia, seperti rasa takut dan khawatir. Akan tetapi, rasa takut dan khawatir ini bukan alat pembenaran untuk tidak mengumumkan jihad di jalan Alloh Ta‘ala.
4. Kepemimpinan Dawud lahir di tengah medan pertempuran. Dan setelah benar-benar terbukti bahwa dia mampu melukai kepala Jalut, maka ia berhak menjadi kepala (pemimpin)
5. Bahwa ilmu syar‘iy adalah salah satu syarat dalam kepemimpinan jihad. Sebab jihad adalah gerakan yang teratur dengan aturan syar‘iy dan perintah-perintah Alloh Jalla fi ‘Ula.
6. Sesungguhnya panji jihad adalah anugerah ilahiy dan nikmat robbaniy. Umat Islam wajib menerima anugerah dan nikmat Alloh itu. Dan siapa yang berpaling darinya, maka ia adalah orang yang rugi dan tertipu.

Sesungguhnya masalah paling sulit yang dihadapi gerakan Islam adalah tidak adanya pemimpin yang pantas serta simbol yang benar untuk melakukan arus gerakan.

Walau pun sempat muncul momen yang tepat tapi temporal untuk melahirkan pemimpin itu, tapi langkah-langkah yang ditempuh masih gagal. Dan kita melihat pemuda muslim itu termasuk orang yang paling menghormati mas’ul dan pimpinannya, ini ketika pemuda itu jauh dari area kepemimpinan dan tidak bercampur dengannya. Tapi giliran ia sudah merasakannya dan bergaul dengannya, kepercayaan itu mulai goyah. Rasa hormat itu mulai runtuh. Dan mulailah ia berteriak menyatakan berbagai kesalahan syaikh dan pimpinan-pimpinannya. Ini semakin memperkuat bukti bahwa cara melahirkan pemimpin yang dilakukan harakah-harakah itu adalah cara yang rusak dan keliru. Dan demi menjaga wibawa seorang syaikh terhormat, atau pemimpin yang diterima, sebagian mereka mencoba menghidupkan cara-cara sufisme dalam memperlakukan para masyayikh. Akan tetapi cara itu sudah dibungkus dengan kedok amal, atau kedok salafi, atau pembenaran-pembenaran berupa aturan yang diambil dari sistem jahiliyah yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan Islam. Namun percobaan berulang-ulang untuk mengsucikan figur pemimpin, tidak akan bertahan lama ketika ada ujian-ujian langsung dari jarak dekat dan menerjuni langsung berbagai kaidah dan kepemimpinan. Siapa di antara pemimpin itu yang kuat menghadapi tekanan-tekanan luar ini, tanpa pandang bulu apakah dia seorang syaikh atau pemimpin, maka akan lahirlah sosok yang telah tertempa, berupa seseorang yang rela mengorbankan fikiran dan keinginannya untuk mereka. Ketika itulah gerakan Islam akan menjadi sebuah kumpulan suara yang berjalan di belakang satu komando. Inilah gambaran paling mendekati kebenaran berdasarkan apa yang kami lihat dari realita pembentukan jamaah-jamaah Islam.

4. Membedakan Ulama Robbaniy dengan Ulama Penguasa Yang Bekerja Sebagai Corong Thoghut:
Para pengabdi dan “tukang sihir” para penguasa murtad yang mengenakan surban acak-acakan dan wajah buruk, dan pemilik fatwa-fatwa bayaran, perumpamaan mereka seperti seekor anjing, jika engkau halau dia menjulur-julurkan lidah, jika engkau biarkan ia juga menjulur-julurkan lidah.

Sebagian orang awam yang menganggap dirinya berilmu dan beragama bagus menggunakan hadits dan atsar-atsar salaf tentang larangan mendekati para penguasa, kemudian menerapkannya pada kondisi zaman sekarang. Dan ini adalah kesalahan yang sangat fatal, sebab realita kedua zaman tersebut memiliki perbedaan yang tidak memungkinkan salah satunya disamakan dengan yang lain. Adapun para penguasa yang dibicarakan para imam dan mereka peringatkan untuk tidak mendekatinya adalah –yang pertama—orang-orang muslim, namun mereka mencampur adukkan antara amal sholeh dan tidak sholeh. Tapi meski demikian, mereka tetaplah menjadi pelindung Islam dan tameng yang menjadi pelindung sendi-sendi kehidupan, menangkal huru-hara zaman dan perangkap-perangkap musuh. Mereka juga tunduk selalu kepada hukum-hukum Islam dan kaidah-kaidah syar‘iy, mereak tidak pernah berusaha untuk menyerang, apalagi menghalang-halangi, kebenaran.

Lantas, di mana posisi kesamaan para penguasa kita dengan mereka?

Para penguasa zaman sekarang telah keluar dari Islam melalui semua pintunya. Mereka telah berpaling dari agama Alloh, menolak hukum-hukum-Nya, menyepelekan agama, syariat-syariatnnya dan pemeluknya. Mereka justeru setia kepada agama-agama selain Islam. Lantas, kebutaan apa yang lebih parah dari kebuataan yang menimpa manusia saat ini, yang sampai-sampai kebutaan itu membuat mereka tidak mampu mengungkap kemurtadan para penguasa mereka?

Bisakah kita mengatakan, bahwa penolakan para “pelayan” penguasa yang menganggap dirinya memiliki ilmu dan kefahaman itu dari mengkafirkan para penguasa tersebut karena adanya syubhat ilmiah?

Sesungguhnya syubhat ilmiah yang layak kita perselisihkan dengan pengkajian dan pemikiran adalah syubhat-syubhat yang tersembunyi dan yang rinci-rinci. Adapun masalah yang orang bermata kabur, bahkan buta, saja bisa menabraknya karena saking besarnya, maka itu tidak pantas kita sebut syubhat.

Sebenarnya, sebab utama yang menjadi pijakan para “pelayan” itu adalah syahwat jiwa. Ya, syahwat terhadap harta dan jabatan, serta rasa takut kalau kehilangan nama di jajaran pegawai negeri. Ya, semua itu sebenarnya adalah ambisi untuk merealisasikan keinginan syahwat.

Bisa kita katakan bahwa thoghut di zaman sekarang berhasil membentangkan pengaruh “ketuhanannya” di muka bumi dengan berbagai penyangga dan pilar. Di antara pilar tersebut adalah, cek uang tunai, surat rekomendasi terhadap seseorang, izin khusus bepergian, dan gelar-gelar akademik. Semua ini adalah penopang terpenting bagi thoghut hari ini. Dengannya thoghut bisa memaksakan kekuasaannya kepada manusia dan mengekang tali kehidupan dengannya dan melaluinya. Ia bisa menolak dan memberi. Dengan satu keinginan darinya, ia bisa menjadikan lembaran uang kertas tak bernilai itu –yang tidak lebih berat dari uang logam—untuk membuat leher-leher tertunduk, jiwa-jiwa menjadi hina, bisa melahirkan kemampuan di luar batas demi meraih harta kekayaan, makanan, tempat tinggal, pakaian, dan kesenangan hidup. Dengan kertas itu pula, ia bisa menjelma sebagai “tuhan”, yang bisa memberi dan menolak sesukanya.

Tak jauh beda dengan ini adalah surat rekomendasi tentang seseorang. Dengan surat itu, thoghut bisa memusnahkan seseorang dari kehidupan dan menjadikannya hilang tak berbekas. Dengan surat itu pula ia bisa menetapkan garis keturunanmu di negerinya atau mencabutnya darimu. Dengan surat itu engkau bisa berpindah dari satu negeri ke negeri lain. Dan yang semisal dengan ini adalah ijazah-ijazah akademik (penjelasan mengenai pilar-pilar ini ada tempatnya tersendiri).

Ada kelebihan aneh yang belum pernah terjadi pada umat-umat di masa lampau. Yaitu, thoghut di zaman sekarang punya hak memberikan label ulama. Jadi, bisa saja dia menganggap si fulan ulama, suaranya terdengar ke saentero dunia dan masyarakat. Atau sebaliknya, bisa juga ia menghendaki fulan yang lain berada dalam kehidupan gelap, diperlakukan seperti tidak punya perasaan dan tidak mendapatkan akses berita.

Jadi, akhi muslim, seandainya engkau bertanya tentang nama-nama ulama di sebuah negeri, maka dengan cepat akan tergambar di benakmu nama-nama yang biasa tercantum di media informasi thoghut. Ulama negeri tertentu yang engkau kenali sekarang itu, engkau mengenalinya karena memang thoghut ingin kamu mengenalinya. Dialah yang mengangkatnya sebagai anggota Lembaga Ulama Besar. Dia juga lah yang menggelarinya sebagai ahli fatwa di negeri ini. Dia juga yang mengangkatnya sebagai menteri Wakaf, yang menjadikannya sebagai qodhi tertinggi, yang mengangkatnya sebagai imam bagi kaum muslimin, yang…yang…dst, semuanya itu thoghut yang melakukan.

Dulu, biasanya syaikh Al-Azhar di Mesir terpilih oleh Lembaga Para Ulama yang saling berkumpul dalam menentukan siapa yang paling berhak mendapatkan gelar syaikh Al-Azhar, supaya tugas ilmiyah ini diberikan kepada orang yang pantas. Tapi sekarang, syaikh Al-Azhar yang menunjuk adalah thoghut. Cukup dengan sedikit karya tulis dan dukungan thoghut, seorang yang masih “kecil” bisa menjadi Syaikh Al-Azhar yang mengeluarkan fatwa-fatwa ilmiyah, kajian-kajian fikih istimewa, dan golongan manusia-manusia jahil saling berdesakkan untuk bisa mengambil air dari mata air ilmunya yang seolah tidak pernah kering. Semua itu tidak terjadi melainkan karena thoghut telah membentangkan jalan baginya untuk mendapat gelar ilmiyah. Sebab, thoghut tidak menginginkan dari rakyatnya selain patuh dan tunduk, bahkan menuhankannya. Dan tidak ada yang mau menjadi pendukungnya selain tukang sihir yang menghias kekuasaannya dan membelanya dari berlalunya zaman. Dan ini adalah syarat yang harus ada, sebab gelar ilmu itu hanya akan dibatasi bagi mereka yang memenuhi syarat-syarat ini.

Akhirnya, manusia tidak melihat ada seorang ulama pun melainkan ia berjalan di rombongan thoghut, atau menjadi salah satu pengikutnya. Dengan begitu, akhirnya nilai ilmu dan ulama jatuh di mata pemuda muslim. Akhirnya, sebagian besar orientasi pemuda adalah mencela ulama dan menjuahkan orang dari mereka.

Padahal yang benar, mereka yang masuk dalam barisan thoghut itu tidak layak untuk digelari sebagai orang yang berilmu. Ahli ilmu sejati adalah yang melaksanakan hak ilmu yang mereka pikul, berlepas diri dari sesembahan-sesembahan batil, dan mencengkeram kuat kebenaran walaupun terasa pahit.

Namun sayang sekali, ahli ilmu seperti ini tidak bisa dikenali kecuali setelah melakukan pengujian terhadap mereka dan setelah melakukan pencarian yang sangat melelahkan. Sebenarnya jumlah mereka banyak, akan tetapi thoghut zaman sekarang menutup mereka dari pandangan manusia dan menghilangkan gelar ilmu pada dirinya sekaligus namanya.

Maka, kewajiban para pemuda muslim dalam mencari ilmu dan menanyakan urusan-urusan agamanya adalah mencukupkan diri pada para ulama yang jujur, yang tidak dikenal di dalam hidup manusia pada umumnya.

Setiap thoghut telah menggalang para pembantu dari kalangan fuqoha, ia menggunakan mereka sebagai alat meneruskan kekufurannya dan menghias hukumnya. Barangkali seseorang akan merasa aneh ketika melihat bahwa kumpulan ulama itu adalah para pelayan thoghut.

Begitulah, setiap thoghut punya pelayan dari kalangan orang yang mengaku ulama. Ia gunakan mereka seperti menggunakan sepatu saja. Ia kumpulkan mereka di muktamar tahunan, di mana di sana ia berikan sedikit penghormatan dan pemuliaan yang mengamini perkumpulan buruk mereka, dengan khutbah yang seolah-olah suci, yang ia hiasi dengan beberapa ayat dan hadits. Dan dengan kata-kata yang kurang bermanfaat, ia menjelaskan kepada para “ulama kita” yang mulia sebagian prinsip dakwah Islam, dan cara-cara menyebarkannya dan memperbaiki citranya di tengah umat manusia. Maka ia mendorong mereka untuk berdakwah kepada Alloh dengan penuh hikmah, agar menyesuaikan diri dengan budaya. Ia juga menjelaskan kepada mereka pintu yang dibuka syetan kepadanya. Jadi mereka seperti batang-batang kayu yang tersandar, hanya senyum-senyum saja seperti orang bodoh sambil mengangguk-anggukkan kepala, seraya sesekali melontarkan kata-kata kekaguman, atau seolah perasaan mereka bangkit lalu mereka memberi tepuk tangan kegirangan dan kesesatan. Seolah mereka tengah menghadapi seorang khalifah yang lurus, atau Imam Mahdi akhir zaman.

Meskipun demikian, thoghut tetap tidak lupa dengan “tongkat pemukul”nya sebagai pengancam, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, sambil mematikan rayuan. Karena ini termasuk prinsip dalam mendidik monyet.

Coba simak contoh kalimat berikut:

“Di antara yang mengusik pikiran kita, dan pikiran setiap muslim yang memiliki kecemburuan terhadap keislamannya, yang selalu berusaha menjaga kesucian dan keimanannya, adalah mulai menyebarnya penyimpangan dari prinsip-prinsip agama kiat yang lurus di sebagian kalangan masyarakat. Mereka menyimpang dari jalan lurus yang tidak ada kebengkokannya. Dan sesungguhnya pengetahuan kita yang mendalam dan kesadaran total kita akan bahaya perang pemikiran yang menargetkan nilai-nilai moral dan akhlak kita yang dibangun di atas prinsip-prinsip Islam dan ajaran-ajarannya yang lurus, benar-benar meningkatkan rasa tanggung jawab yang dipikulkan ke pundak kami selaku Amirul Mukminin, selaku penjaga millah dan agama, di negeri yang aman ini.”

Kata-kata ini adalah bagian dari surat raja Hasan II yang ditujukan kepada Muktamar ke-Tujuh Ikatan Ulama Maroko.

Dalam khutbah yang ia sampaikan di acara peresmian Majelis Ilmu Tertinggi dan beberapa majelis ilmu setempat, ia mengingatkan para ulama itu untuk tidak ikut campur dalam urusan politik, ia berkata, “Yang dimaksud bukan pelajaran-pelajaran untuk berpolitik, ketika saya mengatakan kalimat politik atau politik sehari-hari…jangan sampai kalian masuk dalam urusan yang tidak bermanfaat bagi kalian, yaitu di saat harga bahan bakar atau harga rokok naik.”

Dalam pidatonya yang lain, di hadapan sekumpulan para “pelayan” itu, ia berkata, “Kita tidak akan menutup pertemuan-pertemuan, tidak akan menutup mimbar-mimbar pidato, kita tidak akan kembali ke belakang. Saya hanya khusus membahas masalah ibadah. Untuk muamalah sehari-hari dan kejadian-kejadian, maka itu tidak penting bagi Anda semua. Anda tidak berkepentingan dengan urusan kejadian-kejadian di lorong-lorong gang, perkelahian di jalan, atau sikap tidak sopan di jalan.”

Kata-kata ini diucapkan di hadapan para “pelayan” itu, dan ternyata tidak ada satu pun yang mau menegakkan hujjah Alloh, yang dengan itu akan tertetapkan di hadapan para pemuda bahwa mereka layak disebut ulama. Kalau kita membicarakan mereka, mereka mengomentari kami, “Mereka adalah orang-orang yang tidak menghormati ulama, para pemuda yang ngawur.” Memang, kami tidak akan pernah menghormati para “pelayan”, tapi kami justeru mendekatkan diri kepada Alloh dengan membongkar kedok mereka.

Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad hasan, dari Ubadah bin Shomit, ia berkata, Rosululloh SAW bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيْرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيْرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
“Bukan termasuk golongan kami, orang yang tidak memuliakan yang lebih tua dari kami, tidak menyayangi yang lebih muda dari kita, dan tidak mengerti hak orang berilmu dari kita.”

Di sini, Nabi SAW memerintahkan untuk menghargai dan menghormati ulama serta tidak menghalangi hak mereka untuk dimuliakan, ditutup aibnya dan menolak gangguan yang menghampiri mereka. Tapi, ulama kaum muslimin itu selalunya adalah berfungsi sebagai penjaga agama, penjaga nash-nash dan pemahaman-pemahamannya. Melalui merekalah Alloh menolak berbagai percobaan berulang-ulang untuk mengkaburkan rambu-rambu ajarannya dan menghapuskan petunjuknya. Dan para ulama itu tidak menyisakan tenaga sedikit pun kecuali dipergunakan untuk melaksanakan hak Alloh yang dibebankan atas mereka, demikian juga dengan hak ilmu.

Baiklah, supaya kita tidak terlalu lama berkutat pada istilah-istilah umum yang tidak memuaskan kita, kami akan ajak Anda, akhi fillah, untuk mengupas siapa simbol-simbol petunjuk yang sejati itu, apa sifat ilmu dan ulama di dalam kalam Alloh Ta‘ala dan sunnah Rosululloh SAW serta perkataan para salafus sholeh. Karena orang-orang yang mengaku berilmu terlanjur menjamur, dan neraca orang untuk menilai dan memutuskan hukum telah berubah, dan kata-kata ulama sudah terlanjur menjadi permainan yang tidak ada aturannya. Demikian juga, akhirnya sifat ulama sejati tercabut dari pemilik sebenarnya dan orang yang layak menyandangnya.

Sebelum kami jelaskan sifat ahli ilmu dan ulama, kami akan sedikit menyampaikan kesalahan-kesalahan kaum jahil dan timbangan yang mereka pakai dalam masalah ini. Kesalahan-kesalahan ini banyak sekali menimpa manusia pada umumnya, selain yang dirahmati Alloh Ta‘ala.

Di antara timbangan yang keliru dan paling masyhur dalam menilai manusia dan menentukan apakah mereka berilmu dan memiliki kefahaman, adalah:

Pertama: Sudah menjadi hal lumrah di kalangan manusia pada umumnya, selain yang dirahmati Alloh, bahwa mereka tidak lagi mampu memilah seorang khotib yang pandai berkata-kata dan bersuara lantang, dan mana orang alim sebenarnya. Sebab, mayoritas manusia tidak datang ke masjid selain pada hari Jumat, atau ketika ada undangan dalam perkumpulan-perkumpulan yang biasa disebut seminar. Sebab lainnya karena mereka sudah tidak mau disibukkan lagi dengan hukum dan syariat-syariat agama, sesibuk ketika mereka membahas analisa-analisa politik, atau berita-berita dan hikayat.

Maka dengan itu, rasa bangga mereka meledak, rasa iri satu sama lain muncul sesuai apa yang mereka lihat dan dengar dari suara yang keras, atau mencela fulan dan fulan. Yang lain menampilkan ke tengah manusia rusaknya tingkah laku dan keburukan penilaian mereka terhadap sesuatu atau tindakan. Akhirnya, manusia berpaling dari pengkajian yang sejuk, pembahasan-pembahasan ilmiyah, dan pernyataan-pernyataan syar‘iy. Mereka lebih menghadap kepada orang-orang tersebut, yang memiliki kemahiran dalam seni bersilat lidah dan bersuara lantang. Manusia berpaling dari orang yang bisa membawa mereka kepada amal nyata, yang menganjurkan kepada syariat, dan menerangkan hukum-hukum agama serta fikih.

Atas dasar ini, para pengkhotbah di atas mimbar dibagi menjadi dua:

1. Para pemilik “tepung” yang tidak berpenggiling, yang banyak bicara tapi tanpa ilmu dan kefahaman. Bahkan yang seharusnya manusia mengembalikan urusan kepada Al-Quran dan Sunnah, dan yang seharunya ia hiasi khutbahnya dengan ilmu yang benar serta dengan Al-Quran dan Sunnah, ia malah menjadi “koran” mimbar. Sebelum naik mimbar, khotib itu memilih sebuah berita yang ada di koran, lalu ia mengomentarinya, mengkampanyekan isinya, membelanjakan barang dagangannya, di saat kaum muslimin tengah tertimpa musibah. Atau ia kupas tentang sebuah musyawarah semu yang dilimpahkan kepadanya. Ketika itulah, pekan ini adalah pekan kegembiraan, sebab ia telah mendapatkan materi menarik untuk khutbahnya, yang dengan khutbah itu ia bisa menyedot perhatian telinga agar tertuju kepadanya. Dari khutbah itu, ia berubah menjadi orang alim yang bersinar dan terkenal. Secara umum, orang-orang seperti ini paling menghindari pembahasan hukum-hukum syar‘iy tertentu. Biasanya perkataan mereka seputar hal-hal umum, yang dengan hal-hal umum tersebut manusia tidak terharuskan melakukan sikap yang mengundang bahaya. Orang-orang seperti ini, adalah para ulama, menurut sebagian orang.

2. Ketika sebagian penuntut ilmu melihat rusaknya tingkah laku manusia disebabkan para khotib kelompok pertama, setelah itu manusia juga berpaling dari fikih dan ilmu, dan para penuntut ilmu itu melihat bahwa pembicaraan di mimbar telah berubah menjadi “koran mingguan”, maka mereka menganggap itu adalah perkara besar yang kemudian mendorong mereka untuk mengambil sikap kebalikan. Yang sama sekali berbeda dengan bagian pertama dari segala sisi. Sikap itu adalah: tidak berkata-kata selain dalam hal yang terkait dengan muslim secara pribadi. Artinya, mereka membicarakan hukum dan fikih agama umum yang tidak mereka ketahui. Akhirnya, ia tidak mau berbicara selain urusan berbakti kepada kedua orang tua, adab berkunjung yang syar‘iy, hukum-hukum aqiqoh, bid‘ahnya puasa nishfu sya‘ban, walau pun terkadang ia mukaddimahi dengan pembicaraan tentang orang-orang dahulu, kemenangan-kemenangan yang dicapai bapak-bapak kita, dan tentang zaman kejayaan Islam…dst.

Nah, orang muslim biasa tidak keluar dari bahan permainan antara dua kelompok ini. Para khatib secara umum menghindari berbicara tentang hukum-hukum syar‘iy yang harus dijalankan setiap muslim dengan sikap tertentu dalam kaitannya tentang kejadian-kejadian kontemporer. Musibah ini merata, pada anak muda dan orang tua. Kaum muslimin terdidik dalam suasana seperti ini sampai-sampai itu menjadi bagian dari hidup mereka.

Maka sangat jarang Anda temukan seorang khotib yang memaparkan hukum-hukum syar‘iy tertentu pada kejadian-kejadian dalam kehidupan secara umum, atau yang mendorong mereka untuk melakukan pergerakan syar‘iy yang tertuntun. Di manakah pembahasan tentang hukum orang-orang yang mengganti syariat Alloh? Di mana pembahasan tentang wajibnya berjihad melawan mereka sebelum jihad melawan orang kafir asli? Di mana pembahasan tentang larangan masuk ke pekerjaan kelompok-kelompok murtad, seperti parlementer dan kepolisian?

Memang benar, ada secara gegap gempita menyuarakan wajibnya memberlakukan syariat, dan bahwa itu solusi. Memang, barangkali ada ribuan orang yang menyuarakannya. Akan tetapi, kita berharap orang-orang itu bukan sebagai penipu, karena mereka berbicara tentang wajibnya memberlakukan syariat dan menegaskannya dengan lantang di hadapan manusia, tapi di saat yang sama mereka masuk dalam kementerian hukum yang berhukum dengan selain diturunkan Alloh.

Lantas mereka mengatakan kepada manusia akan wajibnya syuro, mereka membahasnya sampai suaranya habis. Akan tetapi mereka malah menjadi pilar utama majelis syirik. Akhirnya pemahaman-pemahaman seperti ini bermunculan di benak dan akal manusia. Sebab, bagaimana mungkin kita akan meyakinkan orang Islam awam bahwa berhukum kepada selain yang Alloh turunkan dan perbuatan mengganti syariat Yang Mahapemurah dengan undang-undang kafir itu adalah kafir kepada Alloh yang Mahaagung? Loyal kepada pemeluknya adalah kufur dan murtad?

Padahal di saat yang sama mereka melihat bahwa yang berbicara di hadapan manusia dan mempengaruhi perasaan mereka untuk memberikan dukungan adalah yang biasa muncul di televisi, berbicara di depan para penguasa dan pembantu-pembantunya dengan penuh sopan santun, dan mereka mengatakan, “Kami selalu bersama Anda dalam setiap kata yang Anda ucapkan.”?
Iya di atas mimbar, ada kritikan, bantahan dan celaan. Tapi di belakang mimbar, yang ada adalah dukungan, pembelaan dan loyalitas.

Gambaran seperti ini menyebabkan nilai para khatib itu jatuh di hadapan manusia, rasa percaya terhadap mereka goyah, padahal bencana yang terjadi sangat besar dan urgen, yaitu: hilangnya pemahaman terhadap Islam dan hukum-hukumnya yang jelas dari benak dan akal manusia.

Akan tetapi, kita tidak boleh lupa bahwa ada juga para khatib yang hidup di luar kenyataan yang mereka hadapi, mereka memikirkan pertempuran-pertempuran yang telah lampau dan membayangkan dirinya sedang berada di zaman fitnah Al-Quran makhluk, atau di zaman ketika kaum Asy‘ariyah dan Hanabilah berseteru.

Ada seorang khatib di masjid Mekkah, ketika meletus peristiwa perang Teluk, di mana Alloh mengkuasakan mantan “kekasih” Kuwait kepada penduduk Kuwait, dan akhirnya tentara salib datang untuk melawan tentara murtadin, dan manusia terbagi seperti buih kepada bermacam-macam sikap yang tidak Alloh turunkan hujjah atasnya, penduduk Syam secara umum –khususnya penduduk awam Yordania dan Palestina—mendukung Sadam dan mengimpikannya sebagai penyelamat, mereka juga menyamakannya dengan Sholahuddin, bahkan sampai ada yang mengklaim melihat gambarnya di bulan dengan teleskopnya, dan ketika masjid-masjid dan para khotibnya menjadi sumber fitnah dan kejahatan, dan di arah berlawanan ada penduduk negara Teluk dan Jazirah Arab yang bersekutu dengan presiden Bush dan menuhankan serta mensucikannya, syaikh imam Abu Bakar Al-Jazairiy bahkan berkata, “Semoga Alloh membalas kebaikan Amerika,” dan jadilah Amerika dan Inggris lebih mereka cintai daripada orang-orang muslim yang sekulit dengan mereka pada saat fitnah yang buta itu, berdirilah seorang khotib masjid di Mekkah untuk memberikan penjelasan tentang fakta pertempuran yang tengah terjadi, ia berkata, “Apa yang membuat penduduk Syam menyerang kita? Apakah mereka menyerang kita karena kita ini ahli tauhid? Dan karena kita adalah orang-orang yang berakidah benar?”

Dalam benak khotib sekaligus imam ini, penduduk Syam dan Irak adalah ahli bid‘ah. Sebab mereka adalah kaum sufi-asy‘ariy. Sedangkan penduduk Jazirah adalah ahli tauhid dan pemegang madzhab Hanbali. Atas dasar itu, Saddam tidak menyerang Kuwait dan bersiap menyerang Jazirah melainkan untuk memberantas madzhab Wahabiy dan menyebarkan model-model sufi dan keyakinan-keyakinan Asy‘ariyah.

Kedua: Di antara timbangan penilaian yang keliru dalam memuji seseorang dan menggelarinya dengan sebutan ulama atau sifat ilmu kepadanya, adalah prasangka sebagian orang bahwa ketika seseorang tidak perhatian dengan berita-berita kehidupan, jauh dari kejadian sebenarnya, dan dia hanya menyendiri dan mengasingkan diri serta sibuk dengan isi-isi buku, ia sudah dianggap sebagai ulama sejati dan imam yang patut ditiru.

Orang akan takjub melihat seseorang yang membawakan cerita tentang syaikhnya, tentang imam dan orang yang ia cintai, dengan nada memuji dan mengagungkan, bahwa syaikhnya itu –berkat anugerah Alloh Ta‘ala—jauh dari urusan dunia, dia –semoga Alloh meridhoinya—tidak punya waktu untuk mendengarkan berita-berita dalam kehidupa, tidak pernah ada selembar koran pun masuk rumahnya, bahkan beliau –semoga Alloh menjaga dan melindunginya—tidak punya alat radio, bahkan sebagian besar waktunya digunakan untuk menuntut ilmu dan mengajari para penuntut ilmu!

Setelah itu ia semakin takjub maka ia menceritakan kepadamu berbagai berita dan bagaimana syaikhnya tidak mau ambil peduli dengan apa yang terjadi di sekelilingnya. Jadi, syaikh kita ini jika disinggung oleh salah seorang tentang masalah politik dan para politikus, wajahnya langsung masam dan berubah, lalu muridnya ini menceritakan kepadanya dengan kata-kata yang memikat. Ia juga mengingatkan bahwa sebaiknya seorang penuntut ilmu itu menggunakan seluruh waktunya untuk urusan ilmu, lalu biasanya ia berdalil dengan perkataan salaf, “Jika seseorang memberikan seluruh waktunya untuk ilmu, ilmu akan memberi sebagian kepadanya.”
Seperti inilah kata-kata yang bergulir di lisan-lisan mereka. Mereka mengira bahwa dirinya telah memberikan gambaran yang indah tentang syaikhnya. Padahal, ia hanya semakin membuat orang tahu bahwa syaikh mereka itu adalah makhluk Alloh yang paling jahil, ia harus “dikarantina” dan tidak layak ditanya atau dimintai fatwa. Sebab, di antara syarat menjadi ahli fatwa (mufti) adalah memahami betul kondisi orang-orang di zamannya, mengerti pintu-pintu dan jalan dalam kehidupan. Kalau tidak, lantas apa makna ilmu yang Alloh turunkan kepada Rosul-Nya SAW? Untuk apa ilmu datang? Apakah untuk disimpan dalam goa-goa? Atau agar sebagian orang menikmatinya dalam kesendiriannya?

Berdasar pemikiran mundur dan jalan yang bodoh ini, mucullah di dunia Islam dualisme yang belum pernah ada di zaman awal. Sebagian orang mencoba – dengan menggunakan pengajaran-pengajaran tak bermutu— menjadikan hal ini sebagai salah satu kekhususan dunai modern yang harus ada. Padahal, pengkhususan ini jika terjadi, masing-masing dari dua fihak yang berbeda tersebut akan kehilangan spepesifikasinya.

Dualisme itu adalah:

Pertama: Pembedaan antara orang politik dan orang fakih. Politikus dalam pengertian orang adalah siapa yang mengerti urusan hidup, mampu menjelaskan kejadian-kejadiannya, yang dimintai saran dan ditanya tentang keadaan-keadaan dan fakta-fakta. Dan memang seperti itu, politikus adalah mereka yang berhak mengatur hidup dan menjaga kondisinya. Ini berangkat dari kemampuan berpolitik yang diberikan kepadanya. Adapun orang fakih, dia hanyalah penjaga kitab, tidak ditanya selain masalah yang tidak nampak. Politik adalah ilmu yang nampak, sedangkan orang fakih hanya punya ilmu tentang yang tidak nampak.

Ini adalah dualisme yang batil dan tidak dikenal di zaman awal dulu. Bahkan, kata-kata fikih tidak dipakai kecuali jika terkumpul dua perkara:

1. Mengerti hakikat kehidupan dengan sebenarnya, mengerti kejadian-kejadiannya, dan ini adalah fikih terbesar. Sebab Alloh Ta‘ala berfirman:
وَتِلْكَ اْلأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَايَعْقِلُهَآإِلاَ الْعَالِمُونَ
“Itulah permisalan-permisalan yang kami contohkan kepada manusia, dan tidak ada yang mengerti permisalan-permisalan itu selain orang-orang yang berilmu.” (QS. Al-‘Ankabut: 43)
Jadi, orang berilmu adalah yang mampu menjelaskan berbagai masalah dengan cara-cara alamiyah yang nampak jelas dalam dunia nyata, tetapi nilai akhirat tidak hilang darinya. Maka orang berilmu adalah yang menggabungkan keduanya sekaligus.

Di antara musibah yang menimpa perkataan-perkataan masyayikh kita tentang fakta-fakta dalam kehidupan adalah, bersandarnya mereka dengan prinsip penampakan kaum sufi, mereka berharap Alloh akan membukakan pemahaman kepada mereka dalam menafsirkan berbagai peristiwa. Dan ini semua termasuk perkataan yang batil dan palsu. Sebab, pengetahuan seseorang tentang sebuah peristiwa tidak akan benar kecuali jika ia mempelajarinya dengan pengkajian logis dan sesuai hukum-hukum sunatulloh, dan melihat secara apa adanya di dunia nyata. Dari sinilah, ia akan beranjak kepada perkara kedua, yaitu:

2. Mengetahui hukum Alloh yang harus diterapkan pada kejadian tersebut.
Maksudnya, setelah peristiwa kemudian ia datangkan hukum syar‘iynya. Dan tidak mungkin bagi siapa pun untuk menggunakan hukum syar‘iy yang benar melainkan jika ia memahami realita kejadian dengan benar. Jadi yang pertama adalah penciptaan, selanjutnya adalah syariat.

Alloh Ta‘ala berfirman:
أَلاَلَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Ketahuilah, milik Alloh sajalah hak mencipta dan memerintah, Mahaberkah Alloh Robb seru sekalian alam.” (QS. Al-A‘rof: 54)

Setelah ia mengerti keserasian antara penciptaan dan perintah Alloh, pasti dia akan mengeluarkan kalimat-kalimat pensucian, pengagungan dan pengqudusan. Maka ia akan semakin yakin terhadap hikmah Sang Maha Pencipta, prinsip-prinsip yang dia pakai dalam memahami hikmah syariat akan semakin menancap kuat, ketika itulah ia kana mengatakan,
تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Mahaberkah Alloh, robb seru sekalian alam.”

Kalau kita katakan bahwa seorang politikus adalah yang mengerti perkara pertama saja (ilmu yang nampak) tapi tidak mengerti perkara kedua (ilmu tentang hukum Alloh dalam hal yang nampak itu), maka yang seperti ini bukanlah politikus muslim. Dan selanjutnya, cara berfikirnya bertolak dari prinsip manfaat dalam mensikapi berbagai perkara, di mana prinsip seperti itu tidak memiliki rambu-rambu selain pertimbangan pribadi, atau syahwat yang berujung kepada rusaknya kehidupan.

Sebaliknya, jika kita katakan orang fakih adalah yang mengerti hukum syar‘iy tanpa mengetahui fakta-fakta dalam kehidupan apa adanya, maka ilmunya hanya akan tertahan dalam otak dan akalnya saja. Tidak ada sangkut paut sama sekali dengan kehidupan. Ketika ini terjadi, ia hanya akan berperan ibarat pemberi nasehat di gereja, yang hanya diperlukan orang seminggu sekali, yang akhirnya nanti akan memunculkan nafas-nafas kesesakan, bersamaan dengan berakhirnya omong kosong seorang syaikh.

Atas dasar ini, seseorang tidak dikatakan fakih (faham agama) menurut agama kita dan tidak disebut berilmu, kecuali kalau juga ia mengerti politik, apapun makna yang dimaksud dari kata ini.

Nah, bagi pemuda muslim, hendaknya ia cabut penghormatan yang pernah ia berikan kepada orang yang mengatakan, “Termasuk dari politik adalah tidak berpolitik.” Sebab, ketika ia tidak menjadi seorang yang mengerti politik, ia tidak bisa juga disebut orang fakih. Tapi ia adalah syaikh yang bodoh dan membodohi orang. Dan, kepada syaikh-syaikh bodoh seperti itulah thoghut bersandar, agar kebatilannya terhadap manusia terus berlanjut, dan supaya pembenaran syar‘iy tetap ada dalam dirinya.

Jadi, syaikh-syaikh kita ini seperti wanita-wanita yang dipingit di dalam rumah, mereka memasang tabir, yang tabir itu baru mereka buka ketika pertunjukan penuh kebohongan dimulai di hadapan seorang toghut. Thoghut itu hendak membacakan nash-nash kebijaksanaan di hadapan mereka dan menunjukkan kepada mereka bahwa dirinya adalah menepati hak Islam dan pemeluknya.

Kalau bukan demikian, tolong jelaskan kepada kami, harus kita namai apa sekawanan “binatang ternak” yang berkumpul mengelilingi thoghut itu, yang kepala-kepalanya terhiasi surban-surban buruk? Tidak lupa diucapkan simbol-simbol yang menipu pada jenggotnya (yang lupa ia pangkas karena saking bingungnya menghadapi hari itu), setelah itu ia keluar dari tempat thoghut sambil memuji-muji dan memberikan sanjungan, bahkan bersumpah dengan sumpah yang berat, bahwa penguasa kita adalah waliyyul amri yang sah secara syar‘iy dan wajib untuk ditaati.

Beginikah fikih memperlakukan pemiliknya?
Atau, seperti inikah para ulama?
Ataukah, orang paling fakih itu adalah Umar bin Khothob, ketika ia berkata, “Aku bukan penipu, dan penipu tidak bisa menipuku.”?
Demikian juga dengan shahabatnya, Hudzaifah, ketika ia berkata, “Para shahabat Rosululloh SAW bertanya kepada beliau tentang kebaikan, sementara aku bertanya tentang keburukan karena khawatir akan mengenaiku.”
Siapa sebenarnya orang fakih dan alim dalam agama kita?
Apakah contoh-contoh bodoh yang hidup di zaman kita itu, ataukah mereka yang dulu berhasil memimpin dunia dan menguasai kehidupan?

Sesungguhnya orang-orang bodoh yang tidak mengerti kehidupan dan apa yang terjadi di dalamnya, yang tidak mendengar pernyataan-pernyataan para pemimpin mereka di hadapan musuh, dan tidak mengerti sama sekali tentang gerakan negaranya dan ke mana ia berjalan, mereka itu layak menyandang aib menurut agama kita, dan termasuk hal memalukan kalau mereka masih menganggap dirinya ulama. Kalau kita masih rela menyematkan sifat ulama dan fakih kepada orang seperti mereka, tentu itu adalah celaan dan tuduhan buruk terhadap agama kita. Sebab sama saja kita telah mengajarkan kepada manusia bahwa ulama agama Islam dan orang yang faham akan syariat ini adalah orang yang bodoh tentang kenyataan hidup, dungu tentang zaman. Atas dasar ini, bagi kita mencela orang-orang seperti mereka dan tidak kita anggapnya mereka sebagai ulama, itu jauh lebih baik daripada kita memasukkan pada benak manusia gambaran yang kotor tentang sosok muslim yang fakih.

Kedua: Pembedaan antara Muqotil dan Fakih.

Saya merasakan keheranan dalam waktu cukup lama, mengapa para masyayikh itu memakai seragam jabatan, topi kehormatan di atas kepalanya, dan jubah hijau (seragam yang mewah), yang ukuran lengannya lebih lebar daripada barang temuan Abu Huroiroh RA menurut mereka. Namun, sekarang saya menemukan rahasia di balik penggunaan baju “memuakkan” ini. Barangkali, di antara sebab yang mendorongnya adalah supaya tertanam dalam benak manusia, dan sebelum itu dalam benak pemakai baju itu, bahwa mereka tidak pantas selain untuk berkata-kata saja.

Jadi, peran para masyayikh kita hanya sebatas mengeluarkan kata-kata. Dan suatu yang tabu serta aneh kalau seorang syeikh menjadi komandan militer, atau petempur yang hebat. Berikut ini adalah Muhammad Al-Ghozaliy, dengan terang-terangan dan aneh sekali, ia menyatakan bahwa dirinya tidak sanggup menyaksikan darah ayam ketika ayam itu sedang disembelih. Tapi kalau sudah melihat seekor ayam di atas meja makan, sudah barang tentu ia dan syaikh-syaikh lain yang menjadi temannya merasa senang.

Inilah gambaran terbalik dari para syaikh, yang menjadikan para pemuda bertanya-tanya, “Mengapa sejarah kita sekarang kosong dari para ulama sekaligus petempur? Dan secara umum, para pemuda kita menghormati syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rohimahulloh karena mereka melihatnya sebagai sosok yang di samping berilmu dan fakih, juga seorang ahli perang (muqotil). Mereka mengira tidak ada yang ulama lain yang seperti beliau, dan ini keliru.

Sebab, tidak ada satu ulama pun di zaman dahulu melainkan ia juga seorang petempur kelas satu. Bahkan, sebagian mereka menduduki posisi komandan militer, seperti Asad bin Al-Furot. Dan kebanyakan ahli hadits dulu mengarang kitab-kitabnya dan membuat majelis-majelis penyampaian hadits dalam suasana ribath (berjaga-jaga) dalam perang, di daerah-daerah perbatasan kaum muslimin.

Dualisme batil seperti ini, pembedaan antara ahli pemerintahan dengan orang fakih, antara seorang komandan dan fakih, dan lain sebagainya, memberi gambaran buruk tentang hakikat orang muslim yang fakih.

Mewaspadai Pengaruh Ilmu Orang-orang Yang “Kalah Sebelum Bertempur”,
فَإِذَا عَزَمَ الْأَمْرُ فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْراً لَهُمْ
“…apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya), tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Alloh, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad: 21)

Aparat keamanan memusuhi kita, di Mesir, di Maroko, di Yordania, di Yaman, di Kuwait, dan lain-lain, kapan saja, dengan tunduhan memiliki organisasi-organisasi yang mereka imajinasikan sendiri atau kasus-kasus tertentu, sehingga akhirnya anggota-anggotanya ditangkapi dari waktu ke waktu, dengan mengatasnamakan organisasi Al-Qaeda Kuwait, Al-Qaeda Yordania, Yaman, orang Arab Alumni Afghan, dan istilah-istilah lain.

Ini adalah masalah yang sangat kita fahami apa sebab-sebab penguasa-penguasa negeri itu tunduk di bawah kaki majikannya, Amerika.

Pemerintahan-pemerintahan ini hidup dari sampah meja makan Amerika, dan di setiap kesempatan berusaha sebisa mungkin meraih kecintaan dan keridhoannya, walau pun harga yang harus dibayar adalah terkorbannya air muka yang masih tersisa, membantai dan membunuhi putera-putera terbaik kita sendiri, dengan tuduhan berbagai istilah yang dibuat sendiri oleh para algojonya setiap saat, yang dengan itu mereka ingin meraih keridhoan majikan-majikannya.

Akan tetapi, yang dari saya belum bisa memahaminya adalah sikap mundur dan mengalah yang begitu terang-terangan, di mana hari ini banyak menimpa kebanyakan pelaku dakwah dan pengemban ilmu di negeri-negeri kita.

Amal-amal jihad yang sudah dilancarkan ikhwan-ikhwan kita, para mujahidin, yang telah berhasil mempermalukan orang-orang yang berusaha menjinakkan pemuda Islam dan mengkebiri agama mereka sejak puluhan tahun, hari ini menghadapi serangan orang-orang yang “kalah sebelum perang” itu, yang mereka berusaha memperburuk gambaran jihad itu dan membuang keabsahannya secara syar‘iy, serta secara dusta mereka anggap itu perbuatan mungkar.

Orang-orang yang kalah itu, yang mengisi mimbar-mimbar informasi, dakwah, khutbah, dan pelajaran, melancarkan serangan-serangan melemahkan dan menjelekkan itu setiap kali mujahidin selesai melakukan amaliyah jihadiyah. Mereka mengatasnamakan serangannya dengan sikap berfikir panjang dan bijak di hadapan pemuda muslim yang telah merasakan lezatnya ‘izzah dalam jihad dan mencari mati syahid, setelah selama puluhan tahun merasakan kehinaan dalam sikap duduk-duduk (tidak berjihad).

Terkadang, mereka menuduh mujahidin dengan “pedang” yang pernah dipakai Ahlus Sunnah wal Jamaah terhadap Ahli Bid‘ah Khowarij, yang dulu memberontak pemerintah yang sah.
Terkadang, mereka bersikap seperti Umar ketika memperlakukan orang-orang yang ghuluw.

Jika tidak berhasil, mereka mencoba meminta bantuan penguasa mereka, dengan mendorongnya untuk mengadili atau menghentikan langkah mujahidin. Sebab, mujahidin bagi mereka hanya memperburuk citra Islam, membuyarkan masa depan umat dan kemenangan-kemenangannya.
Sungguh, mereka telah memperlakukan sebuah bentuk teror pemikiran yang paling dahsyat.

Bahkan, mereka melakukan apa yang pernah dilakukan para pendeta di abad pertengahan, yang membagikan ijazah-ijazah pengampunan; mereka membagikan label salafiyah, berfikiran logis, bersikap matang, dan lain-lain, hanya kepada orang yang berjalan sesuai dengan dakwah “mengalah” mereka.

Sebaliknya, mereka merampas gelaran itu dari setiap mujahid, lantas mensifati mereka sebagai orang yang kaku, tertutup, terbelakang, terburu-buru, suka membuat keributan, dan istilah lain yang ada dalam kamus teroris milik orang-orang yang kalah…

Ketika kami masih muda dan sedang semangat-semangatnya, aku punya seorang syaikh yang sangat kukagumi. Ia punya banyak catatan dan kritik terhadap manhaj Ikhwanul Muslimin.

Suatu hari, aku bertanya kepadanya tentang sang Komandan sekaligus Mujahid, Marwan Hadid Rohimahulloh. Pertama-tama, ia memuji dan menyanjungnya, dan mengkisahkan beberapa kelumit tentang jihadnya dan keteguhannya di hadapan kaum Nushairiyyin di Syam, serta keteguhannya ketika ia dipenjara walau pun mengalami penyiksaan yang keras. Setelah itu, aku bertanya kepadanya, apakah Marwan termasuk dari Ikhwanul Muslimin? Maka ia berkata dengan nada mengkritik, “Ia diberhentikan dan sudah diingatkan lantaran ia dianggap suka membuat kerusuhan, dia bisa merobohkan program-program dakwah, atau semacam itu lah.”

“Apa maksud mereka?” tanyaku.

Ia berkata, lagi-lagi dengan nada mengkritik, “Maksud mereka, ia menyukai jihad dan terlalu bersemangat dalam urusan itu, di samping itu ia juga membakar semangat para pemuda untuk melakukannya.”

Setelah percakapan itu, tahun demi tahun berlalu dan kami terpisahkan oleh berlalunya hari. Suatu ketika, aku kaget dan prihatin dengan syaikhku ini, setelah fondasi jamaah yang ia pimpin tersebar luas, pengikutnya bertambah banyak dan sudah memiliki beberapa yayasan dan majalah, ia sering sekali menyebut para mujahidin hari ini dengan sifat yang pernah ia kritikkan kepada Ikhwanul Muslimin dulu.

Sebentar, wahai syaikh yang mulia. Dulu, aku sangat mengagumimu, sekarang hancurlah sudah harapanku, rusaklah sudah kekagumanku.

Dalam hadits Nabi pilihan SAW disebutkan,
لِكُلِّ عَمَلٍ شُرَّةٌ، وَلِكُلِّ شُرَّةٍ فَتْرَةٌ، فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِيْ فَقَدِ اهْتَدَى، وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ..
“Setiap amal itu ada masa semangatnya dan ada masa lesunya. Maka siapa yang masa lesunya kembali kepada sunahku, sungguh ia telah mendapat petunjuk. Dan siapa yang masa lesunya kepada selain itu, maka ia hancur…”

Dan sungguh, kami menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana kelesuan para masyayikh, jamaah-jamaah, dan gerakan-gerakan Islam hari ini, karena kecenderungan kepada dunia, mundur dalam memegang komitmen manhaj, mundur dari perkara-perkara baku dan prinsip, dengan menggunakan kedok pembaharuan, koreksi ulang, reformasi, dan membuka wawasan baru.
Atau barangkali disebabkan tekanan realita kehidupan modern, dan suara media informasinya yang gegap gempita.

Atau barangkali disebabkan kelemahannya dalam mengikuti jalan yang benar.
فَإِذَا عَزَمَ الْأَمْرُ فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْراً لَهُمْ
“…apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya), tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Alloh, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.”

Banyak sekali jamaah-jamaah Islam mau pun pimpinan-pimpinan gerakan shohwah Islamiyah –sebagaimana istilah mereka—, yang berperan dalam menipu para pemuda, ketika mereka kumpulan pemuda itu di sekeliling mereka, atau ketika mereka berusaha untuk mengatur mereka dalam wadah jamaah mereka, dengan mengobarkan semangat mereka dengan khutbah-khutbah yang memikat tentang masalah jihad, tulisan-tulisan yang berbobot dan penuh dengan semangat yang mendalam; namun ketika pengikut sudah banyak dan para pemuda itu berkata, “Mari kita menuju ‘izzah yang kalian kumpulkan kami karenanya. Mari berjihad, yang kalian telah membuat kami mencintainya,” para masyayikh itu membuat kebohongan dan sekelompok dari –setelah mendapat tekanan dari para pemuda—terpaksa mengarahkan mereka untuk berjihad di negeri yang jauh, seperti Cechnya, Afghanistan, Bosnia, atau di tempat lain. Yang penting, bagaimana dengan jihadnya pemuda itu berada jauh dari negeri tempat para masyayikh itu tinggal, di mana berbagai kepentingan mereka dan “kepentingan dakwah” mereka berada di sana.

Begitu para pemuda itu pergi ke medan-medan perang dan mereka telah merasakan lezatnya ‘izzah dalam jihad, dan tutup-tutup di mata mereka hilang –di mana para dai penyebar fitnah dan kesesatan di negeri kita turut berperan dalam mempertebal tutup itu—, mereka pulang ke negerinya bukan dengan wajah ketika dulu mereka pergi.

Maka, mulailah mereka melontarkan berbagai pertanyaan kepada para masyayikh mereka dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat para masyayikh itu sesak..Mengapa jihad melawan Rusia disyariatkan, sedangkan jihad melawan Amerika adalah pengkhianatan dan pembatalan janji?
Mengapa jihad di Cechnya dan Afghanistan dianjurkan, sedangkan jihad di Arab-istan dimurkai, dilarang, dan dijauhi, demikian juga dengan pelakunya?
Mengapa? Mengapa? Mengapa?
Pertanyaan-pertanyaan yang tak mampu dijawab oleh para masyayikh itu dengan jawaban yang memuaskan…

Wahai para masyayikh sohwah, bukan di antara kalian dulu ada yang mengajarkan kepada kami tentang murtadnya penguasa yang membuat undang-undang dari agama yang tidak diizinkan oleh Alloh? Dan dulu kalian memaparkan prinsip itu sebagai prinsip syar‘iy kepada kami?
Tapi ketika kami menuntut kalian untuk memberi solusi syar‘iy yang manjur sesuai perintah Nabi Pilihan ketika kita menyaksikan kekufuran nyata pada diri para penguasa, kalian malah berhenti dan kalian mengecam kami serta menuduh kami dengan tuduhan yang keji…
Bahkan, dengan sengaja kalian melancarkan serangan kepada kami, padahal dulu kalian membimbing kami. Kalian tuduh kami sebagai tukang rusuh, ngawur, terburu-buru, menghancurkan hasil-hasil yang sudah dicapai oleh gerakan kebangkitan Islam, dan menyebabkan perjuangan Islam mundur selama ratusan, bahkan ribuan mil ke belakang.

Ketika suatu saat hasil yang dicapai para masyayikh dan jamaah-jamaah itu sampai pada tingkatan mengancam eksistensi pemerintahan-pemerintahan tersebut dan tokoh-tokohnya yang busuk, dan ketika umat dan para pemudanya turun ke jalan-jalan sementara darah dalam urat musuh-musuh Alloh itu telah membeku karena ketakutan, para masyayikh itu justeru membekukan keberanian yang tertanam dalam diri para pemuda, mereka padamkan kobaran dan panasnya perasaan‘izzah serta jihad dan nyala apinya.

Kami juga mendengar mereka setelah itu berbangga diri dan berdendang, bahwa mereka telah sukses dalam mengarahkan umat, menjaga hasil-hasilnya yang telah dicapai, berhasil menenangkan para pemuda, mengatur dan mengarahkan mereka menuju “parit-parit undian” atau pemilihan umum…demi menjaga persatuan negara dan menjaga pertumpahan darah…! Sungguh celaka, sungguh celaka…
فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْراً لَهُمْ
“…tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Alloh, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.”

Bagaimana bisa orang-orang sesat seperti Rafidhah itu, lebih berani dan lebih bisa menggunakan kesempatan daripada Ahlus Sunnah?
Hasil perjuangan apakah itu, yang menyebabkan kita mengkaburkan masalah-masalah prinsip, kendur dalam memegang masalah mendasar, menyimpang dari jalan yang lurus, dan kita kebiri para pemuda, hanya karena alasan menjaga hasil tersebut?

Dalam beberapa puluh tahun terakhir yang berlalu di bawah payung kekuasaan thoghut, sudah berapa darah yang kita korbankan? Berapa lama umur dan nyawa yang telah kita korbankan di penjara, di tempat-tempat penyiksaan, di tiang-tiang gantungan, dan kebanyakan itu tidak mendapatkan balasan? Lantas, tidak bolehkan kalau kita berikan sebagian pengorbanan itu dalam rangka berjihad untuk membabat kepala-kepala kesyirikan thoghut yang busuk itu?
Inilah pertanyaan-pertanyaan yang kini diulang-ulang para pemuda, di mana mereka tidak mengetahui, bahkan terbetik pun tidak, sebelumnya.

Semua itu, menurutku, adalah bagian dari berkah aksi perlawanan terhadap musuh, bagian dari kabar gembira-kabar gembira dari pertempuran-pertempuran sengit yang menjadikan generasi ini menganggap dekat panjangnya padang pasir dan jarak yang jauh. Banyak di antara para pemuda itu yang dalam beberapa hari sampai kepada petunjuk yang terang dan jalan yang lurus, yang sebelumnya kita mencari-carinya sembari berenang melawan arus deras berupa syubhat-syubhat dan sikap-sikap serampangan para masyayikh, selama dua dekade belakangan ini. Pertempuran-pertempuran sengit berhasil melenyapkan tutup tebal yang ada di mata manusia, dan manusia benar-benar terbagi kepada dua kubu…

Pertempuran-pertempuran itu juga berhasil menelanjangi dan mempermalukan para ulama dan masyayikh serta orang-orang yang hingga kini masih berjalan tanpa petunjuk bersama barisan orang-orang dzalim, yang mana mereka mengkotori dakwahnya dengan menceburkan diri dalam parit penuh lumpur, mereka ikut dalam yayasan-yayasan dan markaz-markaz kesyirikan. Sebagian mereka malah begadang di malam hari dalam rangka menghitamkan wajah dan lembaran-lembaran tulisannya, untuk menjadikan para thoghut pengkhianat itu sebagai waliyyul amri yang sah secara syar‘iy, sebagai pemimpin kaum muslimin yang wajib didengar dan ditaati, serta tidak boleh memberontak kepada mereka dalam kondisi apa pun.

Di satu sisi, kini telah muncul para pembela dan tentara baru yang dulu tidak populer. Kini Alloh angkat nama mereka, dengan menjadi pasukan di garis depan dengan pembelaan yang mereka berikan kepada agama ini dan bergegasnya mereka untuk membela apa yang oleh para pemuka agama itu disia-siakan.

Mereka akan menarik permadani di bawah kaki-kaki para pelemah semangat itu, dalam keadaan suka atau tidak. Para pemuda akan beralih memberikan kepercayaannya kepada mereka dan akan berkumpul di sekeliling mereka, cepat atau lambat. Keunggulan mereka dalam memberikan pembelaan kepada agama telah mengubah mereka menjadi para mujahidin yang jujur dan jelas misi membela agamanya.

Oleh karena ini, mereka harus berada di depan barisan, karena itulah peran mereka. Adapun sekelompok orang yang hanya banyak bicara dan kalah sebelum berperang itu, biarlah mereka berada di tempat sampah sejarah, peran mereka sudah habis.
فَإِذَا عَزَمَ الْأَمْرُ فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْراً لَهُمْ
“…apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya), tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Alloh, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.”

Ada seorang pemuda menulis sebuah artikel yang menggambarkan perasaan yang sama sebutkan di atas, judul artikel itu: “Contoh-contoh “Salafi” ala Amerika dan Teluk”.
Ia mengatakan, “Seorang pemikir bernama Malik bin Nabiy dalam bukunya Syarat-syarat Kebangkitan, membahas tentang salah satu kekurangan yang menimpa sebuah gerakan reformasi di Aljazair kala itu. Yaitu, para ulama gerakan tersebut, demikian juga para dainya, menceburkan diri dalam lumpur politik atau pertempuran melelaui pemilihan umum –yang biasa mereka sebut dengan pertempuran berhala—, akhirnya mereka jatuh dalam lumpur sampai lumpur itu menodai baju mereka yang putih, dan tujuan perbaikan mereka ternodai dengan lumpur serta runtuh tak bernilai lagi.”

Kita sekarang berada di hadapan sebuah contoh baru, tentang jatuhnya beberapa kelompok harakah Islam. Hanya saja, terjatuhnya kali ini lain daripada sebelum-sebelumnya, yaitu lebih dalam dan lebih basah lagi ia terjatuh dalam kubangan lumpur. Sebabnya, kesalahan harakah-harakah Islam dulu tidak separah sekarang, karena yang terjadi sekarang berlepas diri secara total, menyobek-nyobek jati diri, menjual prinsip, memalsukan perkara-perkara syar‘iy yang prinsip, dan mengkaburkan agama.

Dan benar, saya katakan kepada kalian, bahwa bahaya yang kini muncul dalam tubuh umat dari harakah-harakah ini, dan dari perjalanannya menyertai kaum muslimin, barangkali melebihi bahaya kaum yahudi dan nashrani yang mengancam umat Islam sejati dan para mujahidin, walau pun mujahidin tidak akan terpengaruh dengan orang yang melemahkan semangat mereka hingga tiba ketentuan Alloh. Sebab, kejahatan agama-agama dan kelompok itu jelas sekali, bisa dilihat, dan sangat mungkin dihadapi. Karena bahayanya terlihat, keburukannya jelas. Hanya, ketika harakah-harakah yang menggunakan pakaian Islam, tapi di saat yang sama ia sama sekali kosong dari nilai keislaman yang hakiki, memalingkan rakyat dari tujuan Islam yang pertama dan sebenarnya yaitu: menjadikan seluruh agama itu hanya milik Alloh, maka dengan itu harakah tadi berhasil melakukan apa yang tidak bisa dilakukan orang-orang kafir, dan telah membantu mereka dengan bantuan yang luar biasa besar. Dengan memakai kedok yang seolah-olah syar‘iy dan manhaj yang menurut mereka nyunnah, mereka berhasil memunculkan sebuah contoh unik bagi kaum muslimin, yaitu Islam yang salafi sekaligus pro Amerika. Itulah model Islam yang membatasi nama dan sifat Alloh hanya pada penetapan bahasa saja, tapi membuangnya dari kamus menentukan hukum.

Itulah manhaj yang mengkosongkan masjid-masjid dari peran sesungguhnya, yaitu melahirkan dan mempersiapkan batalyon pasukan kebenaran yang berperang di jalan kebenaran tersebut, dalam satu barisan seperti bangunan yang tersusun rapat, dengan kemudian merubah perannya –dengan alasan menetapkan patroitisme terhadap waliyyul amri— menjadi tempat ibadah sebagaimana ibadah-ibadah umat lain, hanya dibedakan dengan tidak adanya kayu salib dan tidak ada bunyi lonceng ditabuh.

Itulah manhaj yang “menyembelih” makna Al-Wala dan Al-Baro’ di hadapan pintu-pintu penguasa..!

Itulah manhaj, yang dipermak dengan dalil-dalil syar‘iy yang bersesuaian dengan “mashlahat syar‘iy” menurut kesenangan “waliyyul amri” sehingga kursi kekuasaan penuh perhiasan mereka itu tetap langgeng.

Sedangkan ayat-ayat jihad yang tegas, jelas, gamblang, dan qath‘iy makna yang dimaksud…adapun ayat-ayat tentang penegakkan negara Alloh secara nyata di muka bumi…maka semua itu tidak ada tempat dalam diri para pemilik manhaj itu kecuali hanya sebatas bacaan mad, idghoom, isymaam, dan (seperti dalam hadits) “Lagukanlah Al-Quran, siapa tidak melagukan Al-Quran maka ia bukan dari golongan kami.”

Percayakah kalian, wahai tuan-tuan, bahwa tiga bulan lalu Menteri Waqaf dan Urusan Islam dari salah satu negara Teluk (Arab Saudi maksudnya, dan menteri itu adalah Sholeh Ali Su‘ud) mengeluarkan pernyataan yang melarang para khatib dan imam masjid untuk mendoakan kehancuran bagi yahudi dan nashrani?

Sebentar, yang memalukan bukan di sini. Tetapi begitu cepatnya salah satu jamaah yang mengenakan pakaian “salafi” tak lama setelah itu, mengeluarkan pernyataan resmi dan tertandatangani, yang isinya menyetujui pernyataan menteri tadi, bahkan mereka coba berbaik hati dengan berusaha merubahnya menjadi fatwa. Alasannya, dibolehkan dari segi siyasah syar‘iyyah yang dipandang waliyyul amri bisa mendatangkan mashlahat bagi Islam dan kaum muslimin, memerintahkan para dai dan khatib untuk berhenti mendoakan kehancuran kelompok-kelompok kafir tertentu, karena melihat adanya perjanjian dan ikatan antara mereka dengan kaum muslimin, di mana maslahat itu akan hilang jika mereka dilaknat.

Yang mengherankan di sini, presiden Amerika sendiri tidak mengeluarkan pernyataan yang sama terhadap khatib dan dai-dai yang menjadi pembantu mereka. Namun menteri itu dengan mudah melewati masalah doa yang barangkali menurutnya akan membahayakan kepentingan Amerika dan negara-negara yang memiliki hubungan dengannya, baik berupa perjanjian, hubungan biasa, atau pemberian hutang. Ia juga memakai maslahat syar‘iy yang khusus terkait dengan peristiwa itu secara langsung. Akhirnya, dalam satu pekan yang lalu, keluarlah peraturan yang memaksa pemerintah Amerika untuk mengakui Al-Quds sebagai ibukota Israel!

Betapa sangat mengherankan sekali, ketika jamaah-jamaah yang tanpa malu memakai nama salafiyah itu memperhatikan “maslahat-maslahat syar‘iy” para penguasa kita, dan di waktu yang sama George Bush merasa dirinya lebih nyalaf daripada mereka. Tetapi begitulah, kalau dalam hadits disebutkan: “Jika kamu tidak malu, berbuatlah sesukamu,” maka kondisi realita hari ini seolah-olah mengatakan, “Jika kamu telah melepas agamamu dan mengkaburkan prinsip-prinsipnya, maka kamu akan dipermalukan di mana saja.”

Contoh sosok Salafi ala Amerika tidak berhenti sampai di sini saja. Lebih parah lagi ada kelompok Salafi terbesar di negara Teluk yang mengeluarkan pernyataan ngawur pasca kejadian 11 September. Dalam pernyataan itu dikatakan, “Kami berada dalam satu barisan bersama Amerika Serikat dalam memerangi terorisme.”

Karena itulah, kami merasa wajib menamakan segala hal sesuai namanya yang syar‘iy. Apa yang kami pandang tadi adalah sikap pelepasan diri dari prinsip-prinsip syariat yang utama, seperti telah kami jelaskan; bukan sekedar kesalahan yang bisa kami lupakan begitu saja. Juga karena perbedaan pendapat itu sekarang telah berubah dalam masalah pokok, di mana manhaj salaf yang benar sama sekali tidak bersesuaian dengan permainan salafi ala Amerika, Allohumma…kecuali dalam urusan baju dan jenggot.
Namun, apakah kalian ingin yang lebih jelas lagi dari ini?

Baiklah, Alloh Ta‘ala berfirman:
قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Alloh dan hari kemudian, dari kalangan orang-orang yang diberi Al-Kitab, sampai mereka menunaikan jizyah dari tangan sementara mereka dalam keadaan hina.” (QS. At-Taubah: 29)

Ayat yang tegas maknanya ini disikapi secara jelas oleh para pemegang manhaj salafi yang benar, sementara orang yang hanya bermain-main dengan manhaj salaf akan menamai jihad seperti penamaan Amerika (kekerasan dan terorisme).

Barangkali ada di antara mereka yang langsung bereaksi dan berteriak, “Apakah kamu mau berbicara perang dengan kami, sementara kita tidak memiliki sebab-sebab untuk melaksanakannya?”

Saya katakan, “Saya sedang tidak dalam dialog yang sah, tentang orang yang sudah berkorban untuk menempuh sebab-sebab itu tetapi kemudian kalian lemahkan semangat mereka. Akan tetapi, kami hanya meminta kalian untuk tetap bersikap dengan Al-Wala dan Al-Baro yang benar.”

Tetapi, ikhwan sekalian… kelemahan dan jatuhnya mereka tidak berhenti pada masalah Al-Wala dan Al-Bara yang ingin disesuaikan dengan kepentingan politik pribadi para “waliyul amri” itu. Lebih dari ini, orang-orang yang bermain-main itu sudah sampai pada tingkatan pengkhianatan sya‘iy paling rendah dalam agama kita. Kalau engkau melihat begitu besar pengorbanan para pemegang manhaj salaf yang sesungguhnya dalam mengerahkan segala kesungguhan dan upayanya untuk meninggikan panji Alloh di muka bumi, bahkan rela mengorbankan nyawa dan apa saja yang mahal serta berharga, maka di sisi lain engkau lihat mereka ada di posisi yang sangat bertentangan. Mereka justeru mengerahkan kesungguhan dan upayanya dalam membenarkan apa yang menjadikan kita hina di hadapan musuh dan melenyapkan harga diri kita di depan mereka. Tak hanya itu, mereka bahkan menganggap setiap upaya pengembalian harga diri kita dengan jihad sebagai perkara yang membahayakan maslahat politik “waliyyul amri”…!

Benar-benar aneh, Rosul SAW bersabda dalam hadits yang disepakati keshohihannya,
مَا تَرَكَ قَوْمٌ الْجِهَادَ إِلاَّ ذَلُّوا
“Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad, kecuali mereka hina.”

Tiba-tiba orang-orang yang bergelar Al-‘Allaamah, Samaahatus Syaihk, Fadhilatus Syaikh, itu datang untuk membenarkan prinsip setiap kaum yang meninggalkan jihad, akhirnya mereka pun hina, bahkan seperti sepotong kain, dan mereka membenarkan kehinaan ini, membenarkan hilangnya harga diri. Dan selagi harga diri serta kemuliaan itu membahayakan kepentingan politik “waliyyul amri”, maka –menurut mereka—agama kita memerintahkan kita untuk menjadi bangsa terendah di seluruh bola bumi ini.

Baru beberapa hari yang lalu, Menteri Luar Negeri Kuwait, Syaikh Shobah Ahmad, berbicara kepada rakyat Kuwait, “Kita terancam dengan senjata kimia, dan kita pasti akan terkena Thosyar (hal. 94), dan kita tengah berada dalam peristiwa itu.”

Pernyataannya ini hampir menutup halaman muka dari lima koran terbesar di Kuwait. Akibatnya, bursa saham anjlok, harga sebagian barang naik, dan bangsa kita yang miskin ini akan tergoyang, dan orang setiap harinya tak henti-henti membicarakan kondisi ketika Amerika nanti menyerang Irak, yang nampaknya akan terjadi sebentar lagi.

Dalam suasana sulit ini, bayangkan saja kementerian Waqaf dan Urusan Islam kita mengeluarkan pernyataan resmi kepada para khatib dan imam-imamnya untuk tidak ikut campur dalam membicarakan masalah serangan Amerika ke Irak. Pernyataan itu mengisyaratkan untuk tidak menyinggung masalah politik apa pun di atas mimbar-mimbar khutbah, siapa melakukannya maka ia akan diinterogasi.

Akan tetapi, keheranan itu akan hilang manakala dirimu mengetahui bahwa menteri Departemen ini sekarang adalah salah seorang salafi beraliran parlemen, yang memiliki kelebihan rasa cinta tanah air yang hebat. Ia mengangkat simbol-simbol salafi, akan tetapi kebangsaan di atas segalanya.

Apakah kalian menyaksikan bagaimana sekarang kondisi masjid-masjid di bawah naungan neo-salafi itu? Tahukan kalian, bagaimana masjid-masjid itu terkekang peranannya hanya dalam sholat lima waktu saja? Bukankah kalian bersamaku dalam menyaksikan penanaman benih sekulerisme baru? Itulah sekulerisme salafisme.

Tidakkah kalian melihat, bahwa “syaikhul Islam” yang khusus menangani kelompok “salafi” ini adalah Al-Imam Al-Allamah Anwar Sadat? Mereka mengikuti jejak-jejaknya, tidak ada pengaturan politik dengan agama, dan tidak ada pengaturan agama dengan politik, wahai orang-orang mulia…!

Dulu, pemikir bernama Malik bin Nabiy mengatakan bahwa dengan masuknya para dai ke dalam kancah pertempuran pemilu, berarti mereka telah memasuki pertempuran berhala. Lain dengan sekarang, seolah realita hari ini menyatakan bahwa sebagian dai zaman sekarang tidak hanya mundur dari manhaj yang benar dengan masuk ke pertempuran memperebutkan berhala itu, tapi mereka telah berbuat di luar batas, yaitu menjadi para penyeru dan penjaga berhala-berhala itu.”

Dua puluh tahun lalu, pernahkah kita mengimpikan akan mendengar kata-kata seperti ini dari tokoh dakwah di sana, apalagi dari seorang pemuda Kuwait? Apakah setelah perang kemerdekaan yang Kuwait memberikan satu suara untuk mengakui Amerika, kita pernah bermimpi akan menyaksikan ada dari pemuda Kuwait yang melakukan aksi gagah berani seperti yang dilakukan dua mujahid di Pulau Vilka?

Dalam baris-baris tulisan ini, dan sebelum kuakhiri kata-kataku, terjadi perbincangan dari beberapa kawan yang mulia dari Jazirah Arab. Mereka membahas kesedihan dan sekaligus kabar gembira sama dengan yang kusampaikan. Mereka menceritakan kepadaku, bagaimana pandangan para pemuda yang mulai melihat kepada manhaj ini (jihad, pent.), sampai dari mereka ada yang sangat mencintai petikan dan tulisan-tulisan tentangnya padahal jenggotnya belum lagi tumbuh, dan ia belum memegang tanda-tanda lahiriyah Islam maupun penampilin orang yang dalam agamanya. Ini tentu membuat banyak manusia heran. Para pemuda, yang belum sempat belajar di ma‘had-ma‘had syar‘iyyah, tidak pernah duduk dalam majelis-majelis ilmu untuk jangka waktu yang lama, tapi mereka sudah mengerti jalan ini dan menjadi para pembela tauhid dan jihad hanya dalam beberapa hari. Di satu sisi, para tokoh dakwah dan ahli berpendapat, masih saja berjalan dalam belenggu “mashlahat” dan “mafsadah”, padahal itu membunuh sifat kesatria dan mengkebiri agama.

Semua ini adalah berkah dari serangan penuh berkah, di New York, Washington (11 September, pent), serta aksi-aksi jihad yang menghinakan musuh lainnya. Semua itu adalah berkah dari perlawanan, jihad dan perang ketika semua ini disebut, orang yang hatinya berpenyakit akan melihatmu seperti pandangan orang yang pingsang karena takut mati.

Wahai orang-orang yang kalah sebelum berperang, kalian tidak akan berhasil membelokkan agama kami dan menghilangkan prinsip-prinsip bakunya…

Di dalam agama kami ada satu surat utuh, namanya surat Al-Qitaal (peperangan) –surat Muhammad, pent.—

Di dalam surat tersebut, Alloh Tabaroka wa Ta‘ala berfirman:
وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا لَوْلا نُزِّلَتْ سُورَةٌ فَإِذَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ مُحْكَمَةٌ وَذُكِرَ فِيهَا الْقِتَالُ رَأَيْتَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ نَظَرَ الْمَغْشِيِّ عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِ فَأَوْلَى لَهُمْ * طَاعَةٌ وَقَوْلٌ مَعْرُوفٌ فَإِذَا عَزَمَ الْأَمْرُ فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْراً لَهُمْ
“Dan orang-orang yang beriman berkata: “Mengapa tiada diturunkan suatu surat?” Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka.. Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka), apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya) tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Alloh, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Al-Qital: 20 – 21)

Apa yang akan kalian kerjakan terhadap satu surat penuh dalam Al-Quran ini?

Tidak mungkin dan bagaimana bisa kalian akan merubah sesuatu yang sudah jelas maksudnya (muhkam)?

Ataukah kalian akan menghapus dari benak kami, sebuah tanda dan gunung serta pasak yang kokoh seperti ini?

Benar, peristiwa-peristiwa besar tersebut telah menyingkap wajah buruk manusia, tapi di sisi lain menghidupkan dan mengangkat manusia lainnya…
Peristiwa-peristiwa itu juga memaklumatkan dibukanya lembaran baru dalam sejarah umat Islam, maka siapa yang mau silahkan bergabung dengan rombongan ini…

Dan siapa yang mau, silahkan duduk-duduk bersama bersama mereka yang duduk…
فَإِذَا عَزَمَ الْأَمْرُ فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْراً لَهُمْ
“…tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Alloh, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar